Beberapa jam lagi, Jean dan lainnya akan menjalani prosedur untuk menghapus ingatannya itu. Kini Jean sudah memakai pakaian serba putih, di sampingnya Keithlyn tidak lepas dari genggamannya.
"I dont really wanna doing this." Jean berkali-kali mengatakan hal itu.
“Jean, kamu harus…” suara Keithlyn pecah, hampir tak terdengar.
Jean terdiam, menelan ludah seolah menahan sesuatu yang berat di tenggorokannya. Dia menunduk sejenak, lalu mengangkat wajahnya, menatap mata Keithlyn dengan intensitas yang menusuk.
“Keithlyn, bagaimana perasaan kamu? I know you won't be okay when I just forget you like that."
"I'm fine, Jean. Thank you for everything, sorry for being such a bother."
"No, jangan berkata seperti itu. You came into my life like a beautiful surprise, and for that, I'm forever thankful." Jean menangkup kedua pipi Keithlyn dengan tangannya. Matanya tak lepas dari sosok perempuan yang, baginya, adalah keajaiban yang tak pernah ia bayangkan akan hadir dalam hidupnya. Ia merasa seolah-olah dunia sedang mempermainkannya—membiarkannya menemukan seseorang yang begitu sempurna, hanya untuk diambil lagi dalam waktu yang singkat.
Perasaan kacau di dalam dadanya semakin menggulung. Ia sudah berusaha menenangkan diri, meyakinkan bahwa prosedur ini adalah yang terbaik, tapi bagaimana caranya melupakan seseorang yang telah menjadi segalanya baginya? Yang telah membawa kembali cahaya kepada dirinya? Jean menatap Keithlyn lebih lama, mendapati dirinya memerhatikan setiap detail—cara rambutnya terurai, senyum yang Keithlyn berikan bahkan ketika hatinya mungkin sama hancurnya, dan mata itu, mata yang membuat Jean merasa seperti rumah setiap kali menatapnya.
Jean mengepalkan tangannya, marah pada dirinya sendiri, pada situasi yang tidak bisa ia kendalikan. Saat pertama kali bertemu Keithlyn, dia merasa seperti mendapat jackpot—perempuan cantik, pintar, penuh kehidupan, dengan senyuman yang bisa membuat hari buruknya seketika menjadi cerah. Setiap obrolan, setiap tawa, dan setiap sentuhan membuat Jean semakin yakin bahwa Keithlyn adalah seseorang yang tak pernah bisa dia lepaskan.
Tapi sekarang, takdir yang kejam mengatakan bahwa ia harus melupakan semuanya. Semua kenangan manis, semua tawa yang mereka bagi, semua janji diam-diam yang mereka buat satu sama lain tanpa harus mengucapkannya dengan kata-kata—semua akan dihapus, hilang dalam sekejap. Dan itu adalah hal yang paling Jean tidak bisa terima.
"Apa aku akan ingat bagaimana rasanya mencintaimu? Aku takut tidak merasakannya euforia itu lagi walau kita bertemu di semesta lain," pikir Jean dalam hati, kepalanya terasa berat. "Aku tidak ingin melupakan bagaimana kamu membuatku merasa hidup kembali. Aku tidak ingin melupakan kamu, Keithlyn."
Semakin ia mencoba meyakinkan diri bahwa ini adalah keputusan yang benar, semakin besar keinginan untuk menolak. Seolah-olah setiap detik mendekatkan Jean pada akhir yang tak bisa dihindari, dan itu menyiksanya. Bagaimana mungkin melupakan sesuatu yang begitu berarti?
KAMU SEDANG MEMBACA
Past Love | bluesy
Fanfiction"𝑰𝒇 𝒇𝒂𝒕𝒆 𝒌𝒆𝒆𝒑𝒔 𝒖𝒔 𝒂𝒑𝒂𝒓𝒕 𝒊𝒏 𝒕𝒉𝒊𝒔 𝒓𝒆𝒂𝒍𝒎, 𝑰'𝒍𝒍 𝒕𝒓𝒂𝒗𝒆𝒓𝒔𝒆 𝒕𝒉𝒆 𝒔𝒕𝒂𝒓𝒔, 𝒔𝒆𝒆𝒌𝒊𝒏𝒈 𝒂 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚 𝒖𝒏𝒊𝒗𝒆𝒓𝒔𝒆𝒔, 𝑾𝒉𝒆𝒓𝒆 𝒚𝒐𝒖𝒓 𝒉𝒆𝒂𝒓𝒕 𝒂𝒏𝒅 𝒎𝒊𝒏𝒆 𝒄𝒐𝒏𝒗𝒆𝒓𝒈𝒆 𝒊𝒏 𝒕𝒊𝒎𝒆𝒍𝒆𝒔𝒔 𝒅...