SELAMAT MEMBACA ❤️
---------------------
"Pikirku pun melayang
Dahulu penuh kasih
Teringat semua cerita orang
Tentang riwayatku."(Melly Goeslaw - Bunda)
●○•♡•○●
Katanya, kasih sayang yang tidak akan pernah pudar sepanjang masa, adalah kasih sayang dari seorang ibu.
Dan katanya, cinta yang paling murni didunia ini, adalah cinta dari seorang ibu.
Lalu, bagaimana dengan mereka yang sudah kehilangan kasih sayang dan cinta mereka dimuka bumi ini?
Bagaimana dengan mereka yang bahkan tidak pernah merasakan sentuhan kasih itu dari semenjak mereka hadir ke dunia ini?
Beberapa orang, memang Tuhan takdirkan untuk menjadi lebih kuat dari manusia-manusia lainnya.
Sapta Sadana, salah satunya.
Semenjak lahir, Sapta tidak pernah sedikit pun merasakan lembutnya usapan tangan seorang ibu. Ibu meninggal tepat saat Sapta di lahirkan kedunia.
Tak hanya itu. Bahkan, Sapta kecil pun harus ditinggalkan oleh Bapak untuk bekerja, yang sampai sedewasa ini pun Sapta tidak pernah tahu apakah Bapak memang masih hidup, atau pun tidak.
Sapta tumbuh dengan kasih sayang dari keenam kakaknya. Itu pun bukanlah perkara mudah.
Karena, kakak ketiganya-Jantera-sempat menyalahkan Sapta atas kepergian ibu, dan menganggap kehadiran Sapta adalah sebuah kesialan dalam hidupnya.
Sapta harus menanggung beban dan rasa bersalah itu dari masa ke masa. Bahkan, Mas Abi dan Mas Raga pun kesulitan memberikan pengertian pada Jantera.
Namun, semakin dewasa, Jantera semakin sadar. Apa yang terjadi pada kehidupan mereka, bukanlah salah Sapta. Bukan juga salah siapa-siapa.
Perlahan, Jantera mulai membuka hatinya untuk Sapta. Dan kini, Sapta, adalah adiknya yang tidak pernah lepas dari pengawasannya.
●○•♡•○●
"Assalamu'alaikum. Mas Abi, ini Sapta. Ini pakai nomor guru piket. Sapta hari ini izin pulang telat, ya? Sapta ada kelas tambahan buat persiapan ujian nanti. Tadi pagi Sapta udah izin kok sama Abang. Jadi, nanti Sapta pulang sendiri aja. Udah ya, Mas. Sapta mau bilang itu aja."
Setelah mengirim pesan tersebut, Sapta langsung menyerahkan ponsel yang tadi ia pakai untuk menghubungi Mas Abi itu kembali ke guru piket seraya berkata, "Terimakasih banyak ya, Bu."
Selain belum memiliki ponsel, sekolah Sapta pun memang melarang para siswanya untuk membawa ponsel.
Jika ada keperluan, para siswa bisa memakai ponsel guru piket, atau pun telepon milik sekolah. Maka dari itu, Sapta mencatat nomor telepon Mas Abi, Mas Raga, dan Jantera pada selembar kertas, membungkusnya dengan plastik bening agar tidak luntur, lalu menyimpannya di dompetnya.
"Udah izinnya?" tanya Riko yang ternyata masih menunggu Sapta di luar ruang guru.
"Udah," balas Sapta.

KAMU SEDANG MEMBACA
IN THE END ✔
Teen FictionKatanya, rumah itu akan terasa hidup jika di dalamnya lengkap dan hangat. Lalu, bagaimana dengan tujuh bersaudara ini? Abinara Madana, tidak pernah menyangka jika kehidupannya yang pertama kali di dunia ini, ia tak hanya harus menjadi anak sulung. N...