Aku menggerakan kelopak mata dengan perlahan. Jari-jariku juga bergerak, dan, oh, rasanya kaku sekali.
Masih dengan perlahan, aku membuka mata. Sayangnya, tak ada yang berubah. Hitam tanpa cela, tanpa cahaya. Sekali lagi, aku memejamkan mata dan kembali membukanya, tapi semua tetap sama.
Aku dimana? Apa di surga? Atau neraka?
Aku tidak mendengar suara apa pun, kecuali suara detak jam.
Apa di surga dan neraka ada jam?
Dengan sekuat tenaga, aku menggerakan tangan dan mengangkatnya. Aku merasa ada sesuatu seperti kabel yang tersambung dengan tangan kiriku.
Dimana kotak hijau?
Aku menggerakkan kedua tanganku ke kiri dan kanan, berharap bisa menemukan sesuatu, dan yang bisa aku temukan hanya sebuah tiang dingin di samping kiri.
Aku terus bertanya segala hal dalam hati, tapi enggan berkata apa pun. Bukan, aku bukan takut. Aku hanya ....
"Ay?!"
Itu suara Deyna. Oh, aku masih di dunia.
"Deyna," panggilku pelan, dengan mata yang masih terarah lurus ke depan, mungkin langit-langit.
"Akhirnya kau sadar. Kau tau? Aku sangat mengkhawatirkanmu."
"Aku dimana? Mama dan Papa mana?" Suaraku terdengar tenang.
"Sebentar, mengapa kau tak melihatku?"
***
"Ini, aku bawa bunga."
Aku mendekap serangkai bunga itu, lalu menyesap harumnya.
"Wangi, dan aku yakin bunga ini juga indah. Terima kasih, ya. Selain itu, terima kasih juga sudah menolongku. Terima kasih juga sudah menjenguk. Terima kasih ...."
"Kau tak bisa berkata apa-apa lagi, ya, selain terima kasih?"
"Terima kasih, Gam." Aku tak menghiraukan ejekan orang yang memberiku bunga itu. Ya, Gam.
Dia yang melihatku terjatuh. Dia yang menolongku.
Aku tau itu dari Deyna, dan dia curiga bahwa Gam adalah orang yang membuatku jatuh.
Aku memang merasa ada yang mendorongku saat itu, tapi bagaimana mungkin itu Gam? Maksudku, bagaimana mungkin orang yang mendorongku adalah orang yang menolongku?
Aku bahkan lebih curiga kepada Deyna.
Tapi Deyna –yang biasanya cuek dan lebih sering diam serta mencurigakan, malah menjadi sangat baik padaku. Mungkinkah Deyna takut aku menyadari bahwa orang yang mendorongku adalah dia? Atau Deyna memang khawatir pada keadaanku? Aku tidak mengerti mengapa dia begitu sulit dipahami.
"Ngomong-ngomong, aku sudah dengar tentang itu. Aku turut bersedih."
Entah darimana Gam tau bahwa aku buta. Ya, aku buta. Dokter berkata benturan keras pada kepalaku yang menyebabkannya. Sebenarnya dokter menjelaskan hal lain, tapi aku benar-benar tidak dapat mendengarkannya karena terlalu kaget.
Aku buta, dan aku tak tahu bagaimana cara agar aku bisa bertahan hidup.
"Bagaimana sekolah?" Aku mengalihkan pembicaraan.
"Sama kayak biasanya. Kinar tadinya ingin ikut menjenguk, sayangnya dia ada acara. Tapi aku bisa membaca raut wajahnya, dia benar-benar mengkhawatirkanmu."
Aku tersenyum, dan aku harap Gam juga tersenyum.
"Eh, kita kok jadi lebih akrab, ya?"
Aku tertawa kecil mendengar perkataan Gam.
***
Deyna menyelimutiku, lalu ia mengucapkan selamat malam dan keluar dari kamar.
Aku sudah berada di rumah. Ini saat yang ku tunggu sejak berhari-hari yang lalu. Bukan, bukan rumah ataupun kamarnya yang aku tunggu, tapi kotak hijau. Aku ingin kotak hijau bersuara.
"Hai!" Suara riang itu akhirnya muncul.
"Kau darimana saja? Mengapa saat di rumah sakit kau tidak berbicara sedikit pun?"
"Kau pikir aku akan bicara begitu saja dan membuat orang-orang yang ada di dekatmu ketakutan?" tanya kotak hijau yang kemudian terkekeh.
Aku hanya tersenyum, terdiam. Tidak tau harus berkata apa. Tidak tau harus menceritakan apa, ataupun menanyakan apa pada si kotak hijau. Mendengar suaranya saja sudah cukup membuatku menjadi lebih tenang.
"Kau harus bersyukur karena tidak mati." Kotak hijau berkata dengan nada menasihati. Kekehannya sudah berhenti sejak puluhan detik yang lalu.
"Bukankah jika aku mati, aku akan hidup lagi?"
"Kau menginginkan itu?"
Aku mengambil napas panjang, menahannya sebentar, dan membuangnya. Kemudian aku menjawab, "Bukankah itu lebih baik daripada melihat kegelapan?"
Kotak hijau terdiam sesaat.
"Kau pernah bilang bahwa kita punya kekuatan. Tunggu, apa kau sudah tau dari awal bahwa aku akan buta?" tanyaku. "Tapi itu tidak penting. Dulu aku tidak terlalu mempedulikan ucapanmu tentang kekuatan itu, karena aku yakin bahwa aku tidak akan pernah menggunakannya. Tapi sayang, sepertinya keyakinanku itu salah."
"Kau ingin menggunakan kekuatan itu?"
"Apa menyakitkan?"
"Selalu ada konsekuensi di balik suatu keputusan."
Aku kembali mengambil napas panjang, menahannya, dan membuangnya. Kali ini sambil memejamkan mata –padahal tak ada yang berubah ketika aku membuka atau memejamkannya.
"Rasanya tidak sakit, aku berani jamin. Hanya saja matamu akan menjadi hijau, sehijau diriku. Semua orang pasti merasa aneh ketika melihatnya."
Aku tertawa kecil.
"Apa kau pikir aku peduli pada orang lain?"
"Dokter akan berkata bahwa matamu masih rusak. Jadi, meskipun kau bisa melihat, kau tetap harus berpura-pura buta." Kotak hijau tak mempedulikan ucapanku.
"Lalu?"
"Kau hanya memiliki satu bulan untuk menikmati kekuatan itu."
Mataku terbelalak, tapi yang ku lihat masih sepenuhnya hitam.
"Maksudmu, setelah satu bulan, aku akan kembali buta?"
"Bukan hanya buta. Kita bisa saja mati setelah satu bulan itu."
Kotak hijau berkata "kita". Itu berarti, yang ia katakan bisa mati itu bukan hanya aku, tapi juga dirinya.
"Begini, anggap saja ketika kita menggunakan kekuatan itu, aku akan menjadi setengah kekuatan. Untuk mengembalikan kekuatan seperti semula, kamu harus mendapatkan satu kotak yang sama sepertiku. Jika dalam waktu satu bulan kamu tidak mendapatkannya, maka kita akan mati."
"Bagaimana aku bisa mendapatkan kotak sepertimu? Apa ada sesuatu lain sepertiku?" Oh, aku bahkan ragu untuk menyebutkan diriku sebagai manusia.
"Apa kau pikir bahwa kau hidup sendiri?"
"Lalu bagaimana aku bisa mengetahui siapa dan dimana mereka?"
"Mereka dekat denganmu. Yang harus kamu pikirkan hanyalah bagaimana cara agar mereka atau tepatnya salah satu dari mereka mau memberikan kotak miliknya."
"Apa mereka tidak akan mau menolongku?"
"Menolongmu begitu saja sama dengan bunuh diri, kau tau?"
Napasku tertahan. Bagaimana mungkin aku bisa mendapatkan kotak hijau yang lain jika pemiliknya akan mati setelah memberikan kotak hijau itu?
Aku memejamkan mata. Lagi-lagi aku menyadari bahwa tidak ada yang berubah ketika mataku terbuka ataupun terpejam.
"Selamat malam, kotak hijau."
Aku tidak sanggup membuat keputusan malam ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ay
FantasyAy menjadi buta karena suatu kecelakaan, kotak hijau pun menawarkan kekuatan agar Ay bisa melihat. Hanya saja, Ay harus mendapatkan kotak hijau lain selama satu bulan, atau ia akan mati. Ternyata, pemilik kotak hijau lain berada di dekat Ay. Namun a...