CHAP 25 : BECOMING A LEGEND

495 43 5
                                        

Hari itu dingin.

Sudah lima tahun Sean hidup di balik tembok ini. Usianya sudah dua puluh tahun. Badannya bukan lagi anak kecil kurus. Sekarang Sean sudah menjadi legenda di balik tembok ini.

Legenda yang tidak mungkin padam atau hilang walaupun Sean pergi. Kenapa Sean harus pergi disaat ia sudah nyaman dengan semuanya. Hanya disini Sean menjadi dirinya sendiri.

Menjadi apa yang Sean harapkan selama hidupnya.

Dibalik tembok ini semuanya terasa seperti rumah.. Pertama kali Sean kesini tubuhnya gentar mudah goyah namun sekarang tubuhnya kuat tak akan mudah goyah walau badai cobaan menerjang terus-menerus.

Lima tahun..

Lima tahun Sean disini. Masa-masa yang paling menyenangkan dan menakjubkan baginya. Walau ada luka dan rasa sakit semuanya terasa sepadan dengan adanya 'tiga orang itu'.

Katanya kalau dunia membutuhkannya, Sean akan dibawa kembali kesini. Lewat pesan yang entah seperti apa.. Sean harap itu tak lama. Kalau dirinya sudah punya kuasa dan sudah lebih dewasa.. Sean ingin kembali ke tempat ini tanpa perlu dijemput.

Sean ingin kembali kesini dengan tangan dan kakinya sendiri. Begitu juga dengan rumah kakeknya.. Sean ingin kembali kesana. Ke rumah kedua baginya.

Mansion tua di Rusia.

Malam itu kakeknya memanggilnya.

George Demetrio..

Di balik tembok beton itu ada sebuah ruangan khusus untuknya. Rumahnya. sebuah ruang batu, dengan jendela tinggi dan lambang elang bersilang tombak di dindingnya.

Sean masuk tanpa suara.
Langkahnya mantap. Tak menoleh ke penjaga.

Di dalam ruangan itu…
George berdiri di hadapan meja panjang dari kayu ek tua. Api dari tungku besar menyala, melemparkan bayangan tajam di dinding.

George menatapnya, lama.

Lalu perlahan-lahan, ia melepas sarung tangannya.
Lalu jubah kebesaran warna gelapnya, dilipat dengan rapi, dan disampirkan di kursi.

Sean menahan napas.
Karena untuk pertama kalinya di empat tahun terakhir, George bukan tampil sebagai kapten. Tapi sebagai seorang kakek.

“Duduk.”

Sean duduk. Tegak.

George berjalan ke arah rak buku tua di sudut ruangan. Tangannya menyentuh satu sisi rak, dan rak itu—bergerak.

Tembok di baliknya terbuka. Ruang rahasia di dalamnya menyala pelan.
Penuh lukisan tua, buku catatan, dan lambang-lambang kuno.

George masuk ke dalam ruang itu.
Tanpa berkata apa pun, ia mengambil satu map hitam, lalu kembali duduk di hadapan cucunya.

Map itu diletakkan di meja.

Lambangnya sama dengan lambang yang dulu Sean lihat di pertemuan keluarga D’Bennet. Lambang kerajaan tua, lambang darah yang tak bisa dicuci.

“Ini... duniamu,” kata George pelan.
“Dan juga... milikku.”

Sean mengerjap.

“Apa maksudnya?”

George menatapnya.

Suaranya tetap dingin. Namun kini, ada lapisan lain… seolah besi yang mendidih di dalam.

“Semua yang kau jalani lima tahun ini, Sean... bukan hanya latihan. Itu adalah warisan. Warisan dari darah yang kau bawa. Darah yang juga aku miliki. Darah yang diciptakan untuk berada di tengah perang—tapi tidak menjadi budaknya.”

A R S E A N ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang