CHAP 27 : ZHANG JIAN

466 45 19
                                        

Mansion George Demetrio

Seperti banyak kebenaran dunia yang tertutupi entah itu oleh dunia itu sendiri atau oleh manusia penguasa. Seperti tempat ini. Mansion tua ini yang membuat Leon mengadaikan nyawa nya untuk memasukinya.

Jam analog tua berdetak di sisi menunjukkan pukul dua dini hari disaat hampir semua orang membungkus diri dalam selimut tebal dan tertidur menunggu matahari tersenyum.

Hujan mengguyur lembut dari jendela besar. Di dalam ruangan berlampu hangat itu, dua saudara duduk berhadapan. Di antara mereka, meja kayu tua dan secangkir teh yang tak tersentuh.

Leon duduk diam di kursi yang menghadap perapian. Sinar api memantul di wajahnya, memperjelas bekas luka samar di pelipis dan mata sayu yang menyimpan ratusan malam tak tidur.

Di sisi lain ruangan, Sean berdiri. Tegap. Diam. Tapi nadanya dingin.

"Katakan padaku sekarang, Leon.
Semua. Tanpa pengecualian. Aku lelah menebak siapa kau sebenarnya..."

Leon tak langsung menjawab. Suaranya tertelan keheningan yang pekat. Hanya suara kayu yang retak dalam nyala api sebagai pengiring.

"Aku sudah bertahun-tahun bersamamu," lanjut Sean. "Sebagai sekretaris, sahabat, adik, pelindung... Tapi ternyata kau lebih dari itu. Jauh lebih. Dan selama ini... kau diam."

"Kenapa?"
Suara Sean mulai pecah di ujung. Bukan marah—tapi patah.

Malam itu mansion George tenggelam dalam keheningan. Angin dingin Rusia menerobos dari celah jendela tua, membawa aroma lembap dari kayu yang sudah lama tak disentuh.

Api di perapian menyala redup, hanya memberi cahaya yang cukup untuk membuat bayangan wajah Sean dan Leon jatuh samar di dinding batu.

Sean akhirnya duduk bersandar di kursi usang, lengannya terlipat, matanya menatap Leon bangkit berdiri membelakanginya. Menunggu jawaban.

Leon menatap jendela besar yang menghadap halaman kosong—di luar hanya ada pekat, bulan pucat tergantung seperti saksi sunyi.

Dia akhirnya menoleh. Pelan. Lelah. Dan sedih. Menjawab pertanyaan Sean.

"Karena aku bukan siapa-siapa, Yan..."

"Karena aku hanya bayangan. Bayangan yang diciptakan untuk melindungimu sejak dari pertemuan pertama kita dulu."

"Bahkan ketika kau sedang belajar dengan buku-buku yang tak ku mengerti, aku sudah ada di baris pelatihan, mempelajari bagaimana caranya mati demi seseorang yang belum kukenal... Awalnya.”

Sean terdiam. Matanya melebar, tapi tubuhnya tak bergerak.

"Aku bukan prajurit, awalnya. Aku anak jalanan. Diseret dari reruntuhan ke ruang bawah tanah, dipaksa memilih mati seperti tikus, atau dilatih menjadi senjata."

"George menyelamatkanku. Tapi bukan sebagai cucu. Aku bukan darahnya. Aku hanyalah... alat. Namun entah kenapa, ia melihat sesuatu dalam diriku—dan untuk pertama kalinya, aku diberi misi yang bukan hanya tentang membunuh."

"Menjaga seorang anak yang bahkan sebaya denganku. Namamu… Sean.. Arseana Milan. D'Bennet"

“Marga D'Bennet dan darah yang mengalir di setiap nadinya adalah sebuah kutukan. Banyak yang akan mengincar entah itu orang luar atau orang dalam sekalipun. Kau tahu itu bukan.. Sean?”

“..Jadi aku seorang anak terlantar, seorang anak yatim-piatu yang tidak sengaja di selamatkan oleh raja perang. Membalas kebaikan hatinya menjadi penjaga bayangan.“

Sean merasa tubuhnya melemas. Ia jatuh duduk di kursi di seberang Leon. Suaranya mengecil.

"Jadi... selama ini... semua kebetulan... kebersamaan kita... itu... semua tugas?"

A R S E A N ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang