Gedung Eunoia Tech hari itu tampak lebih suram dari biasanya, meskipun langit Paris sedang cerah. Kabar tentang Keandric yang tidak ada di kursinya selama beberapa hari terakhir menyebar cepat seperti kebakaran dalam ruangan tertutup—diam-diam tapi menghancurkan.
Para direktur gelisah, divisi keuangan sibuk menutupi kebocoran, dan para analis sibuk menyusun ulang presentasi darurat yang penuh lubang.
Salah satu perusahaan teknologi satelit yang dipinjami dana investasi oleh Kean—dalam langkah strategis yang tadinya dipuji brilian—memutuskan kerja sama secara sepihak.
Tidak hanya itu, mereka kabur membawa ratusan ribu dolar, meninggalkan Eunoia dalam posisi rawan, terancam goyah.
Itu hanya opini publik yang dibesar-besarkan.
Nyatanya—Kean, yang biasanya sigap dan dingin, hanya bisa terbaring dengan demam tinggi di apartemennya, terlalu lemah untuk memimpin rapat darurat.
Dan disinilah momen saat Sean datang.
Mobil hitam Buggati La Voiture Noire berhenti tepat di depan lobi utama. Pintu terbuka perlahan, dan keluar dari sana seorang pria dengan setelan arang gelap yang tampak seperti diciptakan untuk berjalan di antara reruntuhan kekuasaan.
Ia tak membawa pengawal. Tak perlu pengantar. Dunia bisnis mengenalnya bukan hanya sebagai CEO Dexlaroic, tapi sebagai dewa uang yang mengatur benua.
Aura maskulinnya membungkam ruang: setelan wol gelap berpotongan sempurna, jas tak dikancingkan memperlihatkan vest perak lembut, jam tangan klasik yang tak dijual di rak mana pun, dan mata biru tajam yang menatap seolah mampu membaca ambisi siapa pun dalam hitungan detik.
Sean tidak tersenyum. Sorot matanya tidak marah. Ia hanya… tenang. Terlalu tenang untuk seseorang yang hendak menyelamatkan perusahaan dari ancaman kebangkrutan.
Walaupun itu tak mungkin.
Saat ia melangkah masuk ke Eunoia Tech, lorong itu terasa seperti medan perang yang menahan napas. Tak ada yang bicara. Tak ada yang menatap langsung ke matanya.
Para karyawan menunduk dalam refleks yang tidak mereka sadari. Aura pria itu—dingin, dominan, dan terlalu besar untuk dipikul ruangan itu—seolah mengatakan: “Waktu kalian bermain bisnis habis, kini lihat bagaimana pria dewasa melakukannya.”
Pintu lift terbuka dari seberang.
Herbert hoover datang seolah menjadi angin segar bagi yang ada disana—Bukan karena mereka takut tapi segan untuk sekedar menyapa apalagi berbicara.
”³Le PDG—Prèsident-Directeur Gènèral, Welcome to back to this company. Tapi maaf Le PDG... ⁴Le Patron—Mr. Kean tidak ada di perusahaan—”
”Aku tahu... Kita bicarakan nya di ruangan saja. Mr. Herbert. Dan... Untuk kalian yang mendengar pembicaraan ini. Siapkan bahan kalian meeting dua jam dari sekarang.”
Semuanya mengangguk dalam diam, hingga dia dibawa masuk lift. Suara lift tertutup dan naik terdengar, suasana yang ditinggalkan lift itu berisik oleh banyaknya karyawan yang berbisik satu sama lain.
Semuanya terkagum-kagum dengan sosok Sean. Parasnya yang tetap tampan di usianya yang tidak muda lagi, wanita menjerit karena pesona dan kharisma nya. Sedang para pria muda berdoa agar kelak menjadi sepertinya.
Pintu ruang CEO terbuka otomatis dengan desisan halus, dan Sean melangkah masuk, seolah tempat itu memang selalu disiapkan untuknya. Padahal, ruang itu adalah kerajaan Kean—putranya—dengan gaya modern minimalis: bersih, efisien, dan dingin.
Tidak ada terlalu banyak barang pribadi, kecuali satu hal yang mencuri perhatian Sean saat ia melewati meja kerja: sebuah bingkai kecil, diletakkan menghadap jendela.
KAMU SEDANG MEMBACA
A R S E A N A
Random••• Tentang Arseana yang sudah mati namun menemukan dirinya yang lain masih hidup di dimensi berbeda dengan kisah hidup yang masih sama. Entah kenapa dirinya disini sudah mempunyai anak dan istri, keluarga nya sendiri yang dia pikir hanya impian yan...
