Satu bulan kemudian
VERANDA POV
Sekarang aku sedang berada di Bandara, bersama dengan Aron, Mang Udin, Bela, Tante Ida, dan Kinal tentunya. Yah, hari ini adalah hari keberangkatan Kinal ke Filiphina untuk membela tanah air dalam pertandingan Softball Se-Asia Tenggara U-19. Aku bangga sekali dengan kinal, bangga menjadi sahabatnya. Dia gadis yang kuat, tegas, namun sangat manja bila denganku. Sama sepertiku. Aku adalah sosok yang introvet, pendiam, tak bisa tertawa lepas, dewasa, namun jika kinal sudah di sebelahku, aku bisa menjadi orang paling manja sedunia, paling crewet, kekanak-anakan, dan masih banyak hal yang susah untuk ku jelaskan. Yang jelas aku bisa menjadi diriku sendiri tanpa menutupi satu hal pun bila bersamanya.
Seperti sekarang, Kinal telah duduk diantaraku dan Tante ida. Dan Aron sedang di sebelahku yang tengah memangku Bela. Kepalanya ia sandarkan ke bahu mamanya, namun tangannya di selipkan di lengan kananku dan mengelus telapak tanganku tanpa henti. Aku hanya tersenyum menerima perlakuannya. Sembari menunggu jam keberangkatan pesawat dan teman-teman kinal berkumpul, ingatanku kembali menerawang pada kejadian bulan lalu, sepulang kami dari kediaman kinal di bandung.
Flashback On
Setelah aku menurunkan kinal di Lapangan, aku segera meminta mang udin untuk melajukan mobil ke rumah. Di perjalanan aku menghubungi Om Andre, bilau orang kepercayaan papa dalam hal mencari suatu informasi. Ku minta Om Andre untuk datang ke rumah secepat mungkin.
Sekarang aku berada di ruang novelku di lantai 3. Ku tarik laci meja ku dan mengambil sebuah kertas berukuran kecil yang sudah bertahun-tahun ku simpan. Hatiku teriris saat melihat tulisan di kertas itu, ku tenggelamkan lagi ingatanku pada kejadian beberapa tahun lalu.
Saat aku sedang menunggu di ruangan novelku di lantai 3, ku dengar suara ketukan berasal dari pintu. Ku masukkan lagi kertas penting itu ke dalam laciku dan aku kembali duduk di kursi yang besar di belakang meja ini. Ku persilahkan orang itu masuk, ternyata Om Andre. Dia membungkukkan badan tanda memberi hormat padaku. Yah, semua karena kekuasaan papa pada bisnis yang dijalaninya.
"silahkan duduk Om" ku persilahkan om andre duduk di kursi yang dipisahkan oleh mejaku.
"Ada apa nona Veranda menyuruh saya datang kemari? Apakah ada yang bisa saya bantu?" tanya om andre sopan terhadapku
"saya yakin om andre sudah bisa menebak apa keinginan saya sekarang" jawabku tajam kepadanya. Dia hanya mengangguk.
"tentang permintaan saya beberapa tahun lalu yang om andre tolak, hari ini saya ingin meminta om untuk menjalankan tugas itu. Tapi kali ini saya tidak mau ada penolakan" jawabku tegas menekannya.
Aku berdiri dari kursiku, berjalan ke arahnya dan menaruh kertas yang sudah ku tulisi dengan nama lengkap kak Velga beserta tanggal meninggalnya, di depan om Andre.
"saya mau om andre mencari tau semua informasi tentang gadis yang namanya saya tulis di kertas itu. dan apakah ada hubungannya dengan kejadian yang menimpa saya beberapa tahun lalu" kataku lagi.
"tapi nona, Tuan sudah melarang sa.." jawab om Andre namun segera ku potong.
"bukankah saya tadi berkata tidak ada penolakan untuk kali ini? Om, ini adalah perintah. Mungkin beberapa tahun yang lalu saya masih terlalu muda untuk mengetahui segalanya, namun saya rasa sekarang sudah tidak ada alasan lagi" jawabku tegas kepadanya.
"tapi nona, bagaimana jika tuan tau?" tanya om andre lagi
"kali ini saya janji om, tidak akan ada orang lain yang tau kecuali om andre dan saya. Saya akan bertanggung jawab apalabila ada sesuatu yang buruk terjadi" jawabku lagi dengan pandangan lurus tanpa melihat om andre. Aku berjalan ke arah jendela, memandangi langit senja yang selalu menjadi favoritku. Aku dapat melihat om andre mengangguk dari bayangan kaca jendelaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Jessica Veranda.
Fiksi PenggemarNo words can describe how much I love you, Jessica Veranda.