Rindu

21 3 11
                                    

Hari ini saat masa pendidikanku memasuki 11 bulan lebih sedikit,...kerinduanku pada Aruni makin menjadi- jadi

Dari pagi , aku rasa- rasanya melihat gadis cantik bak Boneka Barbie itu disekitarku.

Ketika berbaris,....

Entah mengapa aku merasakannya disebelahku, layaknya saat di sekolah dulu. Tubuhnya yang paling tinggi diantara teman- teman perempuan sekelasnya, membuat dia selalu diletakkan dibelakang, dan aku akan memilih ke barisan paling pinggir dari barisan laki- laki dikelas hanya agar kami berdiri berdampingan.

Saat tak ada guru di belakang, jemariku akan mencari jemarinya, dan tangan kami akan bertautan, dengan senyum mengembang dan lirik malu- malu darinya,...serta dadaku yang selalu berdebar kencang, hingga barisan bubar.

Ketika di kelas,...

Saat mata kuliah Kedokteran Forensik,....lagi- lagi seperti ada Aruni disebelahku. Aruni selalu menyukai pelajaran Biologi, dan mata pelajaran itu membuat dia memenangi Olimpiade Biologi hingga ke tingkat Nasional.

Cita- citanya yang ingin jadi dokter, membuatnya semakin menyenangi pelajaran itu. Dan aku merasakan kehadirannya disebelahku saat mata kuliah pagi itu. Bahkan nafasnya yang wangi dan hangat terasa di pipiku, seperti saat dulu kami belajar bersama, yang akan kugunakan kesempatan untuk duduk sangat dekat dengannya. Hanya untuk menghirup aroma Levender dari rambutnya, menatap wajah cantiknya dari dekat, atau bahkan mencuri cium pipinya. Jika sudah begitu rona wajahnya memerah bak buah delima.

Rindu,....hari ini rinduku pada Aruni menempati urutan paling atas selama masa pendidikanku di Tingkat satu.

Siangnya, apalagi,...saat menu makan siang disajikan,...

Dan lauknya adalah Ikan lele bakar kecap,.. makanan kesukaan Aruni.

Rasanya mataku tiba- tiba masuk debu,... aku mendengar jelas suaranya disampingku, hingga menoleh mencarinya.

"Bagian ekornya buat aku ya, Dipta!!" Lantas Aruni akan mengambil bagian ikan yang paling dia suka.

"Kenapa bukan tengahnya?" Aku heran saat pertama kali kami makan di Kawasan Simpang Lima berdua.

"Bagian ekornya lebih garing, tulangnya juga lebih tipis, bisa aku kunyah dan langsung telan." Lalu dia tersenyum, dan giginya yang mungil berderet rapi kelihatan. Kalau sudah begitu nafasku hilang.

Aku akan lama menatapnya. Tentu saja aku sudah kenyang, melihat boneka kesayangan sedang makan, rasa lapar langsung hilang. Aruni segala- galanya bagiku.

Sore harinya juga begitu, Rinduku mencapai setinggi gunung,.saat teman- teman mengajakku bermain Basket mengisi jeda waktu kosong.

Rasanya aku melihat Aruni berlari di lapangan, dengan seragam Basket yang aku hadiahkan untuknya, warna Lavender kesukaannya, dengan nomor punggung 6.

Aku jelas melihatnya dengan kuncir satu, dan anak- anak rambut yang menjuntai di sisi pipinya, bak mie goreng yang selalu kubawakan saat jam istirahat makan siang.

Hanya Aruni yang selalu bisa membuat Tim ku kalah!

Atau karena aku yang selalu mengalah!

Aku dengar gelak tawanya saat mengejar dengan bola basket ditangan.

Aku rasakan lengannya menahan pinggangku, untuk menghentikan aku menyerang pertahanan Timnya.

Aku rasakan dekapan tubuhnya, yang selalu membuatku lemah dan mengalah hingga Bola akan bebas ia rebut, lantas maju menerobos pertahanan Timku.

Dan Aku dengar gelak tawanya saat ia berhasil menembak dan memasukkan bola ke dalam keranjang

Sangat jelas aku mendengar suara Aruni di lapangan Basket sore itu. Hngga rindu sore itu membuat air mata lolos di pipiku,....

ARUNI & ARUNDYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang