Dusta demi Dusta

12 3 0
                                    

"Mas,...kamu nggak bisa percaya aku?" Keluhku ketika menghempas duduk disebelahnya.

Mata hitamnya menatapku, bibirnya merapat. "Aku sudah bilang aku yang temani kalau mau kesini."

"Aku hanya pesan sama tetanggaku untuk mengirimkan barang- barang Bapak ke Ungaran, mereka resah, aku hilang tanpa kabar. Mereka hampir lapor Polisi malahan!" Aku sengaja mendramatisir.

"Makanya, kita harus beritahu pak Sadikin!"

"Nggak perlu." Ucapku cemberut. " Lagipula kamu sudah ketemu Sophie."

"Tapi Pak Sadikin yang merawatmu dari bayi, masak kamu nikah dia nggak diberitahu."

"Nanti kita beritahu. Nggak sekarang. Dia di Ungaran."

"Dekat." Timpal Mas Arya. " Kita bisa langsung kesana sekarang."

Aku mengeluh. "Lain kali. Sekarang aku mau nyari barang- barang buat tugas besok. Kamu nggak kerja Mas? Apa sekarang kamu kawal aku kemana- mana?" Sindirku pedas.

Mobil sedannya melaju, Mas Arya menatapku. "Kenapa kamu menghindar dari Pak Sadikin?"

Karena Dipta. Bapak dan Dipta sangat akrab, memberitahu Bapak sama halnya dengan beritahu Dipta

Aku menelan ludah, " Firman selalu menghubungi Bapak untuk mencari tahu keadaanku. Aku nggak mau dia tahu." Dustaku.

"Kenapa begitu?" Desaknya lagi.

"Mas, hidupku terlalu rumit, jangankan kamu, aku juga nggak ngerti. Aku mohon, biarkan itu tetap rumit. Kamu ingin aku berjalan dengan pernikahan ini? Percaya Mas, aku sedang mengusahakannya!" Lemparku gemas.

"Satu lagi, teman- temanku pada naksir kamu, jangan muncul di kampus lagi, bisakan?"

Bibir Mas Arya berkedut, " Bisa, kalau kamu ijinkan aku mengantarmu."

Aku mengerang keras, " Mas!! Ayolah jangan menyulitkan aku, itu hanya membuat teman-temanku bertanya lebih banyak."

"Jawab saja, apa sulitnya?"

"Kamu sangat terkenal Mas, latar belakangmu bagus, sangat mulus, hidupmu impian orang banyak, sementara aku kebalikannya.Karena itu aku benci jika diperhatikan. Aku nggak nyaman dengan sorotan orang- orang."

"Ini jaman modern Aruni, nggak lagi berfikir tentang bibit, bebet dan bobot, kualitas individual lah yang lebih penting. Contohnya respon baik pihak kampus terhadap kamu, mereka perhatian denganmu."

'Kenapa?"

"Kamu ikon Mahasiswa baru tahun ini, apa kamu nggak ngerasa? Cantik, pintar, cerdas, nilaimu bagus. Cowok- cowok hampir keluar matanya melihatmu."

"Nggak ada yang begitu! Kamu hanya melebih- lebihkan aja , Mas!"

Mas Arya mencebik, " Kapan kamu sadar kalau kamu istimewa? Bukan hanya wajahmu, tapi hatimu juga? Kapan kamu merasa kalau kamu pantas dan setara untukku?"

Aku menyandarkan kepala di bahunya, menoleh menatapnya. "Mungkin nanti, saat aku berhasil jadi Dokter." Bisikku kelu.

Aku bagai dejavu,....dilempar ke masa lalu, saat Dipta juga pernah ajukan pertanyaan yang sama. "Kenapa harus jadi Dokter?" Aku bangga kok walaupun kamu nggak kuliah, cukup jadi istriku."

"Kamu akan malu Dipta, saat mengenalkanku lalu menyebutku cuma tamat SMA, belum lagi Bapak- Ibuku yang nggak jelas, aku hanya akan merusak namamu!"

"Jadi aku harus menunggu sampai kamu jadi Dokter?5 tahun lagi, baru boleh bilang kalau kamu istriku?"

"Mas, aku sudah terbuka dikeluargamu kan? Coba pikirkan, aku 17 dan sudah menikah. Kamu bilang ini jaman modern, coba apa yang dipikirkan orang di jaman modern terhadapku?"

ARUNI & ARUNDYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang