0017 - Di Balik Tirai Misteri Rumah Kuning

21 6 0
                                    

Malam itu terang bulan. Benar – benar bulan purnama. Kota Payakumbuh kelihatan ramai oleh orang – orang yang keluar. Tapi di salah satu sudut kota, di rumah seorang Cina di kamar belakang, kelihatan berkumpul tiga orang lelaki. Mereka duduk bersila di atas tikar rotan.

Udara dalam ruangan dipenuhi oleh bau sake dan candu. Di antara keenam lelaki itu ada tiga perempuan. Satu keturunan Cina, yang dua lagi nampaknya peranakan India. Mereka duduk sambil bersandar atau berpeluk dengan Jepang yang duduk di tikar rotan itu.

Tak lama kemudian muncul Cina bertubuh gemuk, berkepala botak. Dia datang dengan sebuah tabung bambu yang panjangnya sejengkal. Dia duduk di te­ngah. Dan segera saja Jepang – jepang itu me­ngi­tari­nya. Uang dikeluarkan, dan mereka mulai main dadu. Cina gemuk pemilik rumah itu nampaknya bertindak sebagai bandar.

Rumah Cina ini dikenal penduduk sebagai rumah kuning. Yaitu rumah pelacuran terselubung. Yang datang kemari khusus para perwira saja. Sebab di sini juga disediakan perempuan – perempuan pilihan. Salah satu dari perempuan itu adalah anak gadis Cina botak itu sendiri.

Anak gadisnya memang terkenal cantik dan bertubuh padat. Setiap perwira bisa memesannya dengan bayaran yang tak tanggung – tanggung tingginya.

Selain tempat pelacuran dan tempat judi, pejuang – pejuang Indonesia juga sudah lama mencurigai rumah itu sebagai sebuah rumah dimana kegiatan spionase untuk pihak Jepang dilakukan. Soalnya Cina itu sudah berdiam sejak lama di rumah tersebut.

Ketika zaman penjajahan Belanda, dia sudah menjadi semacam kepercayaan orang Belanda pula. Kini ketika Jepang berkuasa, dia juga menjadi kepercayaan Jepang. Pejuang – pejuang Indonesia sudah lama mengintai – ngintai rumah tersebut. Namun mereka tak mendapatkan bukti bisa dijadikan landasan.

Tambahan pula kini dia mendapat perlindung­an Jepang. Maka usaha pejuang – pejuang Indonesia untuk menangkap cina ini tak pernah berhasil.

Padahal beberapa orang pejuang yang tertangkap, di antara­nya anak buah Mayor M yang berkedudukan di Piobang, disebabkan oleh Cina gemuk ini. Dia menyebar intel­nya diantara penduduk pribumi dan perempuan – perempuan lacur.

Bahkan tertangkapnya beberapa pejuang yang mencuri senjata di Kubugadang empat bulan yang lalu juga atas petunjuk Cina ini.

"Sudah datang dia...?" seorang perwira Jepang yang berpangkat lettu (chu-i), bertanya sambil menambah uang taruhannya.

"Belum, mungkin sebentar lagi..." jawab babah gemuk itu.

Mereka meneruskan main dadu. Tiba – tiba chu-i itu tegak. Menatap pada ketiga perempuan yang ada dalam ruangan itu.

"Hei, mana Amoy...?" tanyanya.

Amoy yang ditanyakan itu adalah anak babah gemuk tersebut. Dia dijadikan "umpan" hidup oleh si Babah. Sekaligus bintang dari semua perempuan penghibur di rumah si babah.

Di luar rumah Cina itu, sejak tadi seorang lelaki kelihatan tegak. Dia seperti menanti sesuatu. Setelah lebih dari dua jam dia tegak di sana, barulah dia lihat dua orang lelaki mendekati rumah itu. Dia cepat – cepat melangkah mendekati kedua lelaki itu.

"Hei... Jumpa lagi kita...! " dia berkata pada kedua lelaki itu.

Kedua lelaki itu berhenti, menatap padanya. Dalam cahaya bulan, mereka segera mengenali orang yang menegur mereka itu.

"Hmm. Kau Bungsu...!"

"Ya. Aku si Bungsu. Sudah lebih dua tahun kita tak bertemu ya, Baribeh?" si Bungsu menjawab.

Lelaki itu, yang tak lain dari pada si Baribeh yang dulu pernah melanyau tubuhnya ketika mereka kalah berjudi di surau bekas di kampungnya, tertawa menggerendeng.

TIKAM SAMURAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang