Jean terbangun dengan kepala yang masih terasa berat. Ruangan di sekitarnya samar, gelap dan sunyi, namun seketika hening itu dipecahkan oleh suara keras—suara pecahan kaca dari arah dapur. Refleksnya bekerja lebih cepat daripada kesadarannya yang masih terselimuti alkohol. Jean mendongak dari sofa, jantungnya berdetak lebih cepat.
Setelah beberapa detik berusaha mengumpulkan kekuatan, ia bangkit dengan sedikit sempoyongan, kakinya masih terasa lemah. Saat langkah kakinya menuju dapur, bayangan seseorang mulai terlihat. Jean memicingkan mata dan melihat sosok yang tak asing—Ella.
Ella berdiri di dapur, menatap kaca yang pecah di lantai, wajahnya terlihat cemas. Ia buru-buru membungkuk untuk membersihkan pecahan itu, namun saat menyadari Jean sudah terbangun, ia menghentikan gerakannya, berdiri dengan ekspresi yang campur aduk antara penyesalan dan rasa canggung.
“Ella?” Jean menggeram, suaranya rendah namun penuh amarah yang tertahan. "Ngapain di sini?"
Ella terdiam sesaat, seolah mencoba mencari kata-kata yang tepat. “Jean, aku cuma mau memastikan kamu baik-baik aja. Tadi malam kamu mabuk berat, jadi aku pikir… lebih baik aku tinggal sebentar, siapa tahu kamu butuh bantuan.”
Tadi malam.. Ah, Jean baru ingat.
Jean menghela napas panjang, menatap pecahan kaca yang berserakan di lantai, seolah itu cerminan dari hidupnya yang juga terasa berantakan. Ia ingin marah, ingin berteriak dan menyuruh Ella pergi. Tapi setiap kata yang akan ia ucapkan terasa berat, seakan tersangkut di tenggorokan.
“Bersihin kacanya,” kata Jean akhirnya, suaranya lebih tenang namun tegas. "Setelah itu, aku gamau lihat kamu lagi di sini."
Ella mengangguk pelan, lalu berjongkok untuk membersihkan kaca yang berserakan. Jean hanya berdiri bersandar di meja dapur, menatapnya dengan rasa lelah yang tak hanya berasal dari tubuhnya, tapi juga dari hubungan mereka yang penuh luka.
***
Pagi itu, pagi yang sangat menguras perasaan. Tak disangka bahwa gadis itu semalam, bermalam di sini. Jean duduk di sofa ruang tamunya, di depannya terdapat sebuah laptop yang menayangkan tayangan cctv di ruang tamu tadi malam, pemuda itu sambil memakan sarapan yang Ella buatkan, sebuah sup ayam. Itu adalah pertama kali ia memakan masakan Ella, sup ayamnya enak, tapi tidak seenak buatan Keithlyn.
Ah, Keithyn. Jean rindu dengan gadis itu.
Jean mengotak-atik laptopnya, mencari tayangan cctv beberapa hari lalu saat Keithlyn masih ada di sini. Bibirnya tersenyum kala melihat Kei dan dirinya duduk menonton televisi bersama, persis seperti posisinya sekarang.
"Keithlyn, where are you?"
***
August, 1988
Di rumah tua itu, suasana tenang dan damai menyelimuti halaman yang luas. Dihiasi pepohonan pinus dan tanaman rambat yang menghiasi pagar dan dinding rumah. Suasana di sekitar rumah sangat tenang. Bunyi kicauan burung dan desir angin menyatu dalam harmoni yang menenangkan. Jalan setapak berbatu mengarah ke pintu depan, dikelilingi oleh bunga-bunga liar yang tumbuh subur, menambah keindahan alami tempat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Past Love | bluesy
Fanfiction"𝑰𝒇 𝒇𝒂𝒕𝒆 𝒌𝒆𝒆𝒑𝒔 𝒖𝒔 𝒂𝒑𝒂𝒓𝒕 𝒊𝒏 𝒕𝒉𝒊𝒔 𝒓𝒆𝒂𝒍𝒎, 𝑰'𝒍𝒍 𝒕𝒓𝒂𝒗𝒆𝒓𝒔𝒆 𝒕𝒉𝒆 𝒔𝒕𝒂𝒓𝒔, 𝒔𝒆𝒆𝒌𝒊𝒏𝒈 𝒂 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚 𝒖𝒏𝒊𝒗𝒆𝒓𝒔𝒆𝒔, 𝑾𝒉𝒆𝒓𝒆 𝒚𝒐𝒖𝒓 𝒉𝒆𝒂𝒓𝒕 𝒂𝒏𝒅 𝒎𝒊𝒏𝒆 𝒄𝒐𝒏𝒗𝒆𝒓𝒈𝒆 𝒊𝒏 𝒕𝒊𝒎𝒆𝒍𝒆𝒔𝒔 𝒅...