Keheningan membentang dari dalam mobil. Baik Kimberly dan Damian masih diam tak mengeluarkan sepatah kata pun. Sejak tadi pria tampan itu fokus melajukan mobilnya. Sementara Kimberly memilih melihat ke luar jendela dengan raut wajah yang sedikit panik.
Sesekali, Kimberly mencuri-curi melihat Damian yang sedang fokus melajukan mobil. Akan tetapi, itu hanya sebentar saja. Detik berikutnya, wanita itu kembali melihat ke luar jendela. Tak bisa dipungkiri kata-kata Damian tadi terus terngiang dalam benak Kimberly. Bahkan kata-kata itu sukses membuat darahnya seakan berdesir.
"Kim," panggil Damian yang sontak membuat Kimberly sedikit terkejut.
"Hm?" Kimberly membuyarkan lamunannya, menatap Damian.
"Aku lihat kau sangat membenci saudara tirimu," ucap Damian memulai percakapan.
"Aku tidak membencinya. Aku hanya kurang menyukainya saja," jawab Kimberly dengan suara dingin dan tenang.
"Kurang menyukai dan membenci adalah dua hal yang nyaris sama, Kim."
"Berbeda, Damian. Jangan disamakan."
"Kalau begitu, kenapa kau tidak menyukai saudara tirimu? Apa karena ibu tirimu jahat? Jika iya, artinya hidupmu seperti Cinderella."
"Ck! Bukan itu, Damian. Selama ini ibu tiriku baik. Bahkan belum pernah satu kalipun ibu tiriku membentakku atau memarahiku."
"Lalu?"
"Aku kurang menyukai Gilda, karena dia menyebalkan. Dia selalu membuatku marah. Aku tidak suka padanya. Sudah, jangan membahasnya lagi. Aku selalu emosi kalau mendengar namanya."
Damian tersenyum samar seraya melirik Kimberly sekilas. Wajah kesalnya sangat menggemaskan di matanya. Bibir merah wanita itu menggerutu menunjukkan kekesalan, dan sangat lucu baginya.
"Damian, kenapa kau tersenyum seperti itu?" seru Kimberly kala Damian terus melukiskan senyuman yang seolah mengejeknya.
"Kau lucu, Kim," jawab Damian seraya mencubit pelan hidung mancung Kimberly.
"Aku bukan badut, Damian. Kenapa kau bilang aku lucu?!"
"Jika kau badut, tidak mungkin aku mau jalan denganmu. Badut tubuhnya terlalu besar, Kim."
Kimberly berdecak. "Sebenarnya kau ingin mengajakku ke mana, Damian?"
"Ke suatu tempat, tapi kita mampir ke restoran dulu. Kau pasti belum makan, kan?"
"Iya, aku belum makan, tapi sepertinya aku tidak mau makan malam. Kemarin aku menimbang dan tubuhku naik satu kilogram. Aku tidak mau gemuk. Nanti bajuku tidak ada yang muat."
"Kau tidak gemuk, Kim."
"Iya, tapi timbanganku naik satu kilogram, Damian."
"Seorang wanita sering naik berat badan, karena bahagia. Itu artinya selama di sini kau bahagia bersama denganku, Kim."
Tampak raut wajah Kimberly merona malu mendengar apa yang diucapkan oleh Damian. Namun, buru-buru dia membuang tatapannya ke sembarangan arah. Dia tak mau sampai Damian mengetahui dirinya merona malu akibat ucapan pria itu.
"Ya sudah, aku mau makan. Cepat kau lajukan mobilmu. Aku mau makan selagi belum terlalu malam."
Damian tak mengatakan sepatah kata pun kala mendengar ucapan Kimberly. Pria itu hanya melemparkan senyuman samar seraya mengusap-usap puncak kepala Kimberly. Detik selanjutnya, dia kembali memfokuskan laju mobilnya membelah kota Chicago—menuju restoran yang letaknya tak terlalu jauh dari tempat mereka berada.
***
Restoran mewah yang menjadi tempat di mana Damian dan Kimberly makan malam terlihat sepi. Bahkan tak terlalu banyak pengunjung yang datang. Dia sengaja mengajak Kimberly ke sebuah restoran yang tak terlalu ramai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Damian & Kimberly
RomanceSebelum baca cerita ini, follow dulu akun ini dan follow instagram: abigailkusuma8 Warning 21+ (Mature content) *** Pernikahan layaknya princess di negeri dongeng adalah impian Kimberly Davies. Akan tetapi, siapa sangka semua impiannya hancur kala...