28. Pupus Harapan

44 3 0
                                    

28. Pupus Harapan

Sebuah lorong panjang nan tidak terasa terang itu kini menjadi jalanan yang Baskara lewati dengan beberapa polisi yang setia mengawasinya dari segala sudut pandang. Mereka kini tengah berjalan menuju ruang pengadilan.

Sudah tidak ada lagi harapan dalam diri Baskara. Tidak ada siapapun yang merasa kehilangan atas kepergiannya. Tidak akan ada pula yang menunggunya untuk pulang. Lantas untuk apa dasarnya ia harus tetap hidup? pria itu sangat berharap mendapatkan hukuman mati saja.

Polisi membuka pintu pengadilan, ruangan itu memiliki ciri yang sangat khas. Mulai dari konsep warna serta penyusunan meja dan kursi-kursinya. Baskara serasa dibawa ke dimensi lain dan tidak bisa kembali. Langkahnya goyah, ia sudah tidak berharap apapun lagi.

"Baskara!"

Baskara mengerjapkan matanya ketika mendengar sayup-sayup suara yang amat familiar memanggilnya. Namun ia hanya menganggapnya sebagai halusinasi saja. Karena hal itu sangat tidak mungkin terjadi.

"Baskara!"

Suara itu semakin lantang terdengar seolah pemiliknya akan segera sampai di ruangan tersebut. Ingin sekali Baskara mendongak kemudian menoleh ke belakang untuk memastikannya. Namun ia takut jika memang ia sudah gila hingga berhalusinasi.

Tubuhnya terhuyung ketika seseorang memeluknya sangat kuat. Polisi segera memegang orang yang memeluk Baskara. Tahanan tidak boleh disentuh sembarang. Dan juga tidak boleh berbicara dengan sembarang orang.

Sedetik, akhirnya Baskara menyadari bila di depannya merupakan wujud sang istri yang telah ia rindukan. Marcel dengan tangisnya yang terdengar pedih itu memeluk Baskara tanpa memperdulikan polisi yang berusaha memisahkannya. Ia sangat merindukan Baskara.

Ingin sekali Baskara balas memeluknya erat dan mengusap-usap punggung sang istri. Namun kedua pergelangan tangannya terkunci borgol besi yang begitu kuat. Baskara jelas tersiksa. Ia ingin meluapkan rindunya namun terhalang peraturan negara. Kini pria itu hanya bisa mengatur nafasnya yang terasa sesak, matanya menjadi perih namun sulit mengeluarkan air mata.

Tak lama setelahnya, Jess sampai di tempat mereka. Marcel berlari sangat lincah bahkan membuat Jess kesulitan mengimbangi kecepatannya. Ia terkejut ketika mendengar tangisan Marcel yang terhalangi tubuh Baskara.

"Kita pulang sekarang, ya?" Marcel masih enggan melepaskan pelukannya hingga membuat para polisi iba untuk memisahkan mereka.

Baskara menatap wajah istrinya yang sudah berantakan itu dengan perasaan berkecamuk. Apa yang terjadi? mengapa Marcel masih menerimanya?

Karna tak kunjung mendapatkan jawaban, Marcel mengguncangkan tubuh Baskara. "Kamu denger aku, kan? ayo kita pulang."

"Marsella, dengar. Saya bukan orang baik yang pantas bersanding bersama kamu." suara Baskara terdengar menyedihkan.

Marcel melotot tak percaya. "Apa maksud kamu? setelah kamu buat aku kayak gini dan sekarang kamu tinggalin aku gitu aja?"

"Bukan begitu, Marsella."

"Terus apa? kamu udah perbaiki masa lalu kamu dengan cara buat aku bahagia di masa sekarang. Terus sekarang kamu mau lari dari tanggung jawab?"

Baskara terdiam, ia menjadi sangat bingung. Bukankah Samuel sudah menghapus hipnotisnya? pria itu kemudian melirik pada Jess yang berdiri di belakang Marcel.

"Dia memang udah kembali jadi Marsella tahun sebelumnya. Tapi ingatan dan perasaannya masih sama. Dia tulus sama lo." ujar Jess seolah dapat membaca pahatan bingung di wajah Baskara.

Takdir rupanya masih menyuruh Baskara agar tetap mendapatkan harapan hidup. Pria itu merasakan secercah cahaya dari segala permasalahan dunia yang tengah menimpanya.

Hipnotis Baskara (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang