UH XVI

528 49 0
                                    

Davika sedang berjalan santai menelusuri butik itu ketika sebuah tangan keras mencengkeram lengannya, dia setengah memekik dan menatap marah kepada pencengkeram lengannya, Jeff yang sedang berdiri di dekatnya.

"Lepaskan aku Jeff, kau kasar sekali." Davika tersenyum berusaha tampak tenang.

Jeff menatap tajam Davika lama, lalu akhirnya melepaskan pegangan tangannya. Dengan sinis Davika mengusap-usap lengannya yang memerah bekas cengkeraman Jeff.

"Ini akan memar. Apa yang membuatmu mendatangiku dan tiba-tiba bertingkah sekasar ini?" Tatapannya berubah menggoda.

"Apakah kau ingin melanjutkan yang tertunda waktu itu?"

Jeff mendengus kesal.

"Hentikan Davika, aku tahu pasti kau tidak tertarik kepadaku. Dulu aku mengejarmu dan kau menolakku mentah-mentah." Tatapannya berubah tajam lagi, mengintimidasi.

"Kenapa malam itu kau merayuku?"

Davika mengerling dan tersenyum.

"Mungkin karena aku sedang ingin berubah pikiran." Dia sengaja mengedipkan matanya menjengkelkan.

"Kenapa Jeff? Apakah kau tidak tersanjung dirayu olehku?"

Jeff menyipitkan matanya.

"Aku mencium bau busuk. Ada sesuatu yang tersembunyi di sini, dan aku menjadi korbannya, tapi ingat Davika, aku tidak akan tinggal diam, aku akan mencari tahu."

"Mencari tahu apa Jeff? Kau aneh.." Davika tertawa.

"Mungkin kau sedang patah hati ya jadi sibuk berhalusinasi."

"Patah hati? Apa maksudmu?" suara Jeff menajam, waspada.

"Wah, kukira kau sudah tahu." Davika mengedipkan matanya lagi.

"Lelaki yang kau kejar itu, si tampan dan cantik yang sederhana, dia akan menikah dengan Tyme." Davika tersenyum, menikmati rona pucat yang langsung menguasai wajah Jeff, membuat lelaki itu tertegun, dia mengibaskan tangannya.

"Sudah ya, aku sibuk. Lain kali kalau mau membuang waktuku, tolong lakukan untuk sesuatu yang lebih penting."

Ditinggalkannya Jeff yang masih membatu di sana.

__________

"Kau tidak akan memberitahu Mama? Dia pasti akan langsung pulang dari Spanyol dengan bahagia mendengar kabar penikahanmu." Pansa mengingatkan. Sang Mama memang baru berkunjung ke Spanyol untuk menengok adiknya yang sakit.

"Tidak. Aku tidak mau dia pulang. Bible mungkin mengingatnya. Ketika Ayahnya meninggal, Mama dan Papa datang ke rumah mereka dan menyampaikan permintaan maaf dan uang santunan, Bible dan ibunya menolak mentah-mentah. Bersikeras supaya semua dijalankan di jalur hukum. Entah apa yang dilakukan papa kemudian sehingga semua berhenti."

"Jadi kau akan melarang mama selamanya bertemu menantunya? Itu rencanamu?" Pansa mengernyit.

"Itu sama saja mencegah matahari terbit kak, suatu saat kau akan ketahuan."

"Tetapi tidak sekarang. Tidak sampai aku sudah benar-benar berhasil memiliki Bible."

Jes bergerak ke bar, dan menuangkan brendi untuk dirinya sendiri. Tidak di Hiraukan nya dengusan sinis Pansa.

"Kau sepertinya menjadi sangat terobsesi kepada Bible. Dulu kau terobsesi mencukupi semua kebutuhannya, memastikan dia bisa berdiri di atas kakinya sendiri, sekarang di saat itu semua tercapai. Kau terobsesi untuk memilikinya." Pansa ikut menuangkan brendi dan meminumnya lalu mengernyit.

"Mungkin kau harus menemui psikiater."

"Psikiater hanya akan menemukan satu kesimpulan." Jes tersenyum simpul sambil menatap Pansa, membuat adiknya itu mengernyit bingung.

Unforgiven Hero || JesBible ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang