Kegaduhan

26 4 7
                                    




Keinginan manusia seperti lautan tanpa tepian, tak pernah ada batas. Tak pernah cukup. Seperti diriku,...saat menyadari masalah ditubuhku, diusia 17 tahun aku pernah berharap bisa seperti teman- temanku yang lain. Begitu mudah ereksi hanya dengan melihat majalah dewasa. Atau saat melihat perempuan seksi.

Saat aku menjadi CEO untuk perusahaan otomotif keluargaku, keinginannku bertambah, aku ingin punya brand sendiri untuk itu. Di usia lainnya, aku ingin punya semua yang diinginkan pria seusiaku, mobil- mobil mewah, dan rumah yang bagus.

Begitu juga dengan kekasih, aku ingin yang paling sempurna, karena yang paling cantik biasanya bisa membangkitkan hasratku,...Saat melihat Aruni, aku langsung tahu, dialah gadis yang ku cari, aku harus mendapatkannya.

Seharusnya,...menikahi Aruni dan bisa melakukan hal- hal selayaknya pasangan suami istri yang normal, adalah batas akhir dari keinginanku, keinginan manusia rapuh sepertiku, seharusnya aku sudah puas dengan itu, bahkan Dokter- Dokter yang menanganiku dulu mengatakan mustahil jika aku bisa melakukan hubungan intim, seperti pria normal.

Semakin sempurna hubungan kami,...harapan- harapan terhadap kemustahilan yang dulu, perlahan- lahan menjadi keinginan baru.

Bagaimana mungkin aku tidak menginginkannya,... Sekembalinya dari Surabaya, hubunganku dengan Aruni jauh lebih hangat. Bisa dikatakan tak ada pertengkaran dalam seminggu ini.

Tak pernah lagi dia tidur memunggungiku, tak ada lagi isak tangis yang kerap kudengar saat menjelang tidur, tak pernah lagi ku dengar dia menyebut nama Dipta bahkan saat tidur.

Aku mulai berfikir, Aruni sudah mencintaiku.

Aku berusaha percaya padanya, membiarkannya pulang dari kampus tanpa perlu di jemput, meskipun saat pergi Aruni masih enggan ku antar,

Dan sepertinya berhasil,..

Aruni berada di rumah sebelum aku pulang. Dia terlihat riang di taman bunganya, kadang- kadang di kolam renang, tapi lebih seringnya berada di ruang kerjaku, melahap diktat- diktat baru miliknya, menyusun rapi dari atlas, hingga kumpulan buku- buku kedokteran. Buku- bukunya merajai rak di ruang kerjakku, dan dia selalu cemberut jika aku meletakkan buku ditempat yang salah.

Saat di meja makan kami bercerita banyak, aku menemaninya mengerjakan tugas- tugasnya, sembari mengecek pekerjaan. Percintaan kami pun menjadi lebih meningkat. Seminggu ini kami berada dalam gelembung kebahagiaan. Aruni jauh lebih ceria.

Tapi malam ini mataku belum bisa terpejam,...tiba- tiba keinginan ini menjadi kuat, menjadi menggebu- gebu. Aku bahkan sudah mengkhayalkannya,...dirumahku, rumah kami terdapat anak- anak, dengan perpaduan wajahku dan wajah Aruni, dengan rambut hitamku, atau rambut keriting coklat kemerahan Aruni,...dengan mata hitamku, atau mata biru Aruni. Aku menggigil terlalu senang dengan khayalanku sendiri.

Ya,...mungkin memiliki keturunan adalah batas akhir dari keinginan seorang manusia. Aku menginginkan mereka, tidak hanya satu, dua atau tiga bahkan sebanyak Aruni bisa berikan padaku.

Aku menginginkan mereka untuk ikatan emosi dan pondasi lebih kuat dengan Aruni, anak- anak akan memperkuat hubungan kami, akan terjadi hubungan ketergantungan yang sangat manis antara aku dan Aruni,...bersama- sama membesarkan mereka, mendidik dan menyayangi mereka,..melihat tumbuh kembangnya, liburan keluarga,..Aku akan merasa sempurna dan utuh , tentu saja juga sangat bahagia.

Meskipun keraguanku terhadap hal ini, pernah uutarakan terhadap kedua orangtuaku sekembalinya kami dari Eropa.

Mami menggeleng sedih, saat kutanyakan itu padanya. Tentu pemeriksaan dari hasil laboratoriumku dulu, semua test- test itu selalu sama, menyatakan aku infertile, spermaku tidak bisa membuahi.

ARUNI & ARUNDYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang