Bab 106. Gilda's Plan

84 3 0
                                    

"Berengsek!" Fargo mengumpat kasar seraya menyentuh luka lebam di wajahnya yang baru saja diobati oleh pelayan. Luka di wajah Fargo cukup parah akibat pukulan Damian. Tak memungkiri pukulan Damian sangat keras. Beruntung pelipisnya tak sampai robek. Fargo memejamkan mata singkat mengatur napasnya. Amarah dan emosi dalam dirinya benar-benar membuatnya nyaris meledak. Sungguh, dia tak pernah mengira Damian memiliki keberanian mengungkap segalanya di hadapan Deston dan Olsen. Sempat terbesit dalam pikirannya Damian akan berbelit mencari alasan, tetapi ternyata apa yang Fargo pikirkan salah. Damian dengan lugas mengakui memiliki hubungan dengan Kimberly. Bahkan pamannya itu mengakui sekarang Kimberly sedang megandung. "Tuan." Gene melangkah menghampiri Fargo seraya menundukkan kepalanya. "Ada apa kau ke sini?!" seru Fargo menatap dingin dan tajam asistennya itu. "Maaf mengganggu Anda, Tuan, tapi ada hal penting yang ingin saya sampaikan pada Anda," ujar Gene yang tenang, dan serius. Fargo mengembuskan napas kasar. "Jika kau ingin membahas tentang perusahaanku, lebih baik kau angkat kaki dari hadapanku. Aku tidak mau membahas apa pun tentang perusahaanku." "Saya tidak membahas perusahaan Anda, Tuan. Ada hal lain yang ingin saya sampaikan pada Anda," jawab Gene begitu serius pada Fargo. "Hal lain apa yang ingin kau katakan padaku?" Alis Fargo saling menaut, menatap dingin, dan tegas Gene. Gene terdiam beberapa saat. Mengumpulkan segala keberanian dalam dirinya. "Tuan, saya baru saja mendapatkan jadwal sidang perceraian Anda dan Nyonya Kimberly. Sepertinya Tuan Damian sudah mendesak agar proses perceraian Anda dan Nyonya Kimberly segera terlaksana." Raut wajah Fargo berubah mendengar apa yang dikatakan oleh sang asisten. Kilat matanya tampak tajam memendung amarah yang membara. "Sialan! Sudah kubilang, aku tidak akan bercerai dengan Kimberly! Apa kau tuli, hah?!" Gene menelan salivanya sudah payah. "M-maaf, Tuan, tapi saya tidak bisa berbuat apa pun jika pengadilan sudah memberikan jadwal sidang. Itu di luar kekuasaan saya, Tuan. Ditambah kalau bukti-bukti yang diserahkan kuat, Anda dalam keadaan terpojok." "Berengsek!" Fargo menggebrak meja dengan keras. Aura wajah penuh kemarahan yang membara. Sorot matanya tajam. Geramannya menunjukkan jelas pria itu tak bisa lagi menahan. Makian dan umpatan kasar terus lolos di dalam hati. "Tuan, dalam hal seperti ini sangat sulit. Anda tahu posisi Anda di tempat yang bersalah. Saya yakin Nyonya Kimberly ataupun Tuan Damian memiliki bukti yang kuat. Menurut saya tidak ada pilihan lain, selain menyerah. Maaf, saya berkata demikian, tapi saya hanya mengatakan fakta yang ada, Tuan," ujar Gene sopan membeberkan kenyataan yang ada pada Fargo. "Aku tidak akan menyerah, Sialan! Kau pikir aku ini pecundang yang menyerah begitu saja, hah?!" maki Fargo emosi. "Maaf, Tuan. Saya tidak bermaksud berkata buruk pada Anda." Gene menundukkan kepalanya tak berani berkata, jika Fargo sudah murka. Fargo mengepalkan tangannya kuat. "Kapan jadwal persidanganku dan Kimberly?" "Tiga hari lagi, Tuan," jawab Gene sopan, dan tetap menundukkan kepalanya. "Berengsek!" Fargo semakin tersulut. Pancaran matanya menunjukkan kemarahan yang ingin meledak. Dia tak menyangka akan secepat ini mendapatkan jadwal sidang perceraian. Padahal pihaknya selalu menolak, jika pengacara Kimberly membahas perceraian. Tak menampik apa yang dikatakan Gene adalah benar. Dirinya berada di pihak yang tersudut, tapi, sampai kapan pun Fargo tak akan pernah membiarkan berpisah dengan Kimberly. ***Mobil Gilda melaju dengan kecepatan penuh, membelah kota Los Angeles. Sorot matanya menajam tampak memendung rasa kesal. Wanita itu memukul kuat setir mobilnya begitu kuat. Kemarahan melingkupi Gilda, sampai membuatnya menyetir mobil tak terkendali. Hingga ketika mobil yang dilajukan Gilda memasuki halaman parkir mansion milik Fargo, dia segera turun dari mobil, membanting kasar pintu mobil—lalu turun dari mobil—melangkah masuk ke dalam mansion itu. Gilda tak memedulikan akan ucapan Fargo yang memintanya untuk tak lagi datang. "Nona Gilda?" Pelayan cukup terkejut melihat kehadiran Gilda. "Di mana Fargo?" tanya Gilda dingin tanpa basa-basi. "Tuan Fargo ada di ruang kerjanya, Nona." "Aku akan ke sana." "Nona, tapi—" "Fargo itu kekasihku! Lebih baik kau diam sebelum aku memecatmu! Kau ini hanya pelayan saja di sini!" Gilda menatap tajam penuh amarah pada sang pelayan. "Ada apa ini?" Fargo yang baru saja menuruni undakan tangga, menghampiri suara-suara berisik yang mengganggu telinganya. Namun, ketika Fargo berada di lantai bawah, raut wajahnya berubah melihat Gilda datang. "Akhirnya kau muncul juga!" Gilda menatap kesal Fargo yang berdiri tak jauh darinya. Lantas, dia segera melangkah menghampiri Fargo, tanpa memedulikan tatapan tajam Fargo. "Tuan, maaf, Nona Gilda memaksa ingin bertemu dengan Anda," ucap sang pelayan penuh sopan. Fargo berdecak pelan. Sorot matanya menatap begitu dingin Gilda. Sudah berkali-kali dia katakan pada Gilda untuk tak ke mansion-nya, tapi tetap wanita itu keras kepala. Detik selanjutnya, dengan terpaksa pria tampan itu menggerakkan kepalanya meminta pelayan untuk segera pergi—meninggalkannya berdua dengan Gilda. "Ada apa lagi kau ke sini, Gilda? Sudah aku katakan padamu jangan ke mansion ini. Kenapa kau ini tidak pernah mendengar apa yang aku katakan?!" seru Fargo kesal pada Gilda. Gilda tak menggubris omelan Fargo. "Kau tidak menjawab teleponku, dan kau juga tidak menjawab pesanku. Wajar kalau aku ke sini!" "Aku sibuk! Kau tahu banyak masalah di perusahaanku! Memangnya kau tidak melihat berita tentang kondisi perusahaanku!" sembur Fargo menahan amarah. Gilda tetap memasang wajah kesal. Tak peduli dengan penjelasan Fargo. Sebab tujuan utama wanita itu bukan hanya menanyakan tentang Fargo yang tak menjawab telepon dan pesannya saja. "Lalu kenapa kau memblokir kartu kreditmu yang ada di tanganku, Fargo?! Hari ini aku tidak bisa berbelanja! Aku benar-benar malu di depan pelayan toko. Padahal aku sudah memilih tas dan sepatu-sepatu koleksi terbaru!"Kilat mata Fargo begitu tajam memendung amarah yang hendak meluap. "Di mana letak jalan pikiranmu, Gilda! Perusahaanku dalam kondisi kacau, tapi malah yang kau pikirkan belanja dan belanja! Kemarin saja kau sudah berbelanja dalam satu hari sebanyak satu juta dollar! Sekarang kau masih berpikir ingin berbelanja lagi?! Kau sudah benar-benar gila, Gilda!" "Fargo, kau tidak akan mungkin miskin, hanya karena aku berbelanja. Lagi pula kenapa kau perhitungan sekali?! Ayahmu kaya, kakekmu juga kaya. Perusahaanmu tidak akan mudah bangkrut! Jika kau mengalami kerugian, kau bisa meminta bantuan keluargamu!" jawab Gilda kesal, karena Fargo berteriak padanya. Fargo mengatur napasnya, mengendalikan amarah yang menelusup ke dalam dirinya. Percuma marah ataupun berteriak pada Gilda. Tetap saja Gilda akan keras kepala. Dia sangat mengenal Gilda dengan baik. Fargo semakin mendekat pada Gilda. Tatapannya berusaha tenang, tapi tersirat tajam dan penuh amarah. "Kau tahu Gilda? Sampai detik ini, belum pernah Kimberly meminta uang padaku, padahal aku adalah suaminya. Sampai detik ini juga, belum pernah Kimberly meminta dibelikan barang padahal aku adalah suaminya. Dulu, ketika aku mengalami kerugian besar, Kimberly mengulurkan tangannya membantu perusahaanku. Kimberly tidak pernah sedikit pun berhitung berapa banyak yang yang dia keluarkan untukku. Tidak hanya itu saja, setiap pembagian dividen, Kimberly tidak mau menerima, karena dia takut perusahaanku belum stabil. Aku benar-benar buta. Berlian ada di depan mataku, tapi selalu aku buang hanya demi sebuah berlian palsu. Jika saja waktu bisa diputar, aku tidak akan pernah menyia-nyiakan Kimberly." Wajah Gilda memerah akibat amarahnya. Hatinya memanas mendengar Fargo membandingkan dirinya dan Kimberly. Rahangnya mengetat. Tangannya terkepal begitu kuat. "Kau berani membandingkanku dengan Kimberly!" "Aku bukan membandingkan. Aku hanya berbicara tentang fakta yang ada. Kau dan Kimberly sangat berbeda. Bodohnya aku tidak pernah benar-benar melihat berlian di depan mataku." Fargo menjawab dingin, dan tegas. Gilda menggeram. "Jadi maksudmu kau menyesal menjalin hubungan denganku, hah?! Kau ingin bersatu lagi dengan Kimberly?!" "Jika saja aku bisa bersatu lagi dengannya, aku akan bersatu, tapi semua tidak mudah karena Kimberly sudah tahu tentang kita. Pulanglah Gilda. Aku rasa hubungan kita tidak bisa berlanjut. Aku tidak mungkin menikahi wanita yang hanya menerima diriku ketika aku memiliki segalanya. Di masa depan, aku tidak pernah tahu apa yang terjadi pada diriku. Jika aku sampai jatuh bangkrut, bisa saja kau malah meninggalkanku, dan memilih pria yang lebih hebat dariku. Terima kasih karena kau telah menjadi kekasihku untuk waktu yang lama. Aku harap kau bisa mendapatkan pria yang lebih baik dariku." Fargo menutup ucapannya. Lantas, pria tampan itu melangkah pergi meninggalkan Gilda begitu saja. "Fargo! Tunggu!" Gilda panik mendengar ucapan Fargo. Wanita itu langsung memeluk lengan Fargo. "Aku mencintaimu! Kau jangan berbicara konyol! Aku tidak mau berpisah darimu!" Langkah Fargo terhenti. Tatapannya teralih pada Gilda yang memeluk lengan kanannya. "Jika kau benar-benar mencintaiku, kau tidak akan pernah memikirkan kesenangan dirimu sendiri, Gilda. Kau tahu sekarang ini aku berada di titik terendah, tapi kau malah tidak peduli sama sekali. Sebenarnya yang kau cintai itu aku atau uangku?!" "Fargo, a-aku—" Tenggorokan Gilda tercekat. Lidahnya kelu. Pertanyaan Fargo seakan membuatnya blank tak tahu harus seperti apa. Di sisi lain, Gilda mencintai Fargo, tapi di sisi lainnya, uang adalah segalanya bagi Gilda. "Pulanglah. Kau bebas sekarang. Kau berhak mendapatkan pria yang kau inginkan." Fargo melepaskan tangan Gilda yang menyentuh lengannya, lalu pria tampan itu melanjutkan langkahnya pergi meninggalkan Gilda begitu saja. Gilda hanya bergeming ketika Fargo sudah melangkah pergi. Sorot matanya menajam memendung amarahnya. Benaknya terus berputar mengingat kata-kata Fargo yang membandingkan dirinya dan Kimberly. "Sialan!" geram Gilda penuh emosi. "Kimberly tidak sesempurna itu. Kau sekarang juga sudah tahu Kimberly sudah berselingkuh dengan Paman tirimu." Gilda menatap punggung Fargo yang mulai lenyap dari pandangannya. Tiba-tiba sesuatu hal muncul dalam pikiran Gilda. Detik itu juga, dia mengambil ponselnya menghubungi nomor seseorang yang penting. "Jalankan rencana yang sudah aku buat. Aku ingin kau mempermalukan Kimberly Davies," ucap Gilda dingin, dan tajam kala panggilan terhubung.

Damian & KimberlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang