Siang nyaris lenyap. Sore datang menjemputnya perlahan, menyelimuti rumah sakit dengan cahaya lembut yang tak mampu menenangkan.
Hari-hari berlalu sejak Sean terbangun dari koma. Di antara suara mesin, suntikan, dan bau obat, ia memimpikan keluarganya—sebuah mimpi hangat yang menipis seperti asap begitu ia membuka mata.
Tapi malam-malam berikutnya… bukan lagi tentang mimpi indah. yang akan terus dia kenang—Ingin dia hapus mimpinya yang melekat rapat di dalam pikirannya.
Yang datang adalah potongan hidup. Bukan mimpi buruk dikejar setan. Ini lebih dari itu—lebih nyata, lebih menyakitkan.
Kepingan kenangan hidup yang dulu—yang kini menolak pergi.
Itu kepingan memori tentang hidupnya disini, ditambah memori hidupnya disana. Semuanya berputar, berjalan lewat mimpi nya.
Semuanya adalah Memori-memori. Kenangan-kenangan pahit, menakutkan.
Sekarang kejadiannya sama dengan hari hari yang telah lalu. Malam ini, Sean kembali terbangun. Napasnya memburu. Tangannya mencengkeram rambut, seolah ingin merobek mimpi itu dari kepalanya.
“Cukup… cukup!”
Dadanya sesak—Sesak memenuhi relung di setiap sisi hatinya. Sakit menjalar, bukan hanya di tubuh, tapi di tempat terdalam yang tak bisa dijangkau siapa pun.
“Tolong… Siapa pun… tolong aku…”
Keringat membasahi tubuhnya seperti air mata yang enggan berhenti.
Rasa sakit menjalar dari kepala hingga kaki. keringat dingin mengucur. Napasnya tersengal Terengah-engah. Lelah sekali, siapapun tolong bantu dia..
Semua yang dia impikan adalah masa lalunya. Semua yang telah dia lewati baik disana maupun Disini. Tak perlu ada penayangan ulang, Dia ingat semuanya!
Rasanya sulit untuk sekedar menghirup udara dengan rasa sakit yang terus datang menghantamnya—Sudah ke sekian kalinya Sean terbangun dengan kondisi seperti ini.
Dia menekan tombol agar siapa pun dapat membuat dia tenang. Sungguh dia tak bisa bernafas dengan benar.
Suara langkah kaki terburu buru terdengar mendekati pintu masuk ruang inap nya. suaranya yang menggema di koridor yang terdengar sampai ke dalam.
Pintu terbuka. Johan menerobos masuk bersama dua perawat. Pemandangan di depannya mencengangkan—Sean terlihat seperti terseret kembali dari jurang maut.
“Tuan! Fokus! Tarik napas… pelan-pelan,” Johan menggenggam tangan Sean yang menggila.
Sean tidak menjawab. Matanya menatap kosong, seperti berada di dua dunia sekaligus.
Johan lagi-lagi melepaskan tangan Sean yang memegang kepala dan meremat dadanya. Kasihan sekali!
Sean tidak menjawab. Matanya menatap kosong, seperti berada di dua dunia sekaligus.
“Berbaring, saya akan periksa,” kata Johan lembut tapi tegas, mencoba tetap profesional meski nadinya berdenyut cepat.
Sean membaringkan tubuhnya, menutup matanya membiarkan dokter dan perawat memeriksa tubuhnya. Dia harus kembali berpijak dan kembali ke kenyataan!
Peralatan mulai dipasang kembali. Monitor jantung berbunyi cepat, suara alat bantu pernapasan mulai mengisi ruangan yang menegang.
“Semuanya… kembali. Semuanya…” gumam Sean lirih, nyaris seperti bisikan dari tempat lain.
Perawat memasang selang, infus, monitor. Alat-alat yang dulunya menjaga nyawanya, kini dipasang lagi—seolah ia kembali mundur ke titik nol.
Napasnya perlahan kembali normal walau masih ada rasa sesak yang menghimpit. Siapapun dibalik kecelakaannya. Selamat! Dia Berhasil membuatnya menderita.
KAMU SEDANG MEMBACA
A R S E A N A
Разное••• Tentang Arseana yang sudah mati namun menemukan dirinya yang lain masih hidup di dimensi berbeda dengan kisah hidup yang masih sama. Entah kenapa dirinya disini sudah mempunyai anak dan istri, keluarga nya sendiri yang dia pikir hanya impian yan...
