Bab 74. Ernest's threat

99 6 0
                                    

Athena, Yunani.

Sebuah kamar megah dengan nuansa gold serta lukisan-lukisan dari pelukis ternama membuat semua orang yang datang ke kamar ini pasti akan kagum. Aroma pengharum ruangan mahal layaknya berada di sebuah kerajaan. Tatanan kamar ini bergaya modern seorang putri raja.

"Nyonya, apa Anda yakin akan pergi ke Los Angeles sekarang?" tanya seorang pria pada wanita yang duduk di sofa dengan raut wajah begitu frustrasi.

"Iya, aku harus kembali ke sana. Aku tahu Damian pasti masih mencitaiku. Aku akan meminta maaf atau melakukan apa pun asal dia kembali denganku." Wanita itu berucap dengan nada lirih dan lemah. Derai air matanya tak kunjung berhenti berlinang. Benak wanita itu hanya dipenuhi dengan Damian. Matanya memerah namun jelas menunjukkan kerinduan mendalam.

"Nyonya, mendapatkan maaf dari Tuan Damian mungkin saja bisa, tapi jika yang Anda inginkan kembali padanya, saya rasa itu mustahil, Nyonya," ucap sang pria yang merupakan asisten dari wanita itu.

"Damian pasti mau kembali padaku!" isak wanita itu sesenggukan. "Dulu dia sangat mencintaiku. Hanya aku yang Damian cintai, bukan yang lain! Kau lihat, kan? Hingga detik ini, Damian belum mau menikah. Semua mengartikan kalau dia tidak bisa melupakanku."

"Nyonya, mungkin saja Tuan Damian telah menjalin hubungan dengan wanita lain, tapi tidak pernah mau menunjukan pada publik. Bukan saya mematahkan semangat Anda, Nyonya, hanya saja hubungan Anda dan Tuan Damian sudah lama sekali berakhir. Jadi semua itu akan percuma. Saya tidak ingin Anda menyia-nyiakan hidup Anda," ucap pria itu menasihati.

"Tidak mungkin. Damian pasti hanya mencintaiku. Aku tahu, Damian bukan pria yang mudah untuk jatuh cinta pada wanita lain. Damian tidak mungkin melupakanku begitu saja. Semua kenangan aku dengannya sangat indah. Andai saja kandunganku masih bertahan, pasti aku dan Damian sudah hidup bahagia bersama dengan anak-anak kami." Wanita itu berucap dengan derai air mata pilu.

"Nyonya, kenangan Anda dan Tuan Damian memang sangat indah, tapi Anda jangan lupa Anda yang menyebabkan kandungan Anda tidak bisa dipertahankan. Saya yakin, kalau Tuan Damian kembali melihat Anda, yang ada hanya kebencian bukan kerinduan." Pria itu berkata cukup tegas—dan langsung membuat sang wanita bungkam seribu bahasa.

***

Los Angeles, California, USA.

"Aku tidak suka berbasa-basi, Gilda. Kemarin kau sudah berbicara dengan Kimberly. Aku yakin Kimberly membahas tentang perselingkuhanmu dan Fargo, kan?" Ernest mulai bersuara. Nadanya tegas, menusuk, dan to the point. Sepasang iris mata Ernest begitu tajam menatap Gilda. Geraman kemarahan tertahan begitu terlihat jelas.

Jantung Gilda nyaris berhenti berdetak mendengar ucapan Ernest. Raut wajah wanita itu pucat pasi ketakutan. Dada Gilda bergemuruh. Tangannya keringat dingin. Benak Gilda berputar memikirkan alasan yang paling tepat.

"Dad, ini tidak seperti yang kau bayangkan. Aku hanya—"

"Kau masih mencari alasan, Gilda? Semua bukti sudah sangat jelas, Gilda! Kau berselingkuh dengan Fargo bahkan kau sampai mengandung anaknya! Kenapa kau sampai sejahat itu pada putriku, Gilda?! Aku selalu memperilakukanmu dengan baik. Aku juga memberikan kemewahan padamu. Kenapa kau menghancurkan rumah tangga putriku?!" seru Ernest begitu menggelegar dan keras.

"Dad—" Gilda menunduk tak berani menatap Ernest. Bulir air mata Gilda menetes jatuh membasahi pipinya. Sungguh, Gilda pun tak pernah mengira kalau dirinya keguguran. Rasa campur aduk kekacauan begitu mengguncang ketika telah mengetahui kandungannya tak bisa dipertahankan.

"Ernest, aku mohon—"

"Diam, Maisie! Kau tidak bisa menghalangiku bicara dengan putrimu! Kau sangat tahu di sini Gilda yang bersalah! Jadi lebih baik kau diam! Tidak usah ikut campur!" bentak Ernest penuh peringatan pada sang istri.

Maisie menunduk kala Ernest membentaknya. Tak ada kata yang bisa Maisie ucap. Sebab ini adalah kesalahan Gilda. Apa yang dilakukan putrinya itu sungguh keterlaluan bahkan sulit termaafkan. Sebagai seorang wanita, Maisie memaklumi Kimberly membenci Gilda. Namun, sebagai seorang ibu, tentu tetap saja Maisie tak tega walaupun Gilda berada di posisi yang bersalah.

Tubuh Gilda bergetar mendengar bentakan Ernest. Mata Gilda menatap Ernest begitu ketakutan. Jantung berpacu lebih cepat akibat serangan panik. Gilda menyadari sekeras apa pun dirinya mengelak, tetap saja semua akan menyudutkannya berada di posisi bersalah. Semua orang tak akan pernah bisa mengerti posisi dirinya.

"Aku dan Fargo menjalin hubungan sebelum Fargo dan Kimberly menikah, Dad." Gilda berucap pelan seraya menyeka air matanya. "Aku mencintai Fargo. Begitu pun dengan Fargo yang mencintaiku. Dad, Fargo menikah dengan Kimberly karena terpaksa. Fargo didesak keluarganya untuk menikah dengan Kimberly. Aku tidak pernah merebut Fargo dari Kimberly. Sejak awal, Fargo memang sudah menjadi milikku."

Napas Ernest memburu mendengar penjelasan Gilda. Kilat mata pria paruh baya itu begitu tajam dan memendung amarah tertahan. "Kenapa kau tidak mengatakan ini sejak awal, Gilda?! Kenapa? Kalau aku tahu kau sebelumnya menjalin hubungan dengan Fargo, aku tidak akan pernah membiarkan putriku menikah dengan pria berengsek itu! Kau egois, Gilda! Kau hanya mementingkan dirimu sendiri!" serunya menggelegar.

"Di mana letak aku egois, Dad? Bukankah aku sudah berbaik hati merelakan kekasihku menikah dengan Kimberly? Kenapa kau masih mengatakan aku egois?" Gilda menatap Ernest dengan mata yang memerah akibat tangisnya.

Plakkkk

Sebuah tamparan keras terlayang ke pipi kanan Gilda, hingga membuat tubuh wanita itu terjatuh di ranjang. Maisie yang ada di samping Gilda begitu terkejut kala Ernest menampar putrinya. Dengan cepat, Maisie membantu Gilda untuk duduk kembali. Pun Maisie memberikan pelukan pada sang putri erat.

"Kau harus minta maaf pada Kimberly, Gilda. Kau tetap bersalah. Harusnya kau tidak melakukan ini. Bagaimanapun status Kimberly sekarang adalah istri Fargo." Maisie berujar cemas menasihati putrinya.

Gilda diam dan tak lagi bisa berucap. Wanita itu masih terisak akibat tamparan yang diberikan Ernest padanya. Tak pernah Gilda sangka kalau Ernest sampai memukulnya.

"Tidak perlu! Aku tahu siapa putriku! Meminta maaf hanyalah percuma! Kimberly pasti tidak mau lagi melihat wajahmu!" seru Ernest dengan tatapan tajam pada Gilda. "Mulai detik ini, kau harus angkat kaki dari mansion-ku, Gilda. Kau tidak bisa lagi tinggal di mansion-ku. Jika kau ingin bertemu dengan ibumu, silakan bertemu di luar. Jika kau masih ingin melanjutkan hubunganmu dengan Fargo, aku tidak peduli. Putriku pasti akan menuntut cerai dari Fargo. Ingat, ini terakhir kali kau mengganggu kehidupan putriku. Jangan lagi kau mengusik kehidupan putriku lagi!" Ernest berkata tegas, dan penuh peringatan serta ancaman. Detik selanjutnya, pria paruh baya itu melangkah pergi meninggalkan ruang rawat Gilda.

Tatapan Gilda menatap nanar punggung Ernest. Derai air mata Gilda terus berlinang deras. Wanita itu tak mengira kalau Ernest akan sampai mengusirnya. Kebencian Gilda semakin kuat. Ini semua karena Kimberly. Akar masalah ini karena Kimberly.

"Kenapa kau setega ini pada Kimberly, Gilda? Kau bahkan sampai mengandung anak Fargo. Jika kau memang mencintai Fargo dan menginginkannya, jangan buat Kimberly berharap pada Fargo, Nak," ucap Maisie dengan air mata pilu menatap putrinya.

"Fargo tidak pernah menginginkan Kimberly. Pernikahan mereka hanya status, Mom. Fargo pun tidak pernah menyentuh Kimberly. Fargo tidak tertarik pada anak tirimu itu. Fargo hanya milikku, Mom," seru Gilda penuh penekanan.

Maisie tak langsung menjawab kala mendengar ucapan Gilda. Selama ini dia tidak pernah mengira Gilda memiliki hubungan dengan Fargo. Andai dia tahu, pasti dirinya tak akan membiarkan Kimberly dan Fargo menikah. Sungguh, Maisie iba pada Kimberly.

"Kelak, kalau kau tahu rasanya kehilangan, kau akan merasakan sakitnya menjadi Kimberly, Gilda. Mommy bukan membela Kimberly, tapi Mommy ingin kau sadar kalau apa yang kau lakukan itu salah," ucap Maisie yang membuat Gilda terdiam.

***


Damian & KimberlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang