17 | Bunda

194 16 3
                                    

Setelah perjalanan singkat dari rumah Ping, mobil akhirnya memasuki area parkir rumah Ping. Lampu-lampu di sepanjang jalan kecil menerangi suasana malam yang tenang. Ping dan Meen turun dari mobil dengan senyuman, bergegas menuju pintu depan rumah Ping yang tertutup rapat.

Ping mengetuk pintu dengan lembut, dan tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki mendekat. Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan seorang wanita paruh baya dengan rambut hitam yang sudah mulai beruban, serta senyuman hangat yang menyambut mereka.

"Kalian sudah pulang? Lelah sekali sepertinya, ayo masuk," ucapa hangat Bunda "Lagian bukannya langsung masuk aja kayak ke rumah siapa kalian ini."

"Bun?" ucap Ping saat melangkahkan kakinya ke dalam rumah.

"Kita makan dulu ya sayang," Meen dan Ping mengangguk. "Bunda udah masakin makan kesukaan kalian, dimakan ya habiskan. Habis ini kalian istirahat pasti capek."

Setelah makan malam mereka bertiga duduk di ruang tengah, TV yang menampilkan acara ragam kesukaan Bunda malam itu tampak tidak seseru biasanya. tak ada suara tawa dari mereka bertiga.

"Bun?" ucap Ping memecah keheningan, "Ping baik-baik aja."

"Hari ini kamu sudah cek? Sudah bertemu Kak Luna?"

"Sudah Bun.." Meen menjawab

"Oh iya, papah mu apa kabar? Kayakya sibuk banget, udah setaun ini nggak ada mampir kesini."

"Papah sehat bun, tapi kayaknya memang lagi ada proyek baru di luar, kemarin pulangpun hanya ambil beberapa barang lalu pergi lagi."

"Woah lelah sekali bunda yang mendengarnya, kamu kalau ada apa-apa atau sekiranya butuh apa-apa jangan sungkan-sungkan kesini ya."

"Iya bunda."

"Ping? Kok diem aja? gak kangen sama bunda? gak mau tanya perihal nenek?"

"Bunda?"

"Bunda tau, kak Luna sudah cerita ditelpon tadi," ucap bunda. "Semua anak bunda itu, anak yang kuat, terutama Ping, kamu adalah titipan Tuhan paling hebat untuk bunda, kamu gak usah khawatir ya."

"Bunda udah tau?"

"Sebenernya dari pas kamu SD tuh saat test awal dan hasil kamu adalah omega, dokter sekolah udah kasih tau bunda segala resikonya. Awalnya bunda gak percaya sampai hari buruk itu terjadi, untuknya kamu udah ketemu Meen duluan yang ditakdirkan jadi alpha hebat kala itu, terima kasih ya Meen," usapnya pada pundak Meen. 

"Ternyata kamu benar-benar spesial, makanya ayah kamu membuat obat itu sebagai pelindung, tapi ternyata memang udah saatnya kamu terlepas dan membiarkan orang lain tau bahwa kamu memang spesial. Bunda tidak akan melarang kamu untuk apapun, tapi kamu harus janji sama bunda kamu jaga diri baik-baik ya, kalau ada apa-apa kamu harus kasih tau bunda, kak Luna juga, kamu harus kasih tau Meen juga."

Malam itu tidak seperti biasanya bunda banyak bercerita, namun isi ceritanya tidak menyenangkan, Ping semakin merasa bahwa dirinya hanya akan membawa masalah.

"Ya sudah, sudah malam juga, kalian istirahat gih. Bunda juga lelah."

"Bunda?"

"Kenapa sayang?"

"Hari ini boleh nggak kalau Ping..."

"Hari ini Meen izin menginap disini ya bun?" Potong Meen, Ping dengan herannya langsung menatap kearah Meen.

Bunda tersenyum, "Tentu saja... Ini sudah menjadi rumah untukmu juga."

"Iya bunda, terima kasih." balas Meen.

"Ya sudah, bunda langsung masuk kamar ya, kalian naiklah dan beristirahat. Perjalanan cukup melelahkan bukan hari ini?"

"Ya sudah bun, kami keatas kalau gitu, malam bunda." ucap Meen sembari merangkul tangan Ping dan menriknya berjalan keatas bersama.


----------


Di sudut kamar, Bunda duduk di kursi malas tua, mata lembabnya menatap sebuah foto keluarga yang diletakkan di meja samping tempat tidur. Foto itu menunjukkan Bunda, Ayah, dan kedua anak mereka—Luna, Ping—di sebuah piknik keluarga di taman pada hari yang cerah. Ayah tersenyum lebar di samping Bunda, sementara anak-anak mereka tampak ceria dan penuh semangat.

Sudah beberapa tahun sejak Bapak meninggalkan mereka, tetapi rasa kehilangan itu masih terasa begitu mendalam. Malam ini, rasa rindunya memuncak, dan air mata Bunda tak bisa ditahan. Ia membisikkan doa dan kata-kata penuh kasih kepada foto yang dipegangnya.

"Yah, bunda ingin engkau tahu betapa bangganya aku terhadap anak-anak kita," kata Bunda, suara bergetar penuh emosi. "Luna sekarang menjadi seorang dokter yang sangat berbakat. Dia telah membantu banyak orang, dan dia selalu mengingat nasihat Ayah tentang pentingnya membantu sesama."

Bunda menyeka air mata dari pipinya dan melanjutkan, "Ping, dia kini masih kuliah, dia suka memasak, dan ingin jadi koki yang hebat nantinya menjalani bisnis sesuai yang ia mau."

Bunda berhenti sejenak, mengambil napas dalam-dalam. "Yah, Ayah pasti tau hari ini pasti akan datang, dan ayah sudah mendengar langsung dari atas sana bukan? Yah, tolong lindungi Ping dari sana ya... Bunda percaya dia adalah anak yang kuat tapi bunda minta tolong sama ayah yaaa, bunda hanya cemas."

"Beberapa hari lalu Luna bilang Ping heat untuk pertama kalinya, mungkin sudah saatnya dia harus hidup layaknya omega pada umumnya. Tubuhnya sudah tidak bisa mengontrolnya, takdirnya sudah berubah, tapi untungnya ada Meen," bunda sesekali menyeka air matanya "Ayah, bantu bunda dari sana ya... Beritahu bunda jika ada hal buruk terjadi pada Ping."

"Ayah masih ingat dengan Meen? Ya anak baru di komplek kita yang menolong Ping saat dia diculik orang asing kala itu. Kini dia sudah tumbuh menjadi pria dewasa yang tampan, tapi papahnya masi sibuk seperti biasanya hahha, kasian sekali bukan?" bunda tertawa kecil "Kurasa Meen akan bisa melindungi Ping lebih baik dari bunda. Iyakan yah?"

Terdengar suara dering ponsel, bunda melirik kearah sumber suara tersebut dan menerima panggilan tersebut.

"Iya kak?" ucap bunda

"Bunda gak habis nangiskan?" ucap Kak Luna dari sebrang.

"Untuk apa?"

"Yakiiinnn? Bun... Ping anak kuat bun, dia pasti baik-baik aja, ada Luna, ada Meen juga, hal buruk waktu itu nggak akan terjaid lagi, dia udah bisa gigit orang sekarang."

"Hahah kamu ini, emangnya dia anak anjing?"

"Lah emang bukan?"

"Kalau iya berarti bunda?"

"Ah bunda nihhh. Ya udah deh intinya bunda gak usah khawatir sama Ping ya, dia udah gede juga, bisa jaga dirinya sendiri, bunda bersikap biasa aja, biar Ping juga gak kepikiran, bunda harus percaya sama anaknya bunda, anaknya bundakan anak-anak yang kuat."

"Iya kak, bunda gak nangis kok."

"Yakin? Yakin bunda gak lagi curhat ke ayah?"

"Ihhh kakak niiih! Udah ah bunda capek mau tidur."

"Heheh ya udah bunda istirahat yaa, jangan capek capek, gak boleh banyak pikiran, noh keriput sama uban bertambah."

"Heh kamu yaa sama orang tua! Kakak juga kerja seperlunya aja, gak usah capek-capek harus pentingim diri sendiri juga jangan orang lain mulu yang dipikirin."

"Iya bundaku yang cantik nan bawel ini. Ya udah Luna tutup telponnya yaa, istirahat gak usah lanjut curhat sama Ayah."

"Iya yang lebih bawel."

"Love you, malam bunda."

"Iya sayang.." Panggilan pun terputus.

Bunda berdiri dan menutup foto dengan lembut. 

CHILDHOOD | MEENPINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang