Buk!
Aku menjatuhkan kotak hijau milik Gam. Gam segera melepaskan tangannya dari pipiku, lalu mengambil kotak tersebut. Terlihat sekali bahwa kotak itu sangat berarti bagi Gam.
"Kau kenapa?" tanya Gam lagi sambil menyimpan kotak hijau miliknya.
Bukannya menjawab, aku malah memperhatikan bagaimana tangan Gam memasukkan kotak hijau tersebut ke dalam saku seragam. Gerakannya terasa perlahan dan membuatku kehabisan kata-kata.
"Kau suka gantungan kunciku?"
Aku menatap Gam heran. Bukankah seharusnya ia tahu mengapa aku bersikap seperti itu? Bukankah seharusnya ia tahu bahwa aku adalah "sesuatu" yang sama seperti dirinya.
"Tapi aku tak dapat memberikannya, karena gantungan kunci ini lebih mahal daripada kehidupanku."
Oh, dia baru saja memberitahuku bahwa ia takkan memberikan kotak hijau miliknya. Ia pasti tahu bahwa aku sedang membutuhkan kotak hijau itu, dan ia tak mau mengorbankan kehidupannya demi hidupku.
Lagipula, siapa aku?
"Ayo, kau harus pulang," ajak Gam sambil memegang tanganku dan membawaku ke dalam mobilnya.
Selama perjalan, aku dan Gam tak berbicara sepatah kata pun. Mungkin ia sedang memikirkan tentang kotak hijau dan kehidupannya, karena aku pun sedang memikirkan hal serupa.
***
Aku dapat merasakan bahwa Deyna sedang menatapku begitu tajam. Aku harus menahan diri dan pura-pura tidak tahu apa pun, dan tetap pada posisi santai di samping Mama yang sedang asyik memainkan ponselnya.
"Sayang, besok kita ke dokter, ya, buat periksa matamu," ujar Mama tiba-tiba.
Aku yang sedikit terkejut, langsung mengerjap dan bertanya, "Mama tidak pergi ke kantor?"
"Pekerjaan Mama tidak terlalu penting, sayang, yang penting adalah kesembuhan kamu, karena dokter bilang bahwa rumah sakit telah menemukan calon donor mata buat kamu."
Aku hanya tersenyum, tidak tahu harus menjawab apa.
"Pulang sekolah, ya, Tante? Apa Deyna boleh ikut?" pinta Deyna tidak terduga. Aku curiga dia sedang merencanakan sesuatu yang buruk. Ah, apa aku terlalu berlebihan?
"Tentu saja, sayang," jawab Mama, "sekarang, kamu bisa antar Ay ke kamarnya, tidak? Ini sudah larut, Tante ingin istirahat."
"Dengan senang hati, Tante," balas Deyna penuh semangat.
Gadis itu segera membantuku berdiri, lalu membantuku berjalan menuju kamar.
"Aku tidak akan membiarkanmu mendapatkan penglihatan kembali. Kalau perlu, aku akan membunuhmu. Tapi, oh, kau tenang saja. Aku tidak akan membunuhmu sekarang, karena aku ingin kau terluka terlebih dahulu," ujar Deyna sambil mencengkram tanganku keras.
Aku segera menepis tangan Deyna.
"Terima kasih telah mengantarku. Kau tahu letak pintu, bukan?" tanyaku sambil duduk di ranjang.
Deyna tersenyum licik, lalu pergi meninggalkanku dan membanting pintu.
Oh, aku benar-benar ingin memakinya, dan berkata bahwa ia takkan pernah bisa menyakitiku. Tapi aku tahu, hal itu malah akan membuatku dalam posisi bahaya.
Aku harus menahan ini, sampai aku mendapatkan kotak hijau yang lain dan dapat mati dengan tenang meski karena dibunuh oleh Deyna.
Oh, jangan sampai aku mati sebelum mendapat jaminan hidup kembali.
"Kau tadi memegangnya, bodoh!" maki seseorang tiba-tiba. Oh, itu kotak hijau. Iya terdengar sedikit marah.
"Kau mengagetkanku."
"Apa yang kau pikirkan? Seharusnya kau membawa kotak itu pergi agar tidak direbut kembali oleh Gam!"
"Aku harus berpikir ribuan kali sebelum yakin bahwa kotak itu sama sepertimu."
"Kau sudah yakin, Ay!" Kotak hijau memberi jeda sebelum melanjutkan perkataannya, "hanya saja kau ragu tentang Gam. Kau ragu untuk mengambil hidupnya."
Aku tersenyum, lalu mengeluarkan kotak hijau dan mengelusnya.
"Semuanya butuh waktu, butuh proses. Mungkin benar katamu, hari ini aku ragu tentang itu. Tapi besok atau lusa ...."
"Kau akan tetap ragu, begitu?" lanjut kotak hijau, ntah meledek atau marah.
Aku hanya tertawa sambil berjalan menuju jendela dan membukanya. Angin malam menyambutku kencang. Langit begitu sempurna dengan warna hitamnya yang tanpa cela, karena bintang dan bulan enggan hadir malam ini.
Benar, kotak hijau. Aku ragu. Aku tidak mau membunuh Gam. Ntah karena apa. Mungkin karena dia begitu baik padaku, atau karena kami telah sering bersama. Oh, mungkin juga karena ada suatu perasaan yang membuatku tak rela melepaskan Gam.
"Kau pikir sesuatu sepertimu dapat merasakan yang namanya jatuh cinta?" tanya kotak hijau. Oh, dia pasti mendengarkan pikiranku.
"Memangnya tidak, ya?" tanyaku sambil memegang kotak hijau. Beberapa detik berlalu, kemudian aku menghela napas dan kembali bertanya, "ingat, kotak hijau. Ini dunia. Bukankah orang-orang sering bilang bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini?"
Kotak hijau tak menjawab. Selalu begitu. Ia datang tiba-tiba, lalu pergi tanpa berkata.
Aku kembali menghela napas sambil menurunkan pandangan ke arah jalan.
Orang itu! Ya, orang misterius itu, Gam, ada di bawah sana.
Ntah karena apa, aku merasakan pipiku memanas. Bibirku pun tak dapat menolak untuk tersenyum.
Lagi-lagi, Gam membawa balon. Ia melambaikan tangan sebelum akhirnya melepaskan balon itu, membuatnya terbang mendekat padaku.
Aku menggapainya, menggapai balon hijau muda yang berisi surat itu. Uh, hijau, apa Gam ingin mengingatkanku pada kotak hijau? Atau ia ingin membicarakan tentang kotak hijau?
Aku membuka tali balon tersebut, kemudian mengambil dan membuka suratnya.
Turunlah, aku ingin bertemu denganmu.
Dahiku berkerut. Ini jauh di luar dugaan. Tapi tak apa. Mungkin Gam merindukanku, eh? Tidak, tidak, aku hanya bergurau. Ia mungkin ingin membicarakan kotak hijau, dan kami tidak mungkin membicarakannya lewat balon.
Dengan hati-hati, aku membuka pintu kamar dan keluar sambil melirik ke arah sekitar. Beberapa lampu sudah dipadamkan, sehingga rumah tampak gelap dan sepi. Mungkin Mama, Papa, dan Deyna sudah tertidur.
Aku pun keluar dari rumah, lalu berjalan menuju jalan yang berada di depan jendela kamarku. Di belokan, aku dapat melihat Gam. Ia menggunakan jaket berwarna hitam, dan ia tampak menunduk. Mungkin ia ingin menakutiku, atau membuat suasana seolah ia adalah orang misterius. Padahal sudah jelas aku tahu siapa dia yang sebenarnya.
Aku akhirnya berada di depan Gam. Baru saja aku akan menyapanya, tapi lelaki itu terlebih dulu mengangkat kepalanya.
Tidak! Dia bukan Gam!
Dia ....
"Bobby?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ay
FantasyAy menjadi buta karena suatu kecelakaan, kotak hijau pun menawarkan kekuatan agar Ay bisa melihat. Hanya saja, Ay harus mendapatkan kotak hijau lain selama satu bulan, atau ia akan mati. Ternyata, pemilik kotak hijau lain berada di dekat Ay. Namun a...