Bab 93. Birthday?

89 6 0
                                    

"Fargo bukan ayah dari bayi yang aku kandung, Carol."Bibir Carol menganga terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Kimberly. Lidahnya menjadi kelu. Otaknya blank seketika—menjadikan dirinya begitu bodoh sampai tak tahu cara merespon. Sepasang iris mata Carol menatap lekat Kimberly seakan memberikan tatapan menuntut sebuah penjelasan. Rasanya Carol seperti mimpi. Pasalnya dia sangat mengenal Kimberly. Dia sangat tahu Kimberly bukan tipe wanita yang suka berganti-ganti pria. "Kim, k-kau sedang tidak bercanda, kan?" Carol akhirnya mengeluarkan suara, demi meminta penjelasan agar otaknya tak menghakimi sahabat baiknya lebih dulu. Kimberly mengatur napasnya. Sekarang, dia tak memiliki siapa pun untuk tempatnya bercerita. Selama ini hanya Damian saja yang tahu segalanya. Dalam hal seperti ini, dia harus segera menjelaskan pada Carol. Dia tak ingin Carol sampai mendengar masalahnya dari orang lain. Pun dia yakin Carol bisa menjaga rahasianya dengan baik. "Aku belum pernah berhubungan seks dengan Fargo, Carol," ucap Kimberly yang seketika itu juga membuat mata Carol melebar. "Dari awal aku menikah, Fargo tidak pernah menyentuhku. Kami memang tidur di ranjang yang sama, tapi kami tidak pernah melakukan hubungan suami istri. Fargo menikahiku hanya murni karena keterpaksaan. Sebelum menikah denganku, Fargo sudah memiliki hubungan dengan Gilda." Kimberly menjeda sebentar, lalu melanjutkan, "Bisa dikatakan aku dan Fargo hanya status suami istri saja, tapi kami memiliki pasangan masing-masing. Kami sama-sama selingkuh." Carol diam seribu bahasa mendengar ucapan Kimberly. Otaknya mencerna Kimberly dan Fargo sama-sama sudah gila. Sungguh, Kimberly dan Fargo adalah pasangan suami istri tergila yang pernah Carol temui. Fargo menghamili wanita lain. Sementara Kimberly dihamili pria lain. Astaga! Otak Carol seperti stuck berpikir. "Siapa ayah dari bayi yang kau kandung, Kim? Apa aku mengenalnya?" Pertanyaan ini sudah tak bisa lagi ditunda-tunda. Carol langsung bertanya siapa ayah dari bayi yang ada di kandungan Kimberly. "Damian," jawab Kimberly pelan. "What? Damian? Maksudmu—" "Damian Darrel, Paman tiri Fargo." "Oh, God! Damian Darrel, Paman tiri Fargo?" Carol bangkit berdiri akibat rasa terkejutnya. Wanita itu meremas-remas rambut panjangnya. "Di sini aku yang sudah gila, atau kau yang sudah gila, Kim? Bagaimana bisa kau mengandung anak dari Paman tiri suamimu sendiri?" Carol bukan bermaksud menyudutkan, tapi dia hanya ingin memastikan bahwa semua yang dia dengar ini adalah nyata. "Aku pertama kali bertemu dengan Damian ketika aku sedang di klub malam, Carol. Saat itu aku kesepian Fargo jarang pulang dan tidak pernah menyentuhku, padahal aku dan Fargo sudah resmi menikah. Stress membuatku akhirnya pergi ke klub malam, dan mabuk sampai bertemu dengan Damian. Kami sama-sama terbawa suasana sampai lepas kendali dan berakhir di ranjang." "Setelah kejadian itu, aku berusaha menghindar dari Damian, tapi ternyata setiap kali aku menjauh, takdir seakan membuatku dekat dengannya. Hingga akhirnya aku dan Damian saling jatuh hati. Kami menjalin hubungan diam-diam di belakang keluarga kami." "Tidak ada yang tahu hubunganku dengan Damian, Carol. Kau bisa menganggapku sudah gila, karena di awal, aku pun merasa diriku sudah gila mengencani Paman tiri suamiku sendiri. Tapi aku tidak bisa munafik, aku mencintai Damian. Aku sangat menginginkannya. Damian berbeda dengan Fargo. Selama ini Damian peduli dan memperilakukanku dengan cara yang luar biasa istimewa. Berbeda dengan Fargo yang hanya memedulikan Gilda." "Aku mengakui diriku sempat merasa bersalah pada Fargo, karena dulu aku pikir hanya aku yang beselingkuh. Sekarang setelah semua terungkap, aku memang kecewa karena telah ditipu oleh Fargo, tapi aku tidak memungkiri aku juga bersyukur. Paling tidak bukan hanya aku yang bersalah." Carol bungkam mendengar apa yang dikatakan oleh Kimberly. Tak pernah dia sangka hidup teman baiknya serumit ini. Dia tak tega menyalahkan Kimberly. Ditambah Fargo pun pria berengsek. Jadi, baginya apa yang dilakukan Kimberly tidak sepenuhnya salah. Carol menyentuh tangan Kimberly. "Kau tidak sepenuhnya bersalah, Kim. Bagiku kau sudah melakukan hal yang benar. Tidak usah pedulikan ucapan orang lain. Jujur, aku memang terkejut ayah dari bayi yang kau kandung itu adalah Damian, tapi aku lihat selama ini Damian memiliki segala aspek yang diidamkan banyak wanita. Kau dan Damian pasti akan bisa melewati ini semua, Kim. Masalah pasti akan segera berlalu." Kimberly tersenyum merespon ucapan Carol. "Sekarang beri tahu aku, kenapa kau datang ke apartemenku dengan wajah pucat dan kacau. Apa kau ada masalah, Kim?" Carol bertanya dengan nada ingin tahu tersirat cemas. "Tadi Fargo hampir memerkosaku," jawab Kimberly sontak membuat Carol terkejut. "What the fuck?! Bukankah dia tidak pernah mencintaimu? Kenapa bajingan itu malah ingin memerkosamu?" seru Carol berapi-api."Fargo menemukan hasil USG kehamilanku di kamar, Carol. Dia marah dan melampiaskan emosinya dengan niat memerkosaku. Dia juga bilang tidak mau bercerai dariku. Aku tidak tahu alasan kenapa dia malah tidak mau bercerai dariku. Dia menginginkan Gilda, dan tidak akan melepas Gilda, tapi dia juga tidak ingin melepasku." Kimberly menceritakan kejadian yang menimpa dirinya tadi. Saat Kimberly keluar rumah dalam keadaan pakaiannya sudah robek. Beruntung, dia selalu memiliki pakaian ganti di dalam mobilnya. Paling tidak, dia tadi tak sampai malu di jalan karena memakai dress robek yang memperlihatkan bra-nya. "Bajingan! Fargo benar-benar bajingan! Jika saja Fargo di sini, sudah pasti aku akan membunuhnya dengan tanganku sendiri! Awas pria sialan itu!" Carol mengepalkan tangan dengan begitu kuat. "Sudahlah, Carol. Terpenting aku sudah selamat dan terbebas darinya," jawab Kimberly pelan. "Wait, tapi Damian tahu kan kalau kau hamil?" "Belum, belakangan ini Damian sangat sibuk, Carol." "Ya Tuhan, Kim. Meski Damian sibuk tetap saja pasti dia akan mencarimu. Sesibuk-sibuknya seorang pria, dia akan tetap memberikan waktunya untuk memberikan pesan singkat pada wanita yang dia cintai. Tunggu, aku akan beriksa ponselmu. Aku yakin pasti Damian menghubungimu. Tadi aku terlalu panik melihatmu pingsan sampai aku tidak melihat ponselmu." "Aku menonaktifkan ponselku, Carol." "Kenapa kau menonaktifkan ponselmu, Kim?" "Aku takut kalau kalau Fargo melacakku, Carol. Jadi aku memutuskan menonaktifkan ponselku." "Astaga, Kim. Jika Fargo berani datang ke sini, aku bersumpah akan menusuk pisau bedah ke jantungnya langsung!" Kimberly hanya memberikan senyuman samar di wajahnya. Tubuhnya terlalu lemah untuk melakukan sebuah gerakan. Detik berikutnya, Carol segera mengeluarkan ponsel Kimberly yang ada di dalam tas—dan mengaktifkan ponsel teman dekatnya itu. Saat ponsel Kimberly sudah aktif, dering notification tak kunjung berhenti. Tatapannya melebar melihat panggilan tak terjawab dari nomor Damian lebih dari tiga puluh panggilan. Buru-buru Carol memberikan ponsel di tangannya pada Kimberly. "Kim, pesan dan telepon masuk dari Damian banyak sekali," ucap Carol yang tak menyangka Damian sampai mencerca puluhan kali menelepon Kimberly. Kimberly segera mengambil ponsel yang diberikan oleh Carol. Tatapannya teralih pada layar ponselnya—senyum di wajah Kimberly terlukis melihat Damian memberikan banyak pesan dan juga banyak menghubunginya. Dia hendak membuka pesan, tapi suara dering pengingat alarm muncul membuat Kimberly terpaku terkejut. *Damian's Birthday.*"Ya Tuhan, aku lupa." Kimberly mendesah panjang. Ulang tahun Damian adalah hari ini, tepat sekarang jam dua belas malam. Hari sudah berganti. Sungguh, dia benar-benar lupa. Beruntung sebelumnya, dia sudah mengatur alarm tanda mengingat ulang tahun Damian. Sekarang dirinya sekarang berada di rumah sakit. Tak mungkin memberikan hadiah untuk Damian."Kim, kau lupa apa?" tanya Carol bingung. "Hari ini adalah ulang tahun Damian, Carol. Aku lupa. Beruntung aku sudah mengatur alarm-ku sebagai pengingat. Terlalu banyak masalah sampai aku lupa. Kondisiku di sini tidak mungkin untuk memilih hadiah. Bodoh sekali aku," jawab Kimberly menyesali kebodohannya. "Kim, Damian memiliki segalanya. Aku yakin, Damian juga pasti menganggapmu adalah hadiah yang terindah. Tidak usah dipikirkan. Yang paling penting adalah kebersamaan kalian, Kim," kata Carol hangat, dan lembut. Kimberly terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh Carol. Tangannya langsung mengusap-usap perutnya. Makhluk kecil di perutnya adalah hadiah terindahnya dan Damian. Ya, dia akan memberitahukan kehamilannya pada Damian saat mereka merayakan pesta ulang tahun. "Carol," panggil Kimberly pelan dan lembut. "Ada apa, Kim?" Carol menatap lekat Kimberly. "Aku membutuhkan bantuanmu. Apa kau mau membantuku?" "Of course, aku pasti akan membantumu. Bantuan apa yang kau butuhkan, Kim?" "Tolong jangan sampai biarkan ada yang tahu aku pendarahan. Yang boleh tahu hanya kau dan aku saja. Aku tidak mau sampai ada yang tahu aku hamil, Carol. Aku dan Fargo masih belum resmi bercerai." "Kau tenang saja, Kim. Aku pasti akan menjaga rahasiamu. Nanti aku juga bicara pada dokter yang menanganimu untuk tidak memberitahukan pada siapa pun." Kimberly tersenyum merespon ucapan Carol. Detik berikutnya, dia memilih untuk menghubungi nomor Damian. Namun, suara dering ponsel Damian begitu dekat ke ruang rawatnya. Refleks, Kimberly segera mengalihkan pandangannya ke arah pintu—begitu pun dengan Carol yang juga mengalihkan pandangannya ke arah pintu. "Damian?" Wajah Kimberly merekah melihat Damian berdiri di ambang pintu. Hatinya menyejuk, rasanya sudah lama sekali Kimberly tak melihat sang kekasih. Damian tak memberikan berkata sepatah kata pun. Pria itu mendekat, dan langsung memeluk erat Kimberly. Pun, Kimberly membenamkan wajahnya di dada bidang Damian. Carol yang ada di sana segera pergi, memberikan ruang untuk Damian dan Kimberly. "Maaf aku terlalu sibuk sampai terlambat tahu kau di sini. Maafkan aku, Kim." Damian memeluk erat Kimberly, menghujani sang kekasih dengan kecupan bertubi-tubi. Rasa khawatir, dan cemas Damian sirna melihat Kimberly sudah membuka mata. "Mulai sekarang aku akan menjadi wanita yang pecemburu. Aku akan marah padamu kalau kau sampai mengabaikanku." Bibir Kimberly mengerut. Semua ketakutan di hatinya lenyap, karena Damian sudah ada di sisinya. Damian menarik dagu Kimberly, mencium dan melumat lembut bibir sang kekasih. "Iya, aku tidak akan mengulangi lagi. Tadi pagi aku sudah mengirimkanmu pesan, tapi aku tidak menyadari pesanku tidak terkirim. Aku ke sini belum sempat menemui dokter. Aku langsung ke ruang rawatmu karena terlalu khawatir terjadi sesuatu padamu. Katakan padaku, kenapa kau bisa sampai pingsan? Kau masih kelelahan mengurus perceraian?" "Iya, aku kelelahan." Kimberly tersenyum hangat. Ingin rasanya dia memberi tahu pada Damian tentang kehamilannya, tapi dia memilih menunggu tepat diperayaan ulang tahun kekasihnya itu. "Kim, aku sudah bilang jangan sampai kau kelelahan. Kenapa kau keras kepala? Mulai sekarang kau istirahat total. Tidak usah mengurus perceraianmu. Tidak usah mengurus perusahaan. Kau wajib menuruti perkataanku. Aku tidak mau kau sampai sakit, Kim," kata Damian menekankan, dan tak ingin dibantah sedikit pun. "Aku akan menuruti keinginanmu, tapi bolehkan aku meminta sesuatu darimu?" pinta Kimberly lembut. "Katakan, apa yang kau inginkan, hm?" Damian mencium hidung Kimberly. "Aku ingin tinggal denganmu di penthouse-mu. Aku tidak mau lagi tinggal dengan Fargo," ucap Kimberly pelan menahan luka setiap kali menyebut nama Fargo. "Apa Fargo melakukan sesuatu yang buruk padamu?" Raut wajah Damian berubah. Sepasang iris mata cokelat gelapnya menatap lekat Kimberly. Kimberly kian membenamkan wajahnya di dada bidang Damian. "Aku hanya tidak mau jauh darimu. Aku ingin selalu menyambutmu setiap kau pulang bekerja. Boleh, kan?" pintanya. Dia tak bisa memberitahukan kejadian tadi karena sekarang posisinya Damian belum mengetahui kehamilannya. Damian menarik dagu Kimberly, melumat penuh kelembutan sambil berbisik, "Kenapa harus meminta izin, hm? Apa yang menjadi milikku adalah milikmu. Kau berhak tinggal di penthouse-ku. Aku malah senang karena setiap malam bisa selalu memelukmu, Kim." Kimberly tersenyum mendengar ucapan Damian. Lantas, wanita itu membenamkan bibirnya ke bibir Damian, mencium sang kekasih penuh cinta. Tak hanya diam, Damian membalas ciuman Kimberly. Bibir mereka saling berpagutan lembut dan mendamba. "Happy birthday, Sayang," bisik Kimberly tepat di depan bibir Damian. Kening Damian mengerut dalam. Detik itu juga dia langsung mengingat sekarang sudah pergantian hari, tapi dia tak menyangka kalau Kimberly tahu ulang tahunnya. "Kim, kau tahu ulang tahunku?" Damian saja lupa kalau dirinya berulang tahun. Sebab, memang di tahun-tahun sebelumnya, pria itu menetap tinggal di Seattle sendiri. "Aku tentu tahu ulang tahun pria yang sangat aku cintai." Kimberly mengecup dagu Damian. "Terima kasih." Damian mengecupi mata Kimberly. "Besok kita harus rayakan ulang tahunmu. Aku sudah memiliki hadiah special untukmu, Damian," bisik Kimberly seraya menyapukan hidungnya ke hidung Damian. "Kim, kau masih sakit. Lagi pula aku tidak butuh hadiah apa pun. Kau jauh lebih berharga dari semua benda yang ada di dunia ini. Yang aku inginkan hanya dirimu, Kim." Damian membelai pipi Kimberly lembut. "Dokter bilang aku baik-baik saja, Damian." Kimberly menatap hangat Damian. "Jangan menolak hadiahku. Hadiah yang aku siapkan adalah hadiah paling indah. Aku harap kau senang." "Aku selalu menyukai apa pun pemberianmu, Kim." Damian mencium bibir Kimberly singkat. Kimberly tersenyum tulus. "Damian peluk aku sekarang, tapi aku ingin tanganmu menyentuh perutku." "Apa kau lapar, Kim?" tanya Damian menatap bingung Kimberly. Kimberly mengulum senyumannya. "Tidak, Sayang. Aku tidak lapar. Aku hanya ingin kau memelukku, dan tanganmu menyentuh perutku." Damian langsung memeluk Kimberly, dan tangan kanan pria itu mengusap-usap lembut perut Kimberly yang masih rata. Pun Kimberly menyandarkan kepalanya di dada bidang Damian, menikmati hangatnya pelukan sang kekasih. Tangan kokoh Damian yang mengusap perutnya membuat hati dan pikirannya tenang, tak takut pada apa pun.

Damian & KimberlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang