Selesai ganti baju, aku memasuki kelas. Kosong. Ah, ya, jam terakhir hari ini adalah pelajaran tambahan. Itu artinya, seluruh murid berpencar ke kelas sesuai minat mereka.
Tadi aku dipanggil oleh wali kelas, menanyakan 'keanak-baruanku'. Mungkin keterlambatanku pada pelajaran tambahan tidak akan menjadi masalah, karena aku memiliki alasan yang jelas.
Aku menghampiri kursiku, dan menyimpan tas kecil berisi baju olahraga ke dalam tas. Aku mengambil sebuah tisu, lalu bersiap menglap wajah. Tapi tanganku tertahan. Pandanganku tertuju pada kursi yang berada di sampingku. Disana masih terdapat tas Gam. Ntah karena dia juga terlambat, atau karena dia sengaja meninggalkan tasnya di kelas.
Pemilik tas yang sedang ku lihat datang. Aku mengalihkan pandangan padanya. Rambutnya basah, dan wajahnya segar. Dia juga wangi.
"Mandi?" Masih saja aku bertanya, padahal aku tau jawabannya.
"Ya," jawabnya singkat.
Gam hendak memasukkan tas kecil –yang ku tebak berisi baju olahraga, ke dalam tas. Aku melihat leher belakangnya. Basah. Dalam satu gerakan, aku menyentuh leher itu dengan tisu yang masih ada di tangan. Tanpa berkata, Gam memegang lenganku, lalu ia melihat ke belakang, menatapku.
"Lehermu basah," terangku, sebelum Gam bertanya.
Gam merebut tisu dari tanganku, lalu menglap lehernya sendiri sambil membuang wajah.
"Kau marah padaku?"
Gam mengarahkan tubuhnya, menghadapku. Matanya menatapku kaget. Tangannya turun, menjauh dari leher.
"Apa aku terlihat marah?"
Aku tidak tau.
"Ya."
"Dimana kau melihat kemarahan itu?"
Aku tidak tau.
"Entahlah, aku hanya merasakannya."
Gam tertawa. Aku merasa, sikapnya yang beberapa menit yang lalu dingin, kini berubah menjadi ... aneh.
"Tentu saja aku tidak marah padamu." Gam tersenyum lebar.
"Tapi aku telah mengambil kursimu, dan tadi menye-"
"Jika kau berbicara lagi, maka aku akan marah." Aku tertawa kecil, sangat kecil. Tertawa karena tak tau harus menjawab apa. "Dan jika besok kau tidak duduk di sampingku, maka aku juga akan marah."
***
Aku memegang kotak hijau dengan erat. Sebelumnya, tidak pernah seerat ini. Dan sebelumnya, aku tidak pernah merasa setakut ini. Bahkan mungkin ... aku tidak pernah merasa takut.
Yang aku tau, tak ada hal spesial yang akan terjadi. Tapi perasaanku berkata lain. Akan ada sesuatu yang buruk. Akan ada sesuatu yang buruk. Akan ada sesuatu yang buruk.
"Kenapa kau tidak berbicara apa-apa?!" tanyaku pada kotak hijau, sedikit merengek.
Mungkin kah si kotak hijau sudah tidur? Ah, ya, jam sudah menunjukkan pukul setengah satu. Hari sudah berganti. Tapi apakah kotak hijau dapat tertidur?
Aku menatap langit, berharap ia memberi ketenangan. Tapi tak ada yang berubah. Aku menunduk, melihat jalanan. Aku melihat seseorang, dan ketika aku melihatnya, ia langsung pergi dengan sedikit tergesa. Aku tidak tau siapa dia, karena jalanan gelap sehingga aku tidak dapat melihatnya dengan jelas.
Jendela pun ku tutup. Mungkin kah orang itu yang membuatku tidak tenang?
Aku berbaring di tempat tidur, lalu menarik selimut dan menyampingkan badan ke kiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ay
FantasyAy menjadi buta karena suatu kecelakaan, kotak hijau pun menawarkan kekuatan agar Ay bisa melihat. Hanya saja, Ay harus mendapatkan kotak hijau lain selama satu bulan, atau ia akan mati. Ternyata, pemilik kotak hijau lain berada di dekat Ay. Namun a...