Fargo membanting kasar pintu mobilnya, lalu melangkah masuk ke dalam lobby apartemen dengan raut wajah dipenuhi amarah yang nyaris meledak. Kilat mata tajamnya seolah menyapu banyak orang di lobby apartemen mewah itu. Rahangnya mengetat. Tangannya mengepal kuat. Sorot mata tajam begitu terhunus menunjukkan amarah yang berkobar.Hingga ketika Fargo sudah tiba di unit yang dituju, dia segera memasukan password apartemen, dan langsung masuk ke dalam apartemen itu. Aura wajah kemarahan tak bisa lagi tertutupi. Terlebih Fargo mengingat dengan jelas berita skandal Damian dan Kimberly. Yang membuat amarah Fargo semakin terpancing bukan hanya rentang berita itu saja, tapi foto-foto yang bersebar di media adalah foto hasil penyelidikan asistennya. "Gilda! Gilda!" teriak Fargo begitu keras dan menggelegar kala memasuki apartemen Gilda. Ya, sekarang Fargo mendatangi apartemen Gilda. Satu nama pencuri yang Fargo yakini adalah Gilda. Pasalnya yang terakhir masuk ke dalam ruang kerjanya adalah Gilda. Tak mungkin pelayan di mansion-nya mencuri bukti foto Kimberly dan Damian. "Gilda! Keluar kau!" Fargo kembali berteriak dengan keras dan kencang memanggil Gilda yang tak kunjung keluar. Nadanya tajam seperti ingin murka. "Fargo?" Gilda yang keluar kamar terburu-buru akibat suara teriakan memangilnya, dia dibuat terkejut melihat Fargo ada di hadapannya. "Sayang? Kau datang?" Gilda segera mendekat pada Fargo. Pancaran matanya memang takut melihat Fargo marah, tapi tak dipungkiri kebahagiaan melingkupi wanita itu karena akhirnya Fargo datang. Sepasang iris mata Fargo begitu tajam menatap Gilda. "Apa yang sudah kau lakukan?" tanyanya menahan geraman amarah. "Apa maksud dari pertanyaanmu, Fargo? Aku tidak mengerti," jawab Gilda seraya mengerutkan keningnya, dan memasang wajah tak berdosa. Meskipun dalam hati, dia cemas akan sesuatu tapi dia tetap berusaha untuk tenang, seolah tidak terjadi apa pun. Fargo menyunggingkan senyuman sinis. "Tidak mengerti? Kau yakin tidak mengerti? Apa kau sudah melihat berita pagi ini?" Fargo membalikkan ucapan Gilda. Nadanya penuh ketegasan, dan tersirat adanya ancaman di sana. Jantung Gilda nyaris berhenti mendengar ucapan Fargo. Matanya melebar panik dan memancarkan jelas kekhawatiran yang melanda. "B-berita apa? Aku tidak sempat melihat berita apa pun. Hari ini aku sangat sibuk dengan jadwal pemotretan." Fargo menggeram kala Gilda berbohong. Pria itu langsung menangkup kedua rahang Gilda kasar. "Kau jangan menipuku, Gilda! Aku tahu kau yang mencuri foto yang ada di ruang kerjaku! Kau juga kan yang menyebarkan pada media!" desisnya tajam seraya menekan kuat rahang Gilda, hingga membuat Gilda merintih kesakitan. "F-Fargo ... s-sakit ... l-lepaskan aku." Gilda berontak tapi tak biasa. Tenaganya tetap tak bisa sebanding dengan Fargo. Tangannya begitu mencekiknya, membuat dirinya sampai kesulitan bernapas. "Jawab atau aku akan lebih kasar dari ini!" seru Fargo penuh ancaman. "A-aku a-akan menjawab, t-tapi lepaskan a-aku dulu." Gilda berucap dengan susah payah, meminta Fargo untuk melepaskanya lebih dulu. Fargo akhirnya memilih melepaskan cengkraman rahang Gilda. Pria tampan itu membebaskan Gilda karena ingin mendengar penjelasan dari wanita itu. Meski telah melepaskan cengkraman, tapi tatapan Fargo tetap memberikan tatapan tajam dan penuh amarah pada Gilda. Gilda merintih perih kala cengkraman Fargo berhasil terlepas. Rahang wanita itu memerah. Ini pertama kalinya Fargo bertindak kasar padanya. Tak pernah Gilda sangka Fargo sampai berbuat sekasar ini padanya, hanya demi membela Kimberly. Kebencian dalam hatinya menjalar menjadi satu bahkan tak bisa lagi dikendalikan. "Kau benar, Fargo. Aku yang mengambil foto di meja kerjamu, lalu menyebarkan ke media. Kenapa kau harus marah?! Skandal kita saja terbongkar di hadapan media. Harusnya kau senang dengan apa yang aku lakukan. Biar publik tahu kalau Kimberly Davies tidak sesempurna mereka pikir. Aku muak mendengar banyak orang yang memuji Kimberly. Seperti contoh ibumu yang datang ke sini, hanya untuk bertujuan memakiku dan menghinaku. Selalu saja ibumu menyanjung tinggi Kimberly seolah Kimberly adalah malaikat yang tidak memiliki dosa. Sekarang sudah waktunya semua orang mencap Kimberly sebagai wanita buruk." Gilda berucap penuh ketegasan, dan amarah yang menyelinap di sana. "Lancang sekali kau, Gilda! Kau tidak tahu apa pun! Kimberly seperti ini karenaku! Aku yang menyebabkan dia akhirnya berselingkuh dan memilih pria lain!" bentak Fargo keras, dan penuh amarah. "Alasan apa pun tetap saja Kimberly itu pelacur! Dia menghinaku pelacur, dia sendiri pelacur. Bagaimana bisa dia berselingkuh dengan pamanmu sendiri?! Dia memang hina dan rendah!" seru Gilda sarkas. "Kau—" Fargo hendak melayangkan tamparan keras pada Gilda, tapi semua terhenti kala dia berusaha mengendalikan amarahnya. Detik selanjutnya, Fargo menghempaskan tangannya ke udara. "Kau ingin memukulku karena membela Kimberly, hah?!" Gilda mendongakkan kepalanya, menantang Fargo. Fargo menggeram dan menatap Gilda semakin tajam. "Kau benar, aku membela Kimberly karena aku mengenal baik sifatnya. Kimberly dan dirimu jauh berbeda. Meski Kimberly berselingkuh dengan pamanku tetap dia jauh lebih baik darimu. Sebagai wanita kesepian yang selalu diabaikan suaminya, sangat wajar kalau dia menyambut kehadiran pria baru. Gilda, kau seperti ini, sama saja dengan kau sudah menunjukkan kualitas dirimu seperti apa. Hal itu yang membuatku yakin, kau memang tidak pernah bisa berada di sisiku. Dulu aku terlalu buta mencintaimu, sampai tidak memikirkan siapa pun. Tapi sekarang aku tidak akan menjadi pria paling bodoh lagi. Satu hal yang harus kau ingat, jika kau berani melukai Kimberly, kau akan berurusan denganku." Setelah mengatakan itu, Fargo melangkah pergi meninggalkan apartemen Gilda begitu saja. Tanpa lagi berkata apa pun. Sebab baginya, apa yang dikatakan sudah jelas. "Fargo! Tunggu! Kita belum selesai bicara! Beraninya kau membela wanita murahan itu!" bentak Gilda, tapi sayangnya tak dipedulikan oleh Fargo. Emosi dalam dirinya semakin menjadi layaknya sekujur tubuhnya disiram oleh api panas. ***"Di mana Fargo?! Kau jangan berbohong padaku! Aku tahu dia ada di dalam, kan?" Carol memaki pelayan yang mengatakan Fargo tidak ada. Tentu Carol tak percaya begitu saja. Dia yakin pria berengsek itu ada di dalam. Tujuan Carol mendatangi mansion Fargo, karena dia ingin memaki pria berengsek itu sudah menyebar luaskan hubungan Damian dan Kimberly. "Nona, saya tidak berbohong. Tuan Fargo memang tidak ada. Beliau belum pulang, Nona," jawab sang pelayan sopan pada Carol. "Shit!" Carol mengumpat kasar. Entah pelayan di hadapannya ini berbohong atau jujur. Otaknya benar-benar blank memikirkan tentang jujur atau malah berbohong pelayan itu. Yang ada di dalam benak Carol adalah bertemu dengan Fargo. Tanpa berkata, Carol memilih untuk melangkah menuju mobilnya. Akan tetapi, langkahnya terhenti kala melihat sebuah mobil sport berwarna biru tua memasuki mansion. Raut wajahnya berubah melihat Fargo turun dari mobil. Dengan penuh amarah dan emosi, Carol melangkah terburu-buru mendekat pada Fargo dan langsung melempar heels-nya ke wajah Fargo. Sontak, Fargo terkejut kala Carol melempar heels ke arahnya. Beruntung, Fargo masih mampu menghindar dari heels Carol. "What the fuck! Apa kau itu sudah gila?! Kenapa kau melempar heels ke wajahku?!" seru Fargo meninggikan suaranya. "Masih syukur aku lempar heels, bukan melemparmu dengan batu!" Carol menatap tajam Fargo. Fargo mengatur napasnya, berusaha mengendalikan emosi. Sudah cukup dirinya bertengkar dengan Gilda. Dia tak mau menghabiskan energy marah-marah dengan wanita tak jelas yang ada di hadapannya. "Kenapa kau ke sini?! Jika kau mencari Kimberly, dia tidak ada." "Aku tidak mencari Kimberly! Aku ke sini ingin memberikan perhitungan padamu! Beraninya kau menyebarkan tentang hubungan Damian dan Kimberly! Kau benar-benar pria sialan dan berengsek, Fargo! Kenapa makhluk sepertimu tidak cepat musnah saja!" sembur Carol emosi. "Bukan aku yang menyebarkannya, Sialan!" sentak Fargo tak lagi bisa bersabar. "Kau pikir aku percaya, hah?! Kau pasti berbohong! Orang yang sudah sering berbohong sepertimu mana mungkin mengatakan hal jujur?!" "Aku tidak berbohong, Sialan! Memang bukan aku yang menyebarkan itu!" "Aku tidak percaya! Kau benar-benar, Berengsek dan jahat! Kau tahu? Kimberly selalu bahagia di sisi Damian. Jika dia di sisimu hanya akan mengalami penderitaan! Kau tidak layak untuk wanita mana pun!" Fargo menggeram penuh emosi kala Carol membandingkanya dengan Damian. Jika saja Carol bukan wanita, sudah pasti Fargo akan menghajar Carol. Rahangnya megetat menahan amarah. Tangan pria itu mengepal seperti hendak melayangkan tinju keras. Fargo masih bergeming dan menatap tajam Carol. Belum ada kata yang keluar dari bibirnya. Hanya saja, tatapan Fargo sudah mengisyaratkan bahwa pria itu sangat murka. Amarah dalam dirinya berusaha dia redam. Ini bukan tentang Carol seorang wanita saja, tapi karena Carol adalah teman baik Kimberly. "Dengarkan aku baik-baik, Fargo. Kau pasti akan menyesal menipu Kimberly hanya demi wanitamu yang rendah itu. Kelak akan ada masa di mana, kau menginginkan Kimberly, tapi dia tidak pernah bisa lagi kau miliki!" Carol menunjuk wajah Fargo dengan telunjuknya. Nada bicara Carol begitu tegas dan penuh penekanan. Lantas, dia melangkah meninggalkan Fargo yang masih bergeming di tempatnya. Carol sama sekali tak memedulikan tatapan tajam Fargo yang sedari tadi terhunus padanya. ***Kimberly melajukan mobil dengan kecepatan sedang membelah kota Los Angeles. Kaca mata hitam bertengger di matanya. Wajah yang tak banyak riasan make-up itu, tetap cantik dan memesona. Pagi ini, Kimberly memutuskan untuk ke kantor melihat keadaan perusahaan. Walau sempat tak diizinkan Damian, tapi tetap bersikukuh ingin ke kantor melihat kondisi perusahaan. Tentu Kimberly berjanji, hanya dua jam saja di kantor. Dia tidak akan lama. Mengingat berita kemarin yang beredar di media tengah ramai.Mobil yang dilajukan Kimberly mulai memasuki lobby perusahaannya. Kimberly turun dari mobil, masuk ke dalam perusahaan, menuju lift pribadinya. Dia melihat ada beberapa wartawan di depan pintu gerbang masuk. Beruntung penjagaan di depan perusahaan sangat ketat."Selamat pagi, Nyonya Kimberly," sapa Brisa pada Kimberly yang baru saja keluar dari lift. "Pagi. Kau ikut ke ruang kerjaku, Brisa," ucap Kimerly datar. "Baik, Nyonya." Brisa mengangguk patuh. Kimberly melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya, duduk di kursi kebesaran dan langsung meminum teh madu yang ada di atas meja. Tak banyak yang dia lakukan di perusahaan, tujuannya hanya murni melihat kondisi perusahaan. "Bagaimana keadaan perusahaan, Brisa?" tanya Kimberly seraya melatakan cangkir teh ke atas meja kerjanya. "Berita skandal Anda dan Tuan Damian membuat penurunan saham perusahaan Anda dan perusahaan ayah Anda, Nyonya. Meski tidak banyak tapi kerugian bisa dikatakan cukup banyak," ujar Brisa melaporkan. Kimberly mengembuskan napas pelan. Wanita itu sudah menduga hal ini pasti akan terjadi. "Lalu apa respon ayahku? Apa dia ke sini?" "Tuan Ernest datang ke sini menanyakan tentang berita itu, tapi belum juga saya menjawab, Tuan Deston sudah datang mengajak Tuan Ernest pergi," jawab Brisa melaporkan lagi. "Grandpa Deston datang?" ulang Kimberly memastikan. Brisa menganggukkan kepalanya. "Iya, Nyonya. Saya tidak tahu percakapan apa yang mereka bicarakan, tapi terlihat sangat serius. Selain itu sebelum Tuan Deston mengajak Tuan Ernest pergi, beliau sempat mengatakan pada Tuan Ernest berita yang tersebar tentang Anda dan Tuan Damian adalah fakta." Kimberly terdiam mendengar ucapan Bisa. Dia yakin pasti Deston mengajak bicara ayahnya tentang berita ini, tapi apa yang Deston katakan? Sungguh, rasa penasaran dalam hatinya terselimuti rasa takut dan cemas. Buru-buru, dia menepis segala pemikiran negative-nya. "Brisa, besok jadwal sidang perceraianku dan Fargo, kan?" tanya Kimberly memastikan. "Maaf, Nyonya. Sebenarnya itu yang ingin saya bicarakan pada Anda," jawab Brisa seraya menundukkan kepalanya. "Ada apa?" Kening Kimberly mengerut, menatap lekat Brisa. "Akibat berita Anda dan Tuan Damian, pihak pengadilan meminta adanya mediasi di antara Anda dan Tuan Fargo. Terpaksa persidangan cerai ditunda. Mereka meminta adanya mediasi di antara Anda dan Tuan Fargo lebih dulu, Nyonya," ujar Brisa yang langsung membuat wajah Kimberly memedung amarahnya. ***Damian mencoba menghubungi nomor ponsel Kimberly, tapi kekasihnya itu tak menjawab. Pun pesan singkat Damian juga tak dijawab oleh Kimberly. Nomor Kimberly aktif, tapi tidak ada jawaban sama sekali. Tujuan Damian menelepon hanya karena ingin memastikan Kimberly sudah pulang ke rumah. Tadi pagi Kimberly merengek untuk berangkat ke kantor. Dengan penuh terpaksa akhirnya, dia mengizinkan tapi tidak lebih dari dua jam. Pun awalnya, dia meminta Kimberly menggunakan sopir, tetapi Kimberly menolak. Mau tak mau pria itu menuruti meski begitu berat. Damian mencari kontak nomor telepon penthouse-nya demi menanyakan keberadaan Kimberly pada pelayan di rumah. Kimberly sudah lama tidak keluar, itu yang membuat Damian mencemaskan sang kekasih. "Hallo, selamat siang, Tuan Damian," sapa sang pelayan sopan dari seberang sana. "Di mana Kimberly? Apa dia sudah pulang?" tanya Damian langsung tak suka berbasa-basi. "Sudah, Tuan. Nyonya Kimberly sekarang ada di kamar sedang beristirahat. Beliau sepertinya kelelahan. Apa Anda ingin bicara dengannya, Tuan?" "Tidak usah. Kau jangan ganggu Kimberly. Biarkan Kimberly beristirahat." "Baik, Tuan Damian." Panggilan tertutup. Damian meletakan ponselnya ke tempat semula. Sekarang dia tenang, karena Kimbery sudah pulang ke penthouse. Hanya dua jam saja melepas Kimberly membuat hati Damian was-was. Pasalnya, media masih kerap mengincar. Itu yang membuatnya mencemaskan sang kekasih. "Tuan Damian." Freddy melangkah terburu-buru masuk ke dalam ruang kerja Damian. "Ada apa?" tanya Damian dingin, dan tegas. "Ada yang ingin saya katakan pada Anda, Tuan." "Tentang apa?" "Tentang pelaku yang menyebarkan foto-foto Anda dan Nyonya Kimberly pada media." Raut wajah Damian berubah begitu serius dan tersirat mengeluarkan emosi mendengar apa yang dikatakan oleh Freddy. Sepasang iris mata cokelat gelapnya, menatap Freddy penuh tuntutan tersirat untuk segera menjawabnya. "Katakan padaku, siapa yang menyebarkan foto-fotoku dan Kimberly pada media?" Damian bertanya dengan nada menahan geraman tertaham. Freddy terdiam beberapa saat kala melihat kilat maat Damian tajam. Tampak sorot matanya begitu penuh keseriusan. Informasi yang dia dapatkan harus cepat dilaporkan pada tuannya demi bisa melakukan tindakan lebih lanjut. "Nona Gilda Olaf. Beliau yang menyebarkan foto-foto Anda dan Nyonya Kimberly ke media, Tuan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Damian & Kimberly
RomanceSebelum baca cerita ini, follow dulu akun ini dan follow instagram: abigailkusuma8 Warning 21+ (Mature content) *** Pernikahan layaknya princess di negeri dongeng adalah impian Kimberly Davies. Akan tetapi, siapa sangka semua impiannya hancur kala...