Damian bergeming di tempatnya menatap sosok wanita berambut pirang memeluknya begitu erat. Tak ada reaksi dari Damian akibat keterkejutannya. Dia masih membiarkan wanita itu memeluknya erat dirinya. Dia merasakan wanita itu menangis dalam pelukannya. Tangis yang dulu pernah dia dengar. Masih sama. Tangis itu pilu, menyesakan, hingga membuatnya hanya membeku diam di tempatnya.
Malam sunyi dan gelap. Rintikan hujan masih ada, dan tanah basah menandakan tadi telah hujan deras. Damian masih bergeming di tempatnya, membiarkan wanita yang ada di pelukannya itu menangis. Belum ada kata yang dia ucap. Meski cukup terkejut, tapi dia sudah pernah menduga kalau hal ini akan terjadi. Hal di mana sosok wanita yang sudah lama dia tak lihat, mendatanginya hingga ke kantor.
"Aku merindukanmu, Damian," isak wanita itu sesenggukan dalam pelukan Damian. "Hidup tanpamu benar-benar membuatku hampir gila. Aku tidak sanggup jauh darimu." Wanita itu kian melingkarkan tangannya ke pinggang Damian, menangis cukup keras.
Damian masih tetap bergeming di tempatnya. Sorot matanya dingin dan begitu tajam. Aura wajahnya terselimuti ketegasan yang tersirat emosi tertahan mendengar kata-kata yang diucapkan oleh wanita itu. Masih belum ada respon dari Damian. Lidahnya seakan enggan untuk menjawab. Akan tetapi, lepas dari semuanya ingatannya tergali di mana dirinya berpisah dengan cara yang baik-baik.
"Kenapa kau ada di Los Angeles, Keiza?" Damian mengurai pelukan itu, tatapannya menatap Keiza yang ada di hadapannya dengan tatapan penuh tuntutan penjelasan.
Sosok wanita yang ada di hadapan Damian adalah Keiza Wyanet. Sosok yang sudah lama sekali tak dia lihat. Pun sosok yang membuat Damian seakan berada di jalan yang sama. Bukan karena tak bisa melupakan, tapi kerena ingatan kejadian dulu membuat Damian selalu ragu jika ingin melangkah jauh.
Raut wajah Keiza sedikit pucat. Pancaran wanita itu seperti melemah, menyimpan luka. "Aku ke sini karena merindukanmu. Aku menunggumu di depan kantormu sampai berjam-jam. Aku tidak berani masuk ke kantormu. Aku memilih menunggumu di luar. Hari ini kau sangat sibuk, ya?"
Damian mengembuskan napas panjang, berusaha mengendalikan emosinya. "Pulanglah. Ini sudah malam. Jangan membuang-buang waktumu hanya untuk menemuiku, Keiza."
Setelah mengatakan itu, Damian langsung melangkah pergi hendak meninggalkan Keiza. Namun, langkahnya kembali terhenti kala Keiza menahan lengannya. Mata Keiza berkaca-kaca melihat Damian yang bersikap dingin padanya.
"Damian, aku—"
"Jangan ganggu aku, Keiza. Kau pernah berjanji untuk pergi sejauh mungkin. Kenapa kau masih juga kembali?" Damian menyingkirkan tangan Keiza yang menyentuh lengannya.
"A-aku merindukanmu, Damian," isak Keiza sesenggukan.
Tiba-tiba Keiza merasakan kepalanya cukup berat. Kakinya pun lemah akibat kelelahan menunggu. Akan tetapi, dia tetap berusaha untuk kuat demi bisa bertemu dengan Damian. Damian tak memedulikan apa yang dikatakan oleh Keiza. Pria itu berbalik, dan hendak melangkah pergi. Namun...
Brakkkk
Keiza jatuh pingsan. Refleks, Damian membalikkan tubuhnya menatap wanita iti sudah tak sadarkan diri—seketika raut wajah Damian terkejut melihat Keiza jatuh pingsan. Buru-buru, Damian menundukkan tubuhnya, dan langsung menggendong tubuh Keiza gaya bridal—membawa masuk ke dalam mobilnya. Tak ada pilihan lain, dia membawa Keiza karena tak mungkin dia membiarkan Keiza begitu saja dalam keadaan tak sadarkan diri.
***
Pelayan cukup terkejut kala pintu terbuka, menatap Damian masuk ke dalam seraya menggendong sosok wanita yang ternyata bukan Kimberly. Pelayan hendak bertanya, tapi pelayan itu tak berani ditambah melihat wajah dingin dan tegas Damian. Yang pelayan lakukan hanyalah menundukkan kepala di hadapan tuannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Damian & Kimberly
RomanceSebelum baca cerita ini, follow dulu akun ini dan follow instagram: abigailkusuma8 Warning 21+ (Mature content) *** Pernikahan layaknya princess di negeri dongeng adalah impian Kimberly Davies. Akan tetapi, siapa sangka semua impiannya hancur kala...