29

11.2K 629 31
                                    

Happy Reading.....

.
.
.
.
.
.



"Makan yang banyak. Kakak sengaja masak kesukaan kamu."

Sejak pulang dari bandara Ara sengaja mengunci diri di kamar. Sedangkan kedua kakaknya memutuskan untuk memasak makan malam mereka.
Sagara tidak ingin memaksa Ara untuk sekarang. Ia akan mencoba mendekati adiknya itu perlahan demi perlahan sampai Ara memaafkannya.

Banyak hal yang ingin ia ceritakan kepada Ara. Daripada itu Sagara sangat merindukan adik kecilnya.

"Bang, kenapa dia masih disini?" Ara menatap ke arah Angkasa.

"Kak Saga bakal tinggal di sini."

"Kok gitu! Siapa yang izinin dia tinggal di sini?! Kenapa gak pulang aja ke rumah." Ara berdecak kesal. Sangat merasa jengkel.

"Dek, nanti kita ngobrol setelah makan, oke?" Angkasa berucap lembur.

Ara menghela nafas kasar. Memilih diam saja kembali memakan hidangan di depannya. Sudah saat nya ia menerima kenyataan. Ara tidak ingin lari dan bersikap kekanakan lagi.

Ketiga kakak beradiknya itu menikmati makan malam pertama mereka dengan tenang. Angkasa tersenyum merasakan kehangatan saat ini.

Setelah tiga puluh menit berlalu. Makan malam sederhana mereka selesai. Angkasa memilih membawa keduanya menikmati langit malam di atas balkon. Sengaja ia membawa cokelat hangat untuk mereka nikmati. Sepertinya malam ini akan berakhir panjang dengan semua cerita yang Sagara sampaikan.


********


"Bintangnya cantik bukan?"

Ara terus mendongak menatap banyaknya bintang yang bersinar di gelapnya malam. Sangat indah.

"Ya,"

"Lihat, ada satu bintang yang paling terang diantar bintang-bintang lain." Sagara menunjuk ke atas dengan tangannya.

"Ya, itu Bunda. Katanya, orang yang sudah meninggal mereka akan menjadi bintang di langit. Dengan itu ketika kita merindukan mereka, aku akan terus menatap ke arah langit dimana Bunda berada." Ara tersenyum simpul. Tak sekalipun mengalihkan perhatiannya.

Sagara menatap sendu. Begitupun Angkasa. Mereka tahu bagaimana besarnya mereka sangat merindukan sang Bunda.

"Bunda akan selalu ada disini. Beliau selalu bersama kita. Dan sekarang pun Bunda sedang memperhatikan kita di atas sana." Saga mengelus rambut Ara dengan lembut. Ia ingin sekali memeluk tubuh mungil ini dalam dekapannya.

Ara menoleh, bola matanya menatap lurus kearahnya. "Bunda meninggal karena aku, kan? Itu sebabnya kakak pergi ninggalin aku?" Tanya Ara.

"Aku udah tahu. Kakak benci aku." Ara kembali menatap keatas.

Sagara terdiam. Bibirnya terasa kelu. Namun tatapan matanya tak bisa berbohong. Untuk sesaat ia memang pernah menyalahkan Ara atas meninggalnya sang Bunda. Tapi itu dulu ketika egonya dan rasa kehilangan menguasai dirinya.

Sagara ingin bercerita panjang bersama Ara. Seperti dulu. Sagara tak ingin Ara terus menyalahkan diri dan salah paham.

"Semuanya benci aku. Tapi itu rasanya memang pantas aku terima. Kerena aku, kalian kehilangan satu-satunya orang yang kalian cintai."

"Andai saja kalo aku gak paksa Bunda buat jemput, mungkin saja kecelakaan itu gak bakal terjadi. Bunda masih disini bersama kita." Ara menghela nafas panjang.

Queen ArabellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang