Hangatnya pelukan Mama

13 2 0
                                    


Mengetahui Aruni pernah berusaha mengakhiri hidupnya, membuatku semakin hati- hati dengan perasaannya. Satu yang ku yakin dia salah, adalah perasaan Ibu kandungnya. Sophie, yang ku temui satu minggu sebelum menikahi Aruni.

Sophie selalu mengingat Aruni, Sophie membuat Firman memilihnya atau istrinya, meninggalkan Semarang bersamanya atau Aruni yang ditinggalkan di Semarang.

Firman yang salah, Firman tidak sanggup meninggalkan istrinya, itu artinya Sophie harus meninggalkan Aruni. Frman yang tidak bertanggung jawab, setelah Sophie pergi, dia pun pergi, dan meminta pak Sadikin, abangnya yang tertua merawat Aruni.

Selama di Zurich, aku dan Aruni berusaha lebih mengenal, berusaha membuat satu sama lain saling menyukai. Aruni begitu mudah disukai, dia apa adanya, sikapnya tidak dibuat- buat, mudah sekali membaca wajahnya jika dia marah, sedih, ataupun senang.

Urusan pekerjaan membuatku sesekali meninggalkannya, Aruni akan mengisi waktu dengan renang di kolam air hangat, membaca novel, atau Jimmy akan membawanya mengelilingi jalan- jalan Zurich.

Aku mengisi dompetnya penuh- penuh dengan uang cash dan kartu Platinum milikku, kartu Aruni akan siap ketika kami kembali ke Semarang.

Aruni terlihat tak suka saat aku melakukan itu.

"Aku nggak butuh beli apa- apa Mas!" Tolaknya dengan mata merah ketika aku menjejalkan kartu itu di dompetnya.

"Beli yang kamu mau, sesuatu yang kamu suka, lemari pakaianmu adalah selera Lucy, aku mau kamu belanja yang kamu suka selama disini, nggak lama lagi kamu kuliah, kamu butuh belanja."

"Bajuku yang dirumah Pak Sadikin kan ada!" Tukasnya

"Udah dimasukkan kardus sama Lucy. Kamu jangan bongkar lagi. rumah itu mau direnovasi."

"Astaga, aku harus pulang Mas, barang- barang Bapak masih banyak disana!" Pekiknya

"Nanti, aku temani ."

"Belanja ya, aku nitip dasi, warna biru, untuk acara nanti malam." Aku membuat alasan, agar dia mau memakai uangku.

"Ehm, acara apa nanti malam?"

"Acara makan malam, dengan teman. Kamu ikut, pake gaun itu." Aku menunjuk gaun biru electrik miliknya digantungan.

"Aku mau serasi dengan kamu, aku butuh dasi biru. Belikan ya sayang!" Rayuku, sambil mencium bibirnya.

Aruni akhirnya mengangguk.

Aku tersenyum puas.

-

-

Jimmy mengirimiku pesan dua jam kemudian, dengan sebuah foto Aruni di pusat perbelanjaan. Aruni tengah memilih dasi, warna biru, untukku.

Aku kelewat senang, sampai cemburu datang menguasaiku, Jimmy mengirimkan video, seorang pria Italy berusaha mendekati Aruni, merayu dan mengajaknya makan siang.

Bawa istriku pergi dari sana Jimmy, atau ku tebas lehermu!

Lucy mengintip pesanku, dia menelan tawanya, namun tak bisa.

"Besok, ibu jangan ditinggal, bawa saja kemana- mana."

"Ide bagus Lucy!" Geramku.

Aku masih tertahan rapat tiga jam kemudian. Setelah itu menemukan Aruni, mencumbunya, membuat diriku begitu ingin, dan membuatnya lepas berkali- kali dengan mulutku, Aruni membalas apa yang kulakukan. Kami bercinta layaknya remaja, tanpa penetrasi sama sekali. Setidaknya aku harus bahagia dengan keadaan sekarang.

Aruni tak membiarkan depresi menyerangku, dia mendandani dirinya hingga menyilaukan mataku dengan gaun biru. Gaun shleter neck, dengan punggung terbuka, gaun itu jatuh dan mengembang di pinggangnya. Sepatu bertali yang membungkus kaki indahnya yang putih membuat tubuhnya semakin tinggi.

ARUNI & ARUNDYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang