"Ay!" Kinar menyambutku di pintu, membuat Deyna meliriknya dengan tatapan mengejek, sebelum masuk ke kelas. "Aaaa kemarin Bobby baik banget tahu gak."
Aku tertawa kecil. Ternyata benar, kemarin Kinar cemburu.
"Dia ngajak aku main hari ini. Kau mau ikut?" tawar Kinar sambil menuntunku menuju kursi. Tampak Gam sedang mendengarkan musik di kursinya sendiri.
"Kau menyuruhku mengganggu kencan kalian?" ledekku.
"Kencan apa, sih." Kinar tertawa sambil memukul pelan lenganku. Pipinya merona, dan aku dapat menangkap matanya yang melirik ke arah Bobby diam-diam.
"Emang kencan, kan?"
Kinar tertawa malu, kemudian ia menepuk bahu Gam dua kali. "Kalian cepat nyusul, ya," katanya sambil berlalu.
Aku hanya tertawa sambil menyimpan tas dan duduk, sedangkan Gam melepaskan earphone-nya.
"Kinar sudah tidak marah?" Aku menggeleng. "Lalu dia bilang apa barusan?"
Aku tertegun, tapi kembali menggeleng sambil menjawab, "Bukan apa-apa."
Gam pun meng-oh, kemudian tersenyum seperti menahan tawa.
Tunggu. Kencan? Dengan Gam? Aku tertawa dalam hati.
"Pipimu memerah," ujar Gam yang ternyata memperhatikanku.
"Hah? Apa?" Aku memegang pipi, tapi kemudian mengalihkan pembicaraan, "Nanti jadi kan, kerja kelompok?"
Gam mengangguk lalu mendekat ke wajahku dan berkata, "Setelah itu, kita kencan."
"Gam!" Aku memukul lengan Gam sambil tertawa malu, membuat Gam ikut tertawa dan memundurkan wajahnya.
***
"Sukses yaaa kalian," kataku sambil mencubit lengan Kinar, membuat perempuan itu meringis pelan di tengah tawanya.
Kinar dan Bobby berlalu, meninggalkanku dan Gam. Deyna telah diberitahu bahwa aku akan kerja kelompok, sehingga ia pulang terlebih dulu.
Sebelum melewati pintu, Bobby melirik ke arahku, lalu tersenyum dengan matanya yang menatap tepat ke mataku. Aku ikut tersenyum, hingga mereka benar-benar pergi, dan Gam menyentuh pundakku.
"Bobby tahu kau dapat melihat?"
Aku menggumam, mengiyakan. Gam seperti ingin bertanya lagi, tapi aku memotongnya, "Yuk."
Kami pun berjalan menuju tempat parkir, lalu pergi ke rumah Gam menggunakan mobil.
Kotak hijau, bertahanlah, kita akan tetap hidup.
Beberapa menit berlalu. Obrolan ringan dan tawa kecil mengiringi perjalanan kami, hingga akhirnya Gam menghentikan mobil di depan rumahnya.
"Setelah tugas selesai, kita akan menyusul Bobby dan Kinar, kan?" tanya Gam sebelum keluar dari mobil.
"Berkencan?" Aku balik bertanya, kemudian tertawa dan melanjutkan, "Ada-ada saja. Jangan harap kau bisa mendapatkanku."
Aku membuka pintu mobil dan keluar, disusul oleh Gam.
"Jadi, kau menolak untuk berkencan denganku?" tanya Gam sambil memasang wajah kaget, pura-pura. "Siapa kau, berani-beraninya mempermainkan aku."
"Apa sih, ah!" Aku memukul lengan Gam, tanpa menghentikan tawa.
Gam ikut tertawa, lalu tangannya mengambil kunci rumah dari saku.
Aku yang langsung teringat pada kotak hijau, segera memfokuskan pandangan pada kunci tersebut. Anehnya, tak ada gantungan kotak hijau disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ay
FantasyAy menjadi buta karena suatu kecelakaan, kotak hijau pun menawarkan kekuatan agar Ay bisa melihat. Hanya saja, Ay harus mendapatkan kotak hijau lain selama satu bulan, atau ia akan mati. Ternyata, pemilik kotak hijau lain berada di dekat Ay. Namun a...