Bab 61. Mencari Petunjuk

1.6K 257 53
                                    

"Di antara semua tantangan yang pernah kutemui, menahan rindu untukmu adalah yang paling menyiksa. 

Jarak ini bukan sekadar angka, ia hadir sebagai bayangan yang menambah berat beban hati setiap kali aku mengingat wajahmu yang tak bisa kusentuh."

---

"Sayang!" Rakha perlahan membuka matanya, merasakan belaian lembut di pipinya. 

"Mala!" ucapnya lirih. "Aku kangen La, maaf kan aku! bukan aku tak mempercayaimu, aku hanya..."

"ssst!" mala menarik Rakha dalam pelukannya, membelai rambutnya.

"aku tahu Kha, aku tahu! kamu hanya butuh waktu untuk menenangkan diri!" Rakha semakin menenggelamkan kepalanya di dada sang istri. Nyaman.

Rakha terisak pelan dalam pelukan Mala. Beban yang selama ini menekan hatinya seakan menghilang seketika saat merasakan kehangatan Mala, yang begitu memahami perasaannya.

Mala mengusap rambut Rakha dengan lembut, memberikan ketenangan yang ia butuhkan. "Kamu nggak pernah kehilangan aku, Kha. Aku selalu di sini, menunggumu kembali dengan cinta yang sama seperti dulu. Kita memang terluka, tapi luka itu akan sembuh... bersama."

Rakha mengangkat kepalanya, menatap wajah Mala yang tampak begitu tulus. Matanya memancarkan keteguhan dan kasih sayang, seolah memberikan keyakinan bahwa mereka bisa melewati ini semua.

"Terima kasih, Mala. Aku mencintaimu sayang"

Kriiing

Rakha terperanjat, matanya terbuka lebar, "Mimpi?" gumamnya. Ternyata semua hanya mimpi, suara dering telpon menyadarkannya. Dia segera mengambil ponselnya. Panggilan itu telah berakhir tapi ada sebuah pesa. MAtanya membola saat membacanya, Rakha melompat dari tempat tidurnya dan segera berlari, tergesa.

***

Pagi-pagi, Mala, Adara, Cantika dan Vio berangkat menuju lokasi hutan tempat Mala ditemukan beberapa hari lalu. Mereka meminta bantuan Gibran untuk menemani. 

"Apa ngga apa-apa La kita berangkat sendiri?" tanya Vio ragu. 

"Tenang saja, kita hanya memantau, dan mencari barangkali ada petunjuk!" jawab MAla mantap.

Rasa penasaran menemukan kebenaran membuatnya mantap untuk mencari petunjuk di sekitar area itu. 

Tak membutuhkan waktu lama, mereka sampai di tempat itu. Dengan hati-hati, mereka berjalan menelusuri jalanan kecil di antara pepohonan yang lebat. Berjalan memasuki hutan.  Tidak lama setelah berjalan lebih dalam, mereka melihat sebuah bangunan kecil dan sederhana yang tampak mencurigakan di antara pepohonan rindang.

Gibran berbisik pelan, "Apa mungkin rumah ini ada hubungannya dengan semua yang terjadi pada Mala?" 

Cantika mengangkat bahunya. "Kita harus memeriksanya!" jawab Cantika sambil melirik ke arah Mala.

Mala mengangguk pelan. "Gue nggak ingat apa-apa tentang tempat ini..."

Mereka semua melangkah mendekati rumah itu dengan hati-hati. Vio mencoba membuka pintu yang, anehnya, tidak terkunci.

"Sampai nggak dikunci gini," gumam Vio sambil melihat sekeliling.

Adara mengangguk, berusaha tetap tenang. "Mungkin memang sengaja dibiarkan seperti ini. Kita harus berhati-hati."

Mereka masuk ke dalam rumah yang terlihat sederhana, tapi penuh dengan barang-barang yang tertata rapi. Ada sebuah ruangan kecil yang dindingnya dipenuhi dengan beberapa foto dan catatan—semua foto Mala dalam berbagai kesempatan. Beberapa di antaranya adalah foto-foto di acara kampus, di rumah, dan bahkan di hari-hari biasa.

'MALA'ikat Tak BersayapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang