Part - 37

193 38 9
                                    

Mengapa hidup hanya berisikan derita?

mengapa aku tak pernah merasa di cinta?

aku selalu mencintai tapi tak pernah di cintai kembali.

Apakah seburuk itu untukku di cintai?

bahkan di tengah-tengah keluarga pun aku tak pernah merasa di cintai oleh mereka yang aku sebut orangtua.

Aku membutuhkan seseorang, 

apakah pintaku terlalu berat, Tuhan?


~~bayang~~

Pharita menghembuskan nafas lelah, ia menutup buku hariannya kemudian bangkit meraih kunci mobil dan jaketnya. Ia keluar dari kamar, menatap malas pada kedua orangtuanya yang tengah menikmati senja dengan hangat di ruang keluarga.

"Mau kemana lagi kau?" Suara bariton sang ayah membuat langkah Pharita terhenti dan melirik malas.

"Cari angin"

"Apa kau tidak bisa sehari saja diam di rumah dan tidak keluyuran?"

"Mengapa sikapmu berbanding terbalik dengan Kakakmu?" Pharita meremas ujung jaketnya.

"Kau ingin membuat kami cepat mati?" Ujar sang ibunda penuh penekanan. Pharita menoleh dengan tatapan datar.

"Sudah selesai?"

"Pharita!" 

"Apa lagi?" Kesal Pharita saat sang ayah menyebut namanya dengan nada tinggi.

Tanpa di duga si pria paruh baya itu bangkit dan berjalan ke arah Pharita. Ia melayangkan tamparan di pipi kanan sang anak membuat wajahnya berpaling dan lebam di sudut bibirnya. 
Pharita menatap nanar pada pria di hadapannya, melirik sang ibu yang memalingkan wajah kemudian berlari pergi dari sana menghiraukan teriakan sang ayah.

Ia mengemudikkan mobilnya dengan ugal-ugalan, beruntungnya jalanan tak begitu ramai. Gadis itu tanpa sadar menghentikan mobil di dekat sebuah taman, ia memukul-mukul kemudi dengan kepalan tangan dan menangis perih di sana.

"E-onnie hiks.. mengapa kau meninggalkan aku?" Gumamnya perih.

Pharita meremas dada kirinya yang terasa berdenyut ngilu, belum lagi pipi kanannya yang terasa perih dan panas. Ia menyalahkan takdir, mengapa Tuhan membawa kakaknya dan bukan dirinya saja. Mungkin jika saat itu Pharita lah yang berpulang, kehidupan keluarganya akan lebih harmonis meski ia tak merasakan kehangatannya.

Tok.. Tok..

Ketukan di jendela membuat si gadis menegakkan tubuh dan terburu menghapus air mata saat mengetahui siapa yang mengetuk kaca mobilnya. Ia menghela nafas panjang, menunjukkan senyuman terbaiknya kemudian membuka pintu dan keluar dari mobil.

"Rami.." Sapa Pharita seraya menyurai rambutnya ke belakang.

"Kau sedang— Yak! Apa yang terjadi?" Tanya Rami panik, Pharita tersenyum dan menggeleng.

"Kau dari mana?" 

"Cih, mengalihkan topik pembicaraan.." Rami berdecih seraya mendelik dan kembali menikmati es krim di tangannya, Pharita terkekeh dan menatap lekat wajah Rami.

Rami melirik Pharita kemudian menatap es krim di tangannya dan menyodorkan ke arah mulut si gadis.

"Mau?" Pharita terdiam sesaat, menatap bergantian pada es krim dan wajah cantik Rami.

"Oh tidak mau.." Si gadis jangkung hendak menarik tangannya namun Pharita dengan cepat menahannya dan menggigit es krim tersebut.

Rami terdiam menatap Pharita yang kini memalingkan wajah seraya mengusap bibir bawahnya dengan ibu jari. Entahlah, si gadis bertubuh tiang itu merasa detakan jantungnya menghentak tak sabar atas apa yang ia lakukan dan Pharita menerimanya.

Babymonster Rami || Bayang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang