CHAP 28 : REASON

411 36 10
                                        

Malam itu, mansion Demetrio terasa tenang. Udara sejuk di halaman luas, air hujan mengering di dedaunan. Beberapa hari sudah Sean dan Leon tinggal di rumah tua itu.

Bagi Sean, mansion ini bukan sekadar bangunan—di sinilah jejak masa kecilnya dan titik balik hidupnya tersimpan.

Dan bagi Leon, mansion ini adalah tempat cahaya yang menarik ia dalam gelapnya kehidupan.

Di ruang kerja penuh aroma kayu tua, George Demetrio duduk di kursinya, sorot matanya tajam tapi penuh kasih. Garis-garis wajahnya mengukir cerita panjang kehidupan yang keras.

Sean berdiri di hadapannya dengan postur tegap, sementara Leon setia di samping, seolah bayangan yang tak pernah meninggalkannya.

“Sean,” suara George berat, namun ada kelembutan yang tak bisa disembunyikan, “kau kembali ke rumah ini setelah sekian lama… Kau, tidak.. Kalian menemukan jalan dan kembali dengan cara seperti ini.”

Sean menunduk tipis, suaranya pelan, “Kakek... aku tidak ingin kembali dengan cara seperti ini. Tapi… sepertinya jalan yang Leon buka memang membawaku ke sini...”

“..Aku sudah tahu semuanya. Tentang Leon.. Apa alasannya?”

George menyeringai tipis, mendengarnya. “Alasan.. ya.”

“Arsen.. Setelah berita kau mencoba bunuh diri di usia mu yang ke tujuh, bahkan aku sampai kesal mendengarnya karena kau tak kunjung mati. Disaat kau ingin mati namun kehidupan menarik mu kembali.. Disana aku menyadari... Kau berbeda.”

Mungkin kewarasan mental Sean terganggu, bukannya sakit hati atau apa. Sean hanya tergelitik, tersenyum tipis mengingat kejadian itu. “Lalu.. Kenapa kau tak mengirim pembunuh pada saat itu? Kau tau itu akan sangat membantu..”

Leon diam-diam menegang, ia ingin menyela. Ingin memberitahu Sean bahwa ekspresi yang dia keluarkan salah. Namun anehnya atmosfer disana santai... Padahal pembahasan nya jelas gelap sekali.

“Jika kau mati kesenangan ku hilang.”

Sean akhirnya duduk di sofa yang ada di ruang kerja itu. Dengan Leon yang berdiri di belakangnya. “Tolong.. Jangan bahas hal itu lagi, Kek. Masa-masa itu adalah hal yang paling menyebalkan.. Bisa kita kembali ke topik?”

George kembali menyeringai, lucu menurutnya. “Alasannya ya. Zhang Jian..”

Saat namanya disebut oleh suara berat dan tegas dibelakangnya. Membuat Leon sedikit merinding dan terintimidasi, kapan terakhir kali George memanggilnya seperti itu..

Leon reflek berjalan tiga langkah mendekat ke meja. Tak berkata apapun, hanya diam menunggu perintah.

“Duduk..”

Ia duduk di sofa, di samping Sean. Dengan wajah tegang. Jujur selama ini Leon juga tak tahu alasannya apa.. Leon adalah seorang prajurit dan tugas seorang prajurit menjalankan misi dari kaptennya tanpa banyak bertanya.

Sean juga menebak dari ekspresi yang Leon keluarkan, ia juga tak tahu alasan kenapa ia harus hidup menjadi bayangannya.

Bertahun-tahun.

“...Sean. Jian. Entah kenapa saat aku melihat kalian berdua. Kalian tampak sama. Kalian sama-sama berusia tujuh tahun saat itu.. Namun sudah membuatku tertarik..”

George menahan nafas, sebentar. “Aku mengasihi kalian.. Dengan cara seperti ini. Setelah Jian sudah menjadi prajurit diusianya yang ke sembilan. Aku mengirimnya bukan untuk melindungimu. Tapi..”

“Hanya ingin mencari tahu setelah usiamu sembilan tahun. Apakah kau memang berbeda...”

Sean menunduk menyembunyikan kekecewaannya. “Berbeda?... Berbeda dari darah keturunan sialan ini bukan? Jadi menurut mu apakah aku berbeda?”

A R S E A N ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang