Bisakah aku menyebutmu masa lalu?

20 3 3
                                    

Kecemburuan Mas Arya semakin menjadi, Ponselku ribut dengan notifikasi pesannya, hingga aku harus berkali- kali merekam saat tengah berada di kelas, dan mengirimkannya.

"Mas, aku lagi di kelas. Aku nggak bisa konsentrasi. Kerja Mas, ayo kerja, nanti kita ketemu dirumah." Ku kirim pesan itu dengan harapan dia diam.

"Jauhi anak laki- laki yang pake BMW, dia naksir kamu!"

"Namanya Brian, dan dia nggak naksir aku."

"Oh, udah kenal rupanya."

"Kami sekelas Mas."

"Bilang kamu sudah punya suami."

"Nanti dia jantungan, terus mati, kasihan orangtuanya. Kalau dia macem- macem aku mau bilang udah punya pacar yang pencemburu!"

"Oh, jadi aku hanya pacar?"

"Umurku 17 mas, pantesnya hanya punya pacar."

"Tunangan, dan aku boleh anter jemput kamu."

"Semua orang tahu Arya Bisma udah punya istri."

"Ya sudah bilang saja sekalian, kamu memang istriku!"

"Kita udah bahas Mas, aku matikan ponsel ya, nanti kita ketemu dirumah."

Pesan berbalas- balas itu aku akhiri, dan aku mematikan ponselku.

"Serius sekali, bales pesan siapa?" Andre dan Brian mendekat, menarik kursi untuk memaksa duduk disebelahku.

"Uhm,...pacarku." Jawabku dengan suara bergetar.

"Oh,...!!" Kedua pasang mata yang ku tatap seperti lemas.

"Kuliah dimana pacarmu?" Andre menguatkan diri untuk bertanya, wajahnya kelihatan pias.

"Eng, dia sudah kerja."

"Yang anter tadi pagi pacarmu?" Tanya Brian.

Cepat aku mengangguk, dan memberi cengiran pada mereka berdua. Aku berhasil menjauhkan kedua laki- laki itu hari ini dan berusaha konsentrasi dengan materi -materi.

------------

Aku terpaksa menunda ke rumah Dipta hari ini, untuk memenuhi janji kepada Ibu. Secara kebetulan kemarin kami bertemu saat di Stationery. Kami berdua sangat terkejut, tapi pertemuan itu melegakan, Ibu sudah melihatku, dengan lancar aku kembali berdusta,...dengan dalih melindungi masa depan Dipta, tapi dalam hatiku sedikit ragu,...apa aku hanya sekedar menunda memutuskannya? Menunda melepaskannya? Sungguh, aku belum bisa. Dipta satu- satunya orang lain yang tidak ada hubungannya denganku yang berbuat sangat baik dan tulus kepadaku.

Ini bukan hanya berhenti di Dipta, tapi ada Ibu-Bapak, dan saudara- saudaranya, Dipta terlalu jauh membawaku masuk kedalam keluarganya.

Begitu mengenalku, dia mengetahui aku ditinggalkan begitu saja oleh kedua orangtuaku, hingga dia merasa perlu untuk mengganti dengan keluarganya.

Menyakiti Dipta, berarti sama dengan menyakiti seluruh keluarganya, aku belum sanggup.

Kami sama- sama lega saat bertemu, Ibu memelukku erat. " Ibu- Bapak bolak balik nyariin kamu di rumah dinas Bapakmu Aru, Ibu kaget ketika Lani bilang isi rumah sudah dikemas, karena mau di renovasi. Ibu dengan Bapak terus kepikiran, kamu tinggal dimana, kenapa nggak datang- datang!"

Dadaku rasanya ditekan, gelombang kepedihan menyerang. Menatap Ibu Dipta seperti melihat wajahnya, ada mata jernihnya, ada keteduhan wajahnya. " Aru niatnya mau cerita kalau kesana , Bu. Cuma Aru belum bisa nyari waktu yang pas, ini juga buru- buru, Aru harus kembali kesana lagi."

"Aru kerja dimana, Nak?" Ibu menatapku lembut. Aku melirik kembali ke belakang, khawatir Mas Arya tiba- tiba muncul.

"Ummm, itu Bu Aru kebetulan ketemu keluarga yang punya anak spesial, butuh guru privat, sementara ini Aru masih belajar jadi asisten guru privat itu, nanti Aru akan gantikan tugasnya, dia sebentar lagi menikah."

ARUNI & ARUNDYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang