28✨

217 23 5
                                    

.

.

.

Happy Reading!!

Veline keluar dari kamar mandi, ia segera ingin menemui Naven, tetapi langkahnya terhenti saat ada Billa dan ayahnya yang sedang berbincang dengan Naven. Terlihat Billa yang terus menatap kagum pada suaminya. "Keliatan banget gatelnya," gumam Veline dalam hati, merasa sedikit geli melihat situasi tersebut. Dengan anggun, ia pun mengambil napas dalam-dalam dan melangkah mendekati ketiga insan tersebut.

"Hai, ayah! Apa kabar?" sapa Veline sambil menyalami tangan Jevan, ayahnya, dengan penuh kasih sayang.

"Kabar ayah baik, nak. Bagaimana dengan kabarmu?" tanya Jevan dengan nada penuh perhatian. "Apakah kepalamu sudah baik-baik saja, nak?" imbuhnya, menunjukkan kekhawatiran. 

Veline mengangguk dengan senyuman yang tulus, lalu segera merangkul lengan kekar milik Naven, suaminya. "Berkat suami Veline, dia sudah menjaga Veline sepenuh hati. Jadi, Veline cepat sembuh deh," ucapnya dengan ceria, sambil melirik sekilas ke arah Billa yang terlihat semakin cemburu.

Naven, dengan lembut, mengusap pucuk kepala Veline, sebuah tindakan yang membuat Billa mengepalkan tangannya dengan kuat, menahan emosi yang tidak dapat ia ungkapkan. Melihat perubahan raut wajah Billa, Veline tidak bisa menahan senyumnya yang penuh kepuasan.

"Syukurlah kalau kamu sudah baikan, terima kasih Naven karena kamu sudah menjaga anak saya," kata Jevan, menyampaikan rasa terima kasihnya.

Naven mengangguk mantap. "Sudah menjadi kewajiban saya untuk menjaga Veline, karena dia adalah istri saya," jawabnya dengan tegas, menggarisbawahi komitmennya.

Meskipun mereka hanya berpura-pura dalam situasi ini, perasaan bahagia menyelimuti hati Veline. Ia merasa seolah-olah semua yang terjadi adalah nyata dan membahagiakan.

Untuk mengalihkan perhatian dari ketegangan yang ada, Veline pun bertanya, "Gimana dengan kuliah kamu, Billa? Kamu belajar rajin kan?" Dalam hati, Veline merasa kasihan melihat Billa yang tampak kepanasan dan seolah tersisih, tidak diajak ngobrol oleh siapapun.

"Kuliah aku aman-aman saja," jawab Billa dengan nada datar, mencoba menyembunyikan rasa jengkel yang mulai muncul.

"Oh, bagus deh! Jadi, kan bokap nyokap gue ngga sia-sia ngeluarin uang banyak buat orang asing," Veline berkata dengan nada santai, meskipun ada nada sindiran di dalamnya.

"Veline," tegur Jevan, memberi peringatan agar Veline tidak melanjutkan pernyataannya.

"Ups, sorry," Veline cepat-cepat menutup mulutnya seakan-akan merasa sangat menyesal, wajahnya dipenuhi ekspresi penyesalan yang berlebihan. Namun, Billa jelas terlihat jengkel dengan kelakuan Veline kali ini.

"Bunda tidak ikut?" tanya Naven kepada Jevan, menunjukkan kepedulian terhadap keadaan keluarga.

"Bunda Veline sedang beristirahat, jadi tidak ikut," jawab Jevan dengan tenang.

"Bunda sakit lagi?!" tanya Veline dengan nada panik yang meluap, khawatir akan kesehatan ibunya.

Jevan tersenyum tipis, berusaha menenangkan Veline. "Tidak sayang, hanya saja bundamu sering merasa lemas, jadi ayah tidak ingin dia sakit lebih parah."

"Cocweet banget orang tua gue," gumam Veline dengan gemas. "Udah kepala empat juga masih bisa sweet, ya ayah!" Veline menambahkan, merasa bangga sekaligus lucu melihat cinta yang masih terjalin antara orang tuanya.

Jevan tersenyum kecil. "Kalau begitu ayah akan pergi menemui teman-teman ayah di sana, kamu ingin ikut?" Tanya Jevan terhadap putrinya.

Veline menggeleng kecil. "Ngga mau deh, Veline ngga mau tersorot. Biar Billa aja yang temani ayah." Tolak Veline dengan halus.

NavelineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang