Dartford Hollow menjadi tempat terburuk pertama yang pernah Sean kunjungi di seumur hidupnya. Sean hanya diam saja saat ibu dan ayahnya memamerkan Sean seperti trofi.
Tahun ke tahun dari saat Sean pertama kali masuk dalam "The Convergence" Semua orang yang berkuasa disana sudah satu persatu tutup usia.
Termasuk Pangeran Magnus dan beberapa orang lainnya. Peralihan kekuasaan beralih ke anak cucu keturunannya. Ternyata persaingan lebih parah untuk mendapatkan gelar "Raja".
Raja untuk semua yang ada disana, untuk semua saudara-saudarinya, untuk semua keturunannya. Orang yang akan duduk sendirian di kursi khusus di ujung meja dalam setiap pertemuan keluarga.
Benefitnya?
Semua harta kekayaan yang turun temurun dari King Julian dan anak keturunan yang lalu menjadi miliknya. Mempunyai kekuasaan untuk masuk lebih dalam kontribusi kerajaan Inggris.
Otomatis semua orang berpengaruh di dunia akan segan padanya.Tunduk dalam wibawanya. Seperti apa yang Charles dan Annette harapkan pada Sean. Walau dia bukanlah cucu pertama mereka yakin Sean bisa berada di sisi paling atas diantara anak saudara-saudari mereka.
Memuakkan. Sungguh.
Berada dalam lingkungan seperti itu membuat Sean muak, melihat banyak orang yang menjilat dan diam-diam menghinanya di belakang. Lalu..
Mereka semua marah padanya, segala tatapan mata hina, benci, jijik ia dapatkan dari orang-orang yang katanya keluarganya.
Sean sudah bisa memilah mana orang yang akan menjadi musuhnya dan berniat membunuhnya dari gelagat yang mereka keluarkan. Jelas semua yang ada disini menginginkan kepalanya.
Suara-suara itu datang :
“Kau tidak pantas, yang kau dapat saat besar nanti hanyalah gelar penjahat.”
“Kau hanya bocah Lima belas tahun, yang tak tahu apa-apa. Jangan berlaga sombong seolah kau diatas semuanya.”
“Annette.. Kau melahirkan papan berjalan?”
Dan banyak lagi semua hinaan dan ejekan. Dilayangkan padanya. Pada ibunya. Berisik semuanya terlalu berisik. Sean tak tahu harus apa Sean hanya diam menatap dingin tak membalas, tak menjawab.
Saat pintu utama terbuka perlahan dan suara sepatu kulit menggaung di lantai marmer, seolah waktu berhenti.
Suara itu—pelan, tapi berat—menggedor ruang dengar semua orang di ruangan. Setiap langkahnya seperti gema dari masa lalu yang mereka coba lupakan, namun tak pernah benar-benar bisa.
Ruangan mendadak sunyi. Tak ada suara. Hanya suara jubahnya yang berkibar seperti bisikan kematian yang lembut. Tanpa satu kata pun, semua memberi jalan.
Sosok itu muncul.
Sosok yang tak tahu tinggal dimana. Selalu menjauh dari sorotan dunia. Selalu menjauh dari keluarganya sendiri. Seolah ia punya dunianya sendiri.
Seseorang yang lebih menyerupai legenda kelam daripada manusia. Legenda yang selalu dibisikkan di tepi ranjang sebagai dongeng pengantar tidur, bukan untuk menenangkan anak—melainkan untuk menakut-nakutinya. “Satu iblis lahir dari darah yang sama,” begitu katanya.
Iblis yang diam, tersembunyi, dan kembali hanya saat dunia seakan butuh peringatan bahwa luka lama belum benar-benar sembuh.
Entah kenapa sosoknya tak bisa disentuh. Tak bisa didekati selalu menghilang semenjak kecil sampai remaja. Dan kembali saat umurnya yang ke tiga puluh.
Hanya dua kata. Iblis Gila.
Tidak ada yang berani menatap wajahnya. Bahkan memandang bayangannya pun terasa seperti sebuah dosa.
KAMU SEDANG MEMBACA
A R S E A N A
Random••• Tentang Arseana yang sudah mati namun menemukan dirinya yang lain masih hidup di dimensi berbeda dengan kisah hidup yang masih sama. Entah kenapa dirinya disini sudah mempunyai anak dan istri, keluarga nya sendiri yang dia pikir hanya impian yan...
