21. New Life

38 6 0
                                    

Anthony berdiri tegak di ruang tamu, ekspresinya datar saat ia menatap anak-anaknya—Keithlyn, Levana, dan Theo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anthony berdiri tegak di ruang tamu, ekspresinya datar saat ia menatap anak-anaknya—Keithlyn, Levana, dan Theo. Di tangannya, ia memegang berkas-berkas penelitian yang perlu diselesaikan. Suara jam dinding berdetak, menciptakan kesunyian yang menegangkan di antara mereka.

Setelah menyelesaikan prosedur beberapa hari yang lalu, Anthony membawa anak-anaknya pulang ke rumah yang berada di Tottenville.

“Aku akan pergi ke London untuk penelitian,” katanya dengan nada datar, seolah mengumumkan cuaca hari ini. “Ini akan berlangsung selama dua bulan. Kalian bisa mengurus diri sendiri.”

Levana dan Theo saling melirik. Mereka sudah siap untuk melarikan diri dari kenyataan ini, tetapi saat melihat sikap ayah mereka, keraguan muncul di benak mereka. Anthony tidak mengindahkan raut wajah mereka. Baginya, semua itu hanya gangguan dari fokus utamanya.

Keithlyn mengangguk, meski senyumnya terlihat dipaksakan. “Baik, Ayah. Kami mengerti.” Levana dan Theo juga mengiyakan, suara mereka serempak, namun dalam hati mereka sudah merencanakan sesuatu yang lain.

Sejak beberapa minggu terakhir, Theo dan Levana telah merencanakan pelarian. Keberadaan Ryan, yang kini sudah sadar dari koma, membuat mereka semakin bertekad untuk melanjutkan hidup yang lebih baik. Dalam diam, Theo memikirkan rumah kecil yang telah dibelinya di New Rochelle, tempat baru untuk mereka berempat—tempat di mana mereka bisa mulai dari awal, jauh dari bayang-bayang ayahnya.

“Ayah akan kembali saat natal. Pastikan semuanya baik-baik saja saat aku pulang." Anthony memeluk anaknya satu persatu. Dan saat memeluk Keithlyn, ia menyerahkan sebuah map berkas padanya.

"Apa ini Yah?"

"Untuk kamu."

Anthony membawa berkas lain yang berada di atas meja, menandakan bahwa pembicaraan telah usai. Tanpa menunggu tanggapan lebih lanjut, ia berbalik dan pergi, meninggalkan ketiga anaknya dalam kebingungan dan frustrasi. Dalam hati, mereka sudah merancang rencana pelarian, sementara ayah mereka terjebak dalam dunia penelitiannya yang dingin dan jauh dari cinta keluarga.

***

Siang itu, Theo berdiri di hadapan Keithlyn dan Levana, wajahnya serius. Mereka duduk di sofa, keheningan menggantung di antara mereka. Anthony beberapa jam lalu baru saja berangkat ke London, dan inilah saat yang mereka tunggu-tunggu.

“Kita harus bergerak siang ini,” Theo memulai, suaranya rendah namun tegas. “Ryan akan segera sampai ke sini, dan kita harus siap saat dia tiba.” Ia melirik ke jendela, memastikan tidak ada yang mendengar.

Keithlyn menggigit bibirnya, sementara Levana memeluk lututnya erat, tak bisa menyembunyikan kegugupannya.

“Bagaimana caranya, Theo? Apa kita benar-benar siap untuk ini?” tanya Keithlyn, suaranya bergetar.

Theo mengangguk dengan mantap. “Kita tidak perlu membawa banyak barang. Jangan berpikir kita akan mengangkut seluruh hidup kita dari sini. Ini bukan tentang itu.” Ia menghela napas sejenak, memastikan kata-katanya sampai pada mereka dengan jelas. “Kita hanya butuh beberapa pakaian dan barang-barang penting. Sisanya bisa kita beli nanti.”

Past Love | bluesyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang