BAB 31 Jiwa Baru

672 76 11
                                    

*Flashback Off

"Mom, kenapa Mommy menangis?" Suara manis Raiden membuat Freen kembali tersadar dari lamunannya.

"Kumohon jangan menangis, Mom. Mommy sendiri yang bilang kalau dia sudah berada di tempat yang lebih baik sekarang." Raiden menyeka air mata ibu kesayangannya dengan jari kecilnya.

Freen tersenyum lemah, "Ya nak, kamu benar"

"Dia pasti sedih kalau Mommy sedih" Raiden masih terus menyeka air mata ibunya.

"Iya sayang" Freen meraih tangan kecil anak lelakinya dan menciumnya lembut.

"Sekarang, sapalah dan katakan padanya apa yang kalian lakukan bulan lalu, sehingga kita tidak datang berkunjung" Freen memberikan instruksi kepada si kembar tidak identik kesayangannya.

Freen hanya tersenyum menyaksikan bagaimana Raiden dan Katherine bergantian untuk menceritakan kisah mereka di depan nisan itu.

'kamu melihatnya kan? Betapa cepatnya mereka tumbuh dewasa. Kamu selalu mengawasi mereka kan?' Monolognya saat mengawasi anak-anaknya bercerita di depan makam tersebut.

-

-

-
"MOMMY!"

Freen menoleh dan melihat bungkusan kecil berjalan ke arahnya, Freen tersenyum dan berlutut. Dengan sigap mengangkatnya ke dalam pelukan.

"Apa Daddy berhasil mengganti popokmu dengan benar?" Freen bertanya kepada putra kecilnya itu.

"Mmmm" dia mengangguk dan tersenyum, menunjukkan lesung pipitnya.

"Apa kamu tidak mempersulit Daddy?"

"Mmm" Anak kecil itu mengangguk lagi.

"Good Boy" Freen menurunkannya "Sekarang bermainlah dengan kedua kakakmu"

Sebelum pergi tidak lupa anak laki kecil itu memberikan kecupan di pipi ibunya. Freen tersenyum melihat betapa lucunya anak ketiganya ini.

Freen melihatnya berjalan menuju Katherine dan Riden. Putranya itu berusia tiga tahun saat ini, dan dia mengingatkannya pada pahlawannya.

Sekali lagi Freen melamun sampai dia merasakan sepasang lengan memeluk pinggangnya dan ciuman lembut di pipinya.

"Hai Sayang..."
-

-

-
*POV Seseorang

Aku melingkarkan tanganku di pinggang rampingnya dan memberinya kecupan di pipinya.

"Hai, Babe" jawabnya lembut.

Aku tersenyum dan mengeratkan pelukanku kepadanya sambil memperhatikan anak-anak kami. Kemudian si bungsu menoleh kearah kami dan berteriak "Daddy" saat dia melihatku dan berlari ke arah kami.

Dia sempat tersandung dan jatuh tertelungkup di tanah. Dia mengangkat wajahnya, aku tahu dia sudah siap menangis. Aku berjalan mendekatinya, berlutut dan mengendongnya.

"Jangan menangis, kamu sudah besar" Aku mencoba berbicara kepadanya saat dia mulai menangis.

Dia mengangguk, mencoba untuk berhenti menangis.

"Kami menamaimu dengan namanya karena kami ingin kamu jadi seberani dan sekuat dia"

"Dia menyelamatkanmu, kan, Daddy?"

"Iya sayang dia melakukannya. Dia juga orang yang menyelamatkan Ibu dan Kakek"

"Dia pasti seorang pemberani" tangisnya mereda digantikan dengan rasa penasarannya.

Sedekat Nadi (Beckyfreen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang