Tiga bulan kehamilan Sabrina,
Di hari ini juga Sabrina terakhir bekerja sebagai model di bawah naungan Star Entertainment, setelah ini Sabrina akan full dirumah mengurus Razan dan mempersiapkan persalinan dirinya nanti.
Sejujurnya, sedih sekali perasaan Sabrina karena ini cita-citanya sejak dulu. Tetapi, berhenti karena memutuskan menjadi ibu rumah tangga juga bukan pilihan yang salah kan?
Mata Sabrina basah, keluar dari kantor yang mana sudah ia datangi hampir setiap hari selama 7 tahun lebih lamanya. Diluar, Razan tersenyum ke arahnya sambil merentangkan tangan. Siap banget dia nyambut Sabrina masuk ke pelukannya.
Sabrina dan Razan berpelukan, Razan yang tersenyum disandingi dengan mengelus kepala istrinya itu dan Sabrina yang terus menangis dipelukan Razan.
"Gapapa sayang, nanti kalo ada kesempatan. Kamu bisa jadi model lagi"
"Udah lega belum nangisnya?" Tanya Razan, lembut banget. Dia bertanya seperti ini karena sadar akan adanya Tiar keluar dari kantor untuk menghampiri dirinya.
Tiar yang faham akan Sabrina memilih untuk membiarkan perempuan itu menangis di pelukan suaminya itu.
"Ada mas Tiar dibelakang kamu, udah dulu ya sayang nangisnya" Sabrina langsung lepas pelukannya itu, posisinya tetap memunggungi Tiar karena ia sibuk menghapus air matanya.
"Mas" sapa Razan, ia menggenggam tangan Tiar juga. Layaknya kawan yang tidak berjumpa lama.
"Apa kabar mas Razan?"
"Baik mas, alhamdulilah—"
"Mas Tiar, gimana kabarnya?" Sambung Razan.
"Baik"
Lalu keduanya berbicara, sementara Sabrina disebelah Razan dengan tangan lelaki itu merengkuh pinggang Sabrina. Perempuan ini juga sudah tidak semuram tadi, lebih sedikit bisa tertawa akan celetukan-celetukan yang dibuat Tiar.
"Nanti kalo ada kesempatan, Sabrina gue ajak jadi model lagi ya mas?" Tanya Tiar, Razan langsung lirik Sabrina seperti meminta jawaban. Boleh atau tidak.
"Gimana?" Tanya Razan,
"Gak tau aku" sahut Sabrina ingin tersenyum namun ia tahan.
"Boleh mas Tiar, ajak aja. Tapi gak bisa seaktif kemarin"
"Aman mas Razan"
Sampai pukul delapan malam, Razan memutuskan untuk pamit pulang dan Sabrina memeluk Tiar didepan Razan sebagai tanda perpisahan. Namun, memang Razan adalah suami yang beneran suami. Ia tidak permasalahkan atau larang akan hal ini.
"Makasih ya mas Tiar" ucap Sabrina.
"Sama-sama Sabrina, sehat-sehat sampe persalinan"
"Duluan ya mas Tiar" Sahut Razan yang sudah berada dibalik kemudi, setelah Sabrina masuk kedalam mobil. Barulah mobil milik Razan ini berjalan meninggalkan kantor dan juga Tiar seorang diri disana.
Pandangan Sabrina terus ke arah jalanan luar yang mana jalanan ini selalu ia lewati setiap hari menuju kantor dan mungkin akan jarang Sabrina lewati lagi karena pastinya tidak ada keperluan apapun didekat-dekat sini.
"Mau makan gak? Aku laper" ucap Razan, Sabrina kini menoleh menatap suaminya itu.
"Makan apa?"
"Kamu lagi mau makan apa?"
"Rujak" sahut Sabrina tanpa basa basi.
"Jam segini gak ada rujak, aneh"
"Tapi mau rujak"
"Besok ya?" Tangan Razan mengelus puncak kepala Sabrina.
"Tapi boleh?" Razan ngangguk.
"Jangan pedes tapi"
"Dih! Mana enak! Dimana-mana tuh rujak pasti pedes" seru Sabrina, kepalanya juga ia tarik dari tangan Razan yang terus mengelus.
"Gak boleh kalo pedes banget, gak mau aku turutin"
"Gak usah aja sekalian! Biar aja anaknya ngiler, anaknya ngambek sama kamu!" Sabrina mulai dramatis dengan pegang perutnya sendiri.
"Gapapa ya dek, papa kamu emang kayak gitu. Kalo kamu udah lahir, kamu tonjok aja ya?" Ucap Sabrina,
"Mana boleh kayak gitu ngajarinnya" sahut Razan.
"Ya boleh! Orang kamu emang beneran gak turutin mau aku kok—"
"Eh, mau anak aku" sambung Sabrina merasa salah bicara.
"Iya, besok aku beliin. Hari ini makan yang masuk akal dulu" Karena menurut Razan tuh rujak gak masuk akal dikepalanya apalagi untuk ibu hamil kayak Sabrina gini, seharusnya makan buah saja cukup tanpa perlu sambal.
Di perjalanan menuju ke tempat makan, ada satu kejadian menarik bagi Razan. Ada satu orang yang membuat pandangannya menoleh hampir 90 derajat ke jalan,
Ivy dipinggir jalan sana menangis, jelas Razan lihat itu. Sementara Sabrina sibuk scroll tiktok tanpa melihat.
Mobil Razan berhenti tepat tidak jauh dari dimana Ivy menangis, Sabrina heran mengapa mobil Razan berhenti ternyata ada Ivy disebelah kacanya.
"Ngapain?" Tanya Sabrina,
"Tolongin Ivy sekali ya? Sekali aja" karena Sabrina lihat kondisi, perempuan sendirian dipinggir jalan serta tatapan Razan yang meminta di izinkan kali ini. Sabrina ngangguk mengiyakan.
Dibukanya kaca mobil, Ivy sempat terkejut karena yang pertama kali ia lihat adalah Sabrina disana. Razan di ujung sana tidak terlalu terlihat baginya.
"Pak Razan?"
"Ngapain kamu disini?" Tanya Razan, Ivy berusaha untuk mengusap air matanya.
"Gapapa pak"
Lalu, tak lama wajah Ivy kian panik karena ada satu lelaki dari sebrang sana hendak menghampiri sepertinya. Dari sana, Razan langsung reflek membuka seatbelt dan turun kejalan. Tidak jauh dari pantauan dan telinga Sabrina.
Ivy menangis jelas karena tangannya ditarik paksa oleh lelaki itu.
"Gue gak mau!" Ucap Ivy,
"Ini kenapa ya?" Tanya Razan, lelaki ini diam saja tidak meminta lelaki itu untuk melepas pautan tangannya pada Ivy.
"Dia siapa?" Tanya lelaki yang menggenggam tangan Ivy,
Ivy sempat diam sambil memperhatikan sekitar, ntah apa yang ia lakukan tetapi ucapan selanjutnya dapat membuat Razan melongo serta Sabrina geram.
"Ini, calon suami gue. Jadi lu gak bisa gangguin gue lagi!" Sahut Ivy, tangannya ia paksa lepas lalu ia menarik sedikit lengan Jersey Razan.
"Gue gak percaya, jangan main-main sama gue Ivy. Sekarang lu ikut gue!" Lelaki ini kembali mencoba menarik Ivy, namun Ivy ngumpat dibelakang Razan.
"Pak, tolongin pak, kali ini. Saya takut" bisik Ivy pelan.
"Pergi, atau gue telfon polisi" sahut Razan sambil pura-pura memanggil polisi. Sejujurnya yang ada dikepala Razan itu reaksi Sabrina nanti, jelas ia takut.
"Gue gak mau pergi sampe bisa gue bawa perempuan ini"
Pikiran Razan blank, hilang begitu saja. Ntah apa yang akan ia lakukan namun, benar-benar dipikirannya hanya ada Sabrina.
"Hallo, pak. Dipinggir jalan ini ada penculikan" ucap Sabrina dari dalam mobil, kencang sekali.
Lelaki itu kabur pergi sambil menunjuk Ivy, seperti memberi peringatan. Lalu Ivy keluar dari belakang tubuh Razan dan menghembuskan nafasnya lega,
"Makasih ya pak" ucap Ivy pada Razan, lelaki ini cuma ngangguk.
"Sayang, ayo!" Panggil Sabrina,
Lalu Razan ngangguk dan masuk begitu saja ke mobilnya, meninggalkan Ivy seorang diri. Iya, Razan gak mau lagi berurusan sama Ivy sejak beberapa menit yang lalu ia berbicara seperti tadi. Razan harus menyelamatkan rumah tangganya.
"Kamu bisa naik ojek kan?" Tanya Sabrina, Ivy ngangguk.
"Bagus, ayo sayang" ucap Sabrina pada Razan.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE PRETTIEST SABRINA (gettin married)
Fanfic"Saya nikahkan dan saya kawinkan putri kedua saya Sabrina Laluna Damar dengan saudara Pradipta Mahesa Derazan" ucap Damar, selaku bapak dari Sabrina. "Saya terima nikahnya Sabrina Laluna Damar binti bapak Damar dengan maskawin tersebut dibayar tunai...