Semarang, Kota yang membuatku bimbang

20 4 1
                                    

"Aku nggak bisa dansa Mas." Aruni mendesis ketika tangannya ku tarik ke tengah- tengah arena dansa. Musik begitu manis, membuat tanganku jatuh dipinggul dan menggenggam tangannya yang lain.

"Nggak apa, kita juga bukan mau Waltz, hanya begini aja, berdiri, goyangkan tubuhmu sedikit, ikut musiknya."

Mata biru abu- abunya menyipit. Aruni sangat cantik, gaun backless dengan potongan elegan sangat pas di tubuh, lekuk tubuhnya matang sempurna. Rok gaun itu jatuh lembut hingga ke lutut, bahan sutra membuat gaun itu mengalir dan berkilau di tubuhnya.

Stylist membuat rambut keritingnya di tata, leher putihnya terlihat berkilauan, aku menemukan seuntai kalung dengan liontin berbentuk hati.

"Mama, ehm,...Sophie berkeras membelikan aku ini,..." Aku menekan liontin itu, ternyata sebuah locket. Sophie dan Aruni dibingkai menjadi satu, keduanya tampak cantik dan bahagia.

"Sophie bilang dia ingin ikut kemanapun aku pergi. " Ucap Aruni, wajahnya menyemburat merah.

"Selamanya akan begitu kan?" Jemariku mengusap locket itu.

"Kenapa Sophie boleh belanja untukmu, dan aku tidak boleh?" Locket itu ditaburi berlian, Sophie mengeluarkan uang yang banyak untuk Aruni.

"Karena Sophie ibuku, nggak ada kesepakatan antara aku dan Sophie."Ucapan Aruni menembus jantungku. Aku berhenti bergerak, membeku dengan tatapan penuh luka.

Aruni masih memandang diantara kami hanya akan ada kesepakatan sialan itu? Setelah satu bulan yang membahagiakjan bagiku, dan dia masih tetap memandangnya seperti itu??

"Aku sakit hati!" Ucapku dengan terluka.

Aruni menatapku, dia sangat cantik dibalut gaun malam berwarna hijau emerald.

"Mas,...."Mata birunya berkaca.

"Semakin banyak kamu memberi untukku, aku semakin nggak enak, aku merasa seolah ada transaksi untuk itu."

"Sialan Aruni! Apa kamu nggak merasa aku sudah berusaha menjadi seorang suami? Bukan sekedar pria yang menandatangani kesepakatan jahanam itu? Apa masih kurang bukti kalau aku mencintai kamu??" Suaraku meninggi, Aruni resah, dia menarik tanganku menjauh.

"Kamu belum mencintaiku, mungkin kamu masih belum bisa melupakan pacarmu, ayolah, ini pernikahan, bukan hanya aku yang harus menjaganya, tapi kamu juga!!"

"Mas, aku tahu,...aku berusaha, percayalah aku berusaha keras untuk nerima ini, tapi aku nggak bisa langsung bahagia menerima kemewahan yang kamu tawarkan, hidupku sangat miskin, hingga nggak berani memimpikan punya sehalai gaun bagus untuk acara sekolah, lalu tiba- tiba aku punya satu lemari penuh! Dalam satu malam kamu memaksa memutar gaya hidupku, dengan pesta, dengan makan malam mewah, dengan teman- temanmu yang penuh etika dan tata krama. Uang jajanku bahkan sangat pas- pasan, tiba- tiba kamu menyodorkan kartu tanpa limit dan memenuhi dompetku dengan uang asing, menyuruhku menghambur- hamburkan uangmu, kamu menghujaniku dengan perhiasan, sementara antingku, perhiasanku satu- satunya dari Sophie, harus dijual bapak untuk beli beras!! Aku belum bisa menerima semuanya Mas, aku masih belajar, harga diriku terluka jika aku terlalu gembira dan mudah menerima semuanya, bagaimanapun kita berawal dari kesepakatan, Aku menukar diriku dengan sebuah cita- cita yang terlalu muluk!! otakku belum bisa lupa!" Suara Aruni bergetar sarat emosi.

Aku terdiam, otakku rasanya meledak, Aruni menghajar diriku dengan kata- katanya, Aku berusaha keras memahami Aruni, tapi tak bisa.

Aku berbalik meninggalkan ruang pesta, mengumpat berkali- kali dalam marah.

Perempuan sulit di mengerti!! Ada yang berpisah karena ekonomi terlalu sulit, tapi Aruni lebih sulit, apa susahnya dia menerima suaminya yang terlalu kaya?

ARUNI & ARUNDYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang