Part - 45

176 53 4
                                    

Dentingan jarum jam terdengar jelas dan menyalak, kesunyian menghantarkan lelap pada raga yang terbaring nyaman di balik selimut hangatnya. Wajah cantik sekaligus tampannya menjadi pemandangan nyaman yang membuat sepasang mata cantik betah menatapnya dengan kedipan yang pelan. Sudut bibirnya pun terangkat mengulas senyuman yang tak kalah cantik dari rupanya.

Usapan lembut ia berikan pada puncak kepala si gadis saat melihat kerutan di dahinya semakin tertampak jelas, ia meyakini bahwa gadis itu tengah di landa mimpi yang tak indah. Deru nafas si gadis semakin memburu bersamaan dengan buliran peluh yang tiba-tiba tercetak, juga kepalanya yang semakin gusar bertolak ke kanan dan ke kiri.

"Rami.." Panggil Pharita pelan berusaha membangunkan Rami dari mimpi buruknya.

"Rami.. Bangun.. " 

Seketika kedua mata itu terbuka lebar, Rami terduduk dengan dada yang naik turun tak beraturan. Ia mengedarkan pandangan sesaat kemudian menundukkan kepala dengan kedua tangan yang menutup wajahnya.

"Minum dulu.." Rami menoleh, menerima gelas dari Pharita dan meneguk isinya.

Pharita mengusap punggung si gadis kemudian menyeka keringat di pelipisnya dan menerima kembali gelas yang telah kosong. 

"Badan mu panas" Cemas Pharita dengan tangan yang masih mengusap wajah Rami.

"Eonnie, aku takut.." Lirih Rami, Pharita menatapnya lekat.

"Itu hanya mimpi buruk, Rami"

Gadis itu menggeleng, "Ani, semuanya terasa sangat nyata"

"Mimpi apa itu?" 

"Gelap, sendirian, takut, aku tidak bisa kemana-mana" Ujar Rami dengan tatapan kosong ke arah depan, Pharita menggeser tubuhnya dan menarik tubuh Rami ke dalam pelukannya.

"Itu hanya mimpi, kau tidak sendirian, ada aku disini dan disini terang, Rami.." 

Tak ada jawaban, Rami malah semakin menyembunyikan wajah di dada Pharita dan mengeratkan pelukannya. Pharita memberikan usapan lembut di punggung si gadis, bahkan ia bisa mendengar detak jantung Rami yang masih terasa menghentak.

"Eonnie, mau berjanji padaku?" Tanya Rami dengan suara parau nya, Pharita menurunkan pandangan

"Apa?" 

"Jika nanti aku tidak ada lagi, kau harus selalu bahagia, nde?" Pharita tersentak, ia berusaha melepaskan pelukan namun Rami mengeratkan nya.

"Jangan di lepas, aku mohon" 

"Kenapa kau bicara seperti itu? Kau akan meninggalkanku?" Tanya Pharita dengan nada bicara yang tercekat.

"Aku tidak ingin meninggalkanmu tapi— aku tak bisa"

"Kenapa? Kau mau kemana?" Kedua mata Pharita mengembun, jantungnya terasa berdenyut ngilu.

"Aku lelah, Eonnie"

"Kau hanya harus beristirahat bukan berbicara yang tidak jelas!"

Rami mengangguk pelan, "Temani aku sampai aku bisa beristirahat dengan tenang, ya?"

Lagi dan lagi, ucapan dan nada sendu Rami membuat seluruh tubuhnya terasa ngilu. Ia mengerjapkan mata berusaha menahan air mata yang ingin meruah dan menggigit bibir bawahnya. Fakta bahwa Rami mengidap penyakit langka yang mematikan membuat Pharita setiap harinya di landa ketakutan, takut jika saat ia berjauhan dengan Rami, ia takkan lagi bisa bertemu dengan gadis pembawa ceria tersebut.

Jika Rami saja bisa menyembunyikan rasa sakitnya selama ini, menutup lukanya dengan tawa ceria dan memendam semuanya sendirian, mengapa Pharita tak bisa?

Babymonster Rami || Bayang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang