Geleger petir cukup keras membuat Kimberly yang duduk di sofa kamar cukup terkejut. Dia melihat ke luar jendela—kilat petir membelah langit mendung. Tak ada bintang dan bulan akibat derasnya hujan malam ini. Beruntung, tadi sore Damian sudah pulang. Jika saja Damian sampai malam di sini pasti pria itu terjebak di rumahnya akibat hujan yang begitu deras.
Setelah tadi sedikit berdebat, akhirnya Kimberly dan Damian berbaikan. Terdengar seperti anak-anak, tapi terbukti wanita itu mudah diluluhkan. Terpenting baginya, Damian tak lagi mengulangi kesalahan yang sama. Pun Damian mau mengingat posisi dirinya. Hal tersebut membuat Kimberly sudah cukup lebih tenang dan mengerti.
"Nyonya Kimberly," sapa sang pelayan sopan.
"Ada apa?" Kimberly menatap sang pelayan.
"Nyonya, Nona Brisa menghubungi Anda. Beliau mencoba menghubungi ponsel Anda, tapi ponsel Anda tidak aktif," ujar sang pelayan sopan.
Kimberly mengembuskan napas pelan. Dia memang belum mengaktifkan ponselnya. Dia akan mengaktifkan ponselnya besok saat jam kerja. Jadi, tak heran sekarang asistennya itu menghubunginya melalui telepon rumah.
"Berikan teleponnya padaku," jawab Kimberly datar.
Sang pelayan memberikan telepon yang ada di tangannya pada Kimberly, lalu pelayan itu segera pamit undur diri dari hadapan Kimberly. Tepat di kala pelayan sudah pergi, Kimberly menempelkan telepon ke telinganya.
"Ada apa, Brisa?" jawab Kimberly kala panggilan terhubung.
"Selamat malam, Nyonya. Maaf mengganggu Anda. Saya menghubungi Anda karena saya ingin mengingatkan besok pagi Anda memiliki meeting penting dengan salah satu client dari Dubai di Hotel Ritz Carlton," ujar Brisa sopan dari seberang sana.
"Aku akan datang, Brisa. Apa lagi jadwalku besok?"
"Setelah pagi meeting dengan client, sorenya Anda harus memeriksa berkas tentang pembangunan resort project Ayah Anda dan juga Tuan Damian Darrel."
Kimberly mendecakan lidahnya pelan. Ingin sekali Kimberly angkat tangan di project itu, tapi dia tak bisa bertindak sesukanya. Bagaimanapun, dia tetap memiliki tanggung jawab walaupun dia masih belum mau bertemu atau berbicara dengan ayahnya.
"Kau letakan saja berkas itu di atas meja. Nanti aku pasti akan periksa."
"Baik, Nyonya Kimberly."
Kimberly langsung memutuskan panggilan telepon kala dirinya sudah selesai bicara. Lantas, wanita itu meletakan telepon yang ada di tangannya itu ke atas meja. Dia mengalihkan pandangannya ke jam dinding—waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Namun, hingga detik ini Fargo masih belum pulang ke rumah. Kimberly hendak menghubungi nomor Fargo, dia mengurungkan niatnya. Dia malas untuk menanyakan keberadaan suaminya itu. Lagi pula Fargo tahu jalan untuk pulang ke rumah. Tak mungkin Fargo tersesat di jalan.
"Lebih baik aku tidur saja," gumam Kimberly seraya bangkit berdiri dan melangkah menuju ranjang. Namun tiba-tiba langkahnya terhenti kala mendengar suara pintu terbuka—ternyata Fargo yang datang.
"Kenapa kau baru pulang, Fargo?" tanya Kimberly langsung di kala Fargo sudah masuk ke dalam kamar.
"Aku ada meeting, Kim. Pekerjaanku hari ini sangat banyak." Fargo melepaskan dasi dan jam tangannya. "Kau tidurlah duluan, Kim. Aku ingin mandi." Fargo melanjutkan perkataannya, lalu melangkah menuju kamar mandi. Namun ...
"Tunggu, ada yang ingin aku tanyakan padamu, Fargo," cegah Kimberly tegas dan sukses membuat langkah kaki Fargo terhenti.
Fargo bergeming di tempatnya mendengar ucapan Kimberly. Dia mulai membalikkan badannya, menatap Kimberly lekat. "Ada apa, Kim?" tanyanya dingin, dan datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Damian & Kimberly
RomanceSebelum baca cerita ini, follow dulu akun ini dan follow instagram: abigailkusuma8 Warning 21+ (Mature content) *** Pernikahan layaknya princess di negeri dongeng adalah impian Kimberly Davies. Akan tetapi, siapa sangka semua impiannya hancur kala...