Meen memarkirkan motornya tepat di depan sebuah rumah mewah bertema klasik dengan perpaduan warna yang membuat rumah itu terlihat elegan. Meen mematikan mesin motornya dan menurunkan standar motornya agar dia bisa turun, dan membantu Vina untuk turun dari motor hitam miliknya itu. Dengan perlahan Vina menuruni meotor itu sembari berpegangan pada bahu kokoh milik Meen.
"Kamu gak akan masuk angin gara-gara naik motor kan?" Tanya Meen tidak penting.
"Apa sih pertanyaannya gak penting," jawab Vina kesal "Lagian aku udah mendingan soalnya dari tadi di jalan feromon kakak buat aku nyaman dan baikan."
Meen yang terkejut karena dirinya tidak menyadari bahwa feromonnya maish dia biarkan melebur hingga tercium oleh Vina.
"Kamu gak mual?"
"Kak, dari dulu juga feormon kakak tuh udah bisa bikin aku nyaman beda sama alpha yang lain tau."
"Ahhh, ya udah deh kalau gitu. Kamu masuk gih, istirahat besok masih ada latihan, kalau masih gak enak badan jangan makasain datang ke lapangan ya."
"Kakak masih aja bawel, iya aku istirahat, aku bakal minum obat juga."
"Bagus, kalau gitu aku pamit ya."
"Kakak gak mau mampir dulu?"
"Gak usah, aku buru-buru, salam buat Om Tian aja ya."
"Ping ya?" Meen hanya membalas dengan senyuman.
"Kakak masih suka sama Ping?" Meen terdiam, dan memandangi Vina, "Kenapa harus Ping kak?"
"Kamu kenapa Vin? Kok tiba-tiba nanya gitu?"
"Gak papa, aku cuman ... gimana ya kak, kakak udah suka sama Ping dari lama, tapi dianya gak anggap kakak sama sekali, malah pacaran sama orang lain." Vina diam sejenak, menarik nafasnya sebelum melanjutkan kalimatnya. "Ping cuman manfaatin kakak aja gak sih?"
Pertanyaan itu berhasil membuat Meen mendengus kesal, ntah apa yang ada di fikiran Vina hingga ia berani mengatakan hal itu.
"Ping bukan orang yang seperti itu, lagi pula Max bukan pacarnya dia kok. Dan lagi, aku gak akan pernah masalah kalau Ping cuman manfaatin aku. Aku suka dia karena aku suka, bukan harus memiliki. Jadi kamu gak usah mikirin aneh-aneh. Dah cepet masuk."
"Ya udah maaf ya kak, aku cuman ngeluarin unek-unek aja. Soalnya kayaknya Kak Max suka banget sama Ping, Ping juga."
Sepanjang perjalanan fikiran Meen melayang ntah kemana, namun sebisa mungkin dia harus tetap fokus mengemudikan motornya.
Kalau difikir-fikir Max orang pertama yang bisa sedekat itu dengan Ping. Orang pertama yang memiliki rahasia tanpa Meen ketahui, orang pertama yang tau kelemahan Ping juga, dan bahkan Ping sendiri tidak keberatan soal itu. Apa jangan-jangan Ping beneran suka sama Max? Dengan cepat ia menghilangkan fikiran itu dan kembali fokus pada jalanan.
Kini Meen sudah berada di depan pintu gerbang rumah Ping, lampu kamarnya mati. Apa dia sudah tidur, fikirnya. Akhirnya Meen memarkinkan motornya di depan gerbang dan memasuki rumah Ping. Dia sudah dianggap keluarga di rumah itu, jadi dengan mudah Meen bisa keluar masuk tanpa ragu.
Belum sempat ia mengetuk pintu, pintu itu terbuka, bunda muncul dari bali pintu dan tersenyum "Kok kamu baru pulang?" tanya bunda lembut.
"Maaf Bun, aku ganggu ya, sampai Bunda terbangun?"
"Nggak kok, Bunda belum tidur. Tadi lagi nonton trus denger suara motor kamu, jadi Bunda keluar."
"Ping sudah sampai Bun?"
"Sudah, diantar temannya. Tapi bunda gak kenal."
"Ah dia seniornya Ping di kelas."
"Hmmm, anaknya baik?"
KAMU SEDANG MEMBACA
CHILDHOOD | MEENPING
أدب الهواةTadinya disini tuh ada deskripsi tapi gak tau dah yee kayak udeh baca aja lah yaaa... Happy reading aja dari saya. Don't forget to leave your sign, give love to meenping if you like my story woof yuuu 🐼🐺