Bab 87. Ultrasound Results

108 4 0
                                    

Damian merapikan dasi yang melingkar di lehernya. Dia memakai arloji ke pergelangan kirinya. Detik selanjutnya, dia mengambil ponsel yang ada di atas meja—melangkah keluar kamar, menuju ruang makan. Pagi telah menyapa, pria tampan itu seperti biasa ingin segera pergi ke kantornya. Namun, sebelum berangkat, dia akan sarapan lebih dulu di ruang makan.

Saat Damian hendak masuk ke dalam ruang makan, langkahnya terhenti kala berpapasan dengan Keiza yang juga masuk ke dalam ruang makan. Tak ada sapaan, dia hanya memberikan tatapan dingin, lalu melanjutkan langkahnya masuk ke dalam ruang makan, dan duduk tepat di kursi meja makan. Tampak raut wajah Keiza muram kala Damian bersikap acuh padanya. Meski menginap, tapi Damian sama sekali tidak berbicara padanya.

Langkah kaki Keiza segera dia paksakan untuk masuk ke dalam ruang makan. Wanita itu duduk di samping Damian. Para pelayan segera menghidangkan sarapan ke atas meja, menyajikannya sarapan untuk Damian dan Keiza.

"Tuan, ini kopi Anda." Pelayan menyajikan kopi yang biasa diminum Damian.

Damian menganggukkan kepalanya merespon ucapan sang pelayan.

"Nona, apa Anda menginginkan sesuatu?" tawar sang pelayan pada Keiza.

"Tidak, ini sudah cukup. Terima kasih," jawab Keiza hangat.

"Kalau begitu saya permisi, Tuan, Nona. Selamat menikmati sarapan kalian." Pelayan menundukkan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Damian dan Keiza.

Keheningan membentang ruang makan di mana Damian dan Keiza berada. Ruang makan megah itu seperti tak berpenghuni. Tak ada obrolan apa pun. Damian memilih menikmati makanannya. Begitu pun dengan Keiza yang juga menikmati sarapannya. Hanya saja sesekali, Keiza mencuri pandang melihat Damian. Sayangnya tetap saja Damian seakan tidak sama sekali menganggap Keiza ada di sana.

"Damian, hari ini kau berangkat ke kantor?" tanya Keiza pelan.

"Ya, sopir akan mengantarmu. Mobilmu yang ada di parkiran perusahaanku juga akan diantar ke apartemenmu," jawab Damian dingin, dan datar.

Keiza menghela napas dalam. Manik mata amber Keiza tak lepas menatap Damian dengan tatapan mendamba dan penuh cinta. "Apa tidak bisa aku masih tetap di sini, Damian?" pintanya memohon.

Damian meletakan garpu dan pisau ke atas meja, kala mendengar apa yang dikatakan oleh Keiza. Tatapannya teralih pada Keiza. "Aku membawamu ke sini karena kau pingsan. Jadi, jangan memiliki pengharapan lebih. Tadi malam bisa saja aku ingin membawamu ke rumah sakit, tapi aku tahu kalau aku membawamu ke rumah sakit, kau akan tetap mencoba mencariku. Aku tahu kau adalah wanita yang tidak pernah menyerah. Meskipun kau mendapatkan penolakan, maka ribuan kali kau akan tetap bersikeras."

Keiza menggigit bibir bawahnya pelan. "Apa kau sudah memiliki kekasih sampai-sampai menolakku, Damian?"

"Sudah," jawab Damian singkat, yang sontak membuat Keiza terkejut.

"Kau sudah memiliki kekasih?" Mata amber Keiza, menatap Damian dengan tatapan penuh tuntutan penjelasan. Hatinya terasa sakit luar biasa mendengar Damian telah memiliki kekasih. Kecemburuan menguasai dirinya, tapi sayangnya kecemburan itu tak bisa membuat Keiza melakukan apa pun. Yang Keiza bisa lakukan hanya berusaha meredam rasa cemburu yang begitu menyakitkan itu.

Damian mengangguk. "Pakaian yang kau pakai adalah pakaian kekasihku. Kau tidak usah kembalikan. Nanti aku akan membelikannya yang baru."

Hati Keiza bagaikkan diremukan mendengar ucapan Damian. Matanya sudah berkaca-kaca menahan air mata agar tak tumpah. Pantas saja Damian memiliki pakaian wanita di penthouse-nya, ternyata Damian sudah memiliki kekasih.

"Semudah itukah kau melupakanku, Damian?" tanya Keiza lirih.

"Keiza, kau sudah memiliki kehidupan sendiri. Begitupun denganku yang memiliki kehidupan sendiri. Beberapa tahun lalu saat aku memutuskan kita berpisah, kau sudah berjanji tidak akan muncul lagi di hadapanku. Jangan jadikan alasan kau merindukanku untuk kau mengingkari janjimu. Aku tidak suka kembali pada masa laluku. Sekarang lebih baik kau kembali ke negara yang kau tempati. Jangan buang-buang waktumu. Aku sudah memiliki pasangan. Kau tidak perlu bertanya siapa kekasihku, karena aku tidak suka memublikasikan hubungannku dengan kekasihku." Damian menjawab ucapan Keiza dengan tegas, dan penuh penekanan.

Damian & KimberlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang