23. Happiness

70 2 0
                                    

23. Happiness

Teriknya cahaya mentari dengan segera menyengat tubuh Baskara ketika pria itu keluar dari mobil. Baskara kemudian berjalan menuju pintu satunya dan membukakan pintu tersebut untuk sang istri. Marsel hanya terkekeh setiap ia melihat perlakuan sang suami yang semakin hari semakin manis.

Baskara menggapai tangan Marcel kemudian menuntun nya menuju suatu rumah dengan nuasa vintage yang cantik.

"Suka nggak sama rumahnya? kalo nggak kita cari yang lain." ujar Baskara.

"Aku suka yang ini. Nggak usah cari yang lain nggak apa-apa kan?"

"Nggak apa-apa, sayangku. Anything for my queen," Baskara mencium pipi Marcel.

"Mau masuk sekarang atau mau lihat taman belakang dulu? interior rumah nya juga udah lengkap, jadi kalau mau istirahat juga tinggal masuk." ujar Baskara.

"Di belakang ada taman?" Mata Marcel berbinar antusias.

"Ada, nggak terlalu besar. Tapi cukup untuk main bola anak-anak nanti. Mau liat?"

Marcel berpikir sejenak, tapi kemudian ia merasakan pusing yang melanda kepalanya hingga terasa berdenyut-denyut, matahari pada siang ini terasa sangat menyengat.

"Nanti aja deh. Kepala aku pusing banget. Mataharinya terlalu cerah."

"Oke," tanpa berucap sepatah kata lagi, Baskara segera mengangkat tubuh Marcel dengan kedua tangannya.

"Astaga, Bas! turunin aku!"

"Lah, katanya pusing,"

"Iya, tapi aku masih bisa jalan sendiri. Nggak usah kamu gendong tau!"

"Udahlah, nggak apa-apa." Baskara berjalan memasuki rumah seraya menggendong isterinya.

"Diatas ada empat kamar tidur, dibawah ada tiga." Baskara menjelaskan seraya tetap menggendong istrinya menuju lantai dua. "Berarti target lima anak," lanjut pria itu tanpa beban.

"Apa nggak kebanyakan anaknya?" dahi Marcel mengerut.

Gadis itu meminta Baskara untuk menurunkannya agar ia bisa bebas melihat-lihat keadaan rumah itu.

"Kamu mau nya berapa?" tanya Baskara.

"Satu aja, Bas. Melahirkan itu taruhannya nyawa. Nggak semua orang bisa menjalaninya, nanti gimana kalau semisal aku nggak selamat?"

"Heh! nggak boleh ngomong gitu," Baskara menatap nyalang istrinya.

Marcel tersenyum. "Bercanda," ia lanjut berjinjit untuk menyamai tingginya dengan Baskara dan mencium bibir pria itu singkat.

"Dih, ulangi gak!" ujar Baskara tidak terima. Ciumannya terasa terlalu singkat.

Marcel tertawa kemudian berlari menuju salah satu kamar dan berbaring di ranjangnya.

"Aku tidur duluan disini, kamu nggak boleh serang aku"

Baskara tersenyum miring, kemudian berjalan santai menghampiri Marcel. Namun karena kaki pria itu tergolong panjang, dalam hitungan detik yang cepat ia sudah berbaring di samping Marcel.

"Aduh, Bas! sempit tau nggak!" sewot Marcel.

"Ya lagian ini namanya single bed. Kamar kita kan disana,"

"Yaudah kamu tidur disana, aku disini."

"Nggak mau." Baskara memeluk tubuh istrinya dan menenggelamkan kepalanya dalam ceruk leher Marcel.

"Jangan ngedusel disitu, Bas. Cuaca nya panas, badan aku bau matahari," ujar Marcel insecure.

Baskara tak menjawab, namun semakin mengeratkan pelukannya.

Hipnotis Baskara (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang