27. Sadar, Meski Tak Pudar

1.4K 164 24
                                    

SELAMAT MEMBACA ❤️

---------------------

"Bagaimana bisa seseorang
Memilih dengan siapa ia akan bersama?

Seperti embun merindu petang
Mengapa hati harus luruh kepadamu saja?

Walau tlah coba kurengkuh langit yang selalu nampak tinggi nan terlalu jauh."

(Hal - Bagaimana Bisa Seseorang)

●○•♡•○●

Setelah sekian lama bergelut dan berjuang dengan tugas akhirnya, Dika pada akhirnya maju untuk melakukan sidang tugas akhirnya. Dengan diiringi doa dari orang-orang tersayangnya, Dika pada akhirnya mampu melalui semuanya dengan mulus dan tanpa kendala apa pun.

Setelah keluar dari ruang sidang, Dika memang tidak mengharapkan siapa-siapa untuk datang. Apalagi, ketiga kakaknya yang sibuk untuk mencari pundi-pundi rupiah. Jika dibilang sedih, Dika sangat sedih. Namun, itu adalah hal yang menurutnya tak perlu ia keluhkan. Dengan ia berhasil pun sudah sangat cukup baginya.

Beberapa sahabat-sahabatnya di kampus, datang memberi ucapan selamat dengan memberikan Dika beberapa bukcet yang isinya bermacam-macam. Terlebih lagi, ada adiknya disana yang baru saja datang. Senyuman khasnya sudah terlihat bahkan dari kejauhan. Tipis, namun penuh kelembutan;

Kala Nawasena.

"Mas, selamat, ya!" ucap Sena.

Jika dirumah, Sena dan Dika memang seperti musuh bebuyutan. Namun, di tempat umum seperti ini, mereka mampu menyesuaikan situasi, dan cenderung saling menghargai.

"Na?"

Namun, tanpa di duga, Sena langsung menarik Dika ke dalam pelukannya.

"Mas, aku bangga sama Mas!" kata Sena setengah berbisik.

Sena melepaskan pelukan singkatnya itu pada Dika, lalu tersenyum ke arah sahabat-sahabat Dika. Mereka sudah tahu, jika Sena adalah adik dari Dika.

"Na, tapi tadi lo bilang nggak bisa datang!" Dika hanya bisa tertawa haru.

"Mas beneran mikir aku nggak bakal datang, bahkan disaat kita satu kampus?" tanya Sena.

Dika hanya bisa tertawa. Namun, ada seseorang lain yang mencuri atensi Dika. Seorang perempuan yang berjalan ke arahnya. Perempuan itu berjalan dengan senyuman lebarnya. Sena sudah tahu, jika itu adalah Alana, sahabat dari Dika.

"Dikaaaa! Selamat, ya!" kata Alana seraya memberi Dika sebuah bucket berisi bunga tulip.

"Lan, repot-repot banget lo bawa ginian! Makasih banyak, ya!" kata Dika tidak bisa menyembunyikan senyumannya.

"Iya, repot banget! Lo suka bunga dandelion, kan? Makannya gue bawain bunga tulip," kata Alana yang membuat Dika tertawa.

"Aneh banget! Tapi, kalau nggak aneh, emang bukan lo, sih!" kata Dika lagi.

"Hai, Kala! Udah lama nih kita nggak ketemu. Padahal, gue selama di kampus sama kakak lo terus," kata Alana.

Sena tertawa kecil seraya menjawab, "Ya iyalah, Kak. Gue di kampus juga kan nggak ngintilin Mas Dika mulu!"

"Iya juga," kata Alana.

"Lan, gue keluar dulu, ya? Sumpek. Butuh refresh otak!" kata Dika yang diangguki oleh Alana.

Dika pun merangkul Sena untuk ikut keluar bersamanya.

"Kak, gue duluan, ya!" pamit Sena pada Alana, yang di balas oleh Aluna dengan anggukan dan acungan jempolnya.

IN THE END ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang