Former Lover

26 4 45
                                    

Performance kami berdua mendapat aplause yang luar biasa, Dya berdiri dari balik Pinao dan aku mengikutinya, dia menatapku saat kami bergerak ke tengah panggung.
"Kamu masih bagus banget mainnya Mas, padahal nggak latihan!" Pujinya sambil tersenyum, hatiku melayang, berdiri sedekat ini dengan gadis yang kecantikannya bagai boneka, disukai semua orang, dikagumi karena bakat dan kecerdasannya, luka- luka di hatiku sembuh hanya dengan berdiri di dekatnya.

"Kamu  Maestro, suara drumnya jadi teredam." Jawabku merendah. Tapi permainan piano Dya luar biasa, mulus, halus, sempurna. Dya tersenyum semakin lebar.

"Terimakasih, Mas! Aku rasa ini pembukaan yang bagus untuk Reuni Akbar." Dya mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan, bersikap sopan. Aku menyambut uluran tangannya, merasakan lagi tangan lembutnya di genggaman tanganku. Debar dadaku semakin menjadi- jadi. Gemuruh tepuk tangan sekali lagi dihadiahkan untuk kami berdua, bahagianya!!

"Dekat dikit Dya! Pak Kapolres merapat sedikit!" Pinta juru fotografer yang juga panitia. Keempat teman- temanku serentak mengeluarkan Ponsel. Tanganku otomatis terulur ke bahu Dya, foto couple pertama kami. Aku akan minta Intan mengirimkannya nanti!

Acara kemudian dilanjutkan dengan makan malam bersama, sound system memutar lagu- lagu jadul. Aku membimbing Dya turun dari tangga, tangannya tak kulepas dari tadi. Aku sangat senang, Dya juga tak menolak.

"Aku rasa kamu yang milih lagu- lagu lama ini, untuk mengingatkan aku dan teman- temanku dari jaman Purba." Ucapku ditelinganya, aku tak bisa mengalihkan tatapan, semua yang ada pada dirinya  malam ini sangat sempurna, gaun biru metalik yang dia kenakan semakin menonjolkan mata bonekanya.

" Nggak kok, yang milih Louisa. Lagu- lagu lama kan memang masih enak di dengar." Sahutnya. Aku membimbingnya ke arah meja kami, Dya tak keberatan ketika tanganku jatuh di pinggangnya, dadaku semakin berdebar tak karuan.Keempat teman- temanku terlihat sangat tak sabar untuk mengawasi Dya dari dekat, dengan tatapan mata aku mengancam mereka untuk tak menyinggung soal Aruni, aku tak ingin Dya salah paham.

"Kenalkan ini teman- teman SMAku, sekaligus satu angkatan di Akpol. Ini Intan Kasat Intelkam Polres Surakarta, Andre Kasat Reskrim Polres Malang, Rendi Kabag Sumda di Polres Klaten, Wahyudi Kabag Shabara di Polres Banyumas. Semuanya,  ini dr. Arundya Bisma."  Sahutku bangga. Dya menyalami temanku satu persatu, keempat temanku menatapnya tanpa kedip. Ya aku tahu, mereka seperti melihat Aruni namun kemasannya berbeda, ini lebih canggih, lebih modis, lebih bersinar, lebih terasah. Selain itu, mereka berdua sama!

"Dulu di Magelang juga sering sama- sama begini, Mbak?" Dya menyapa Intan yang masih shock. Intan mengerjap seolah  baru disetrum dengan arus listrik langsung dari gardunya.

Aku melarikan tangan ke rambut, frustrasi melihat teman- temanku jauh lebih Shock daripada saat  aku pertama kali melihat Dya.

"Iya, susah senang, suka duka sama- sama, kalau satu buat salah , satu kompi dihukum." Jawab Intan, dan kami tertawa.

Aku menarik kursi disebelahku, Dya menoleh, mata bonekanya tersenyum, dia duduk disebelah dengan lengan kami bersentuhan, lengan telanjangnya, dan kulitnya sangat putih, halus seperti ubin. Dya sangat harum, otomatis aku merapat ke arahnya. Lenganku terulur kebelakang pinggiran kursinya. Sekali lagi Dya tak menolak.

"Yang sering buat masalah , si Intan ini. Telat terus kalau apel pagi. Alasannya banyak, antrian mandi, sakit perut, udah  gitu kalau baris ada aja perlengkapan yang tinggal." Ledek Andre. Intan melempar tatapan sebal.

"Kamu ingat nggak Dip, kita dihukum di lapangan sampai jam 2 malam gara- gara Andre ketahuan nggak ikut Apel Malam? Taunya dia diam- diam keluar asrama buat pacaran!" Balas Wahyudi membela Intan.

Kami tergelak lagi, Dya juga. Aku senang mendengar tawa merdunya.

"Kalau Dokter nggak ada begitu ya." Tanya Rendi. Keempat temanku masih terus mengawasi Dya.

ARUNI & ARUNDYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang