Hari itu, Alpha, Beta, Theta, dan Omega berdiri di sekeliling lapangan, masing-masing memeriksa dengan seksama.
Eta berdiri lebih jauh dari mereka, tampak jauh dari kelompok namun tetap memperhatikan dengan tajam.
Alpha menatap sekeliling dengan kecemasan yang jelas terpancar di wajahnya. Tangan terlipat di dada, ia mengamati lapangan yang tampak terlalu bersih, seolah-olah ada yang mencoba menghapus jejak.
"Ada yang tidak beres di sini," gumam Alpha, suaranya rendah namun penuh rasa curiga. "Terlalu bersih. Seperti ada yang mencoba menghapus jejak."
Beta, yang tampak lebih serius dengan ponsel di tangan, mencatat beberapa hal. "Ya, ini mencurigakan. Kita harus hati-hati, Alpha. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan."
Theta yang lebih tenang, menundukkan kepala untuk melihat dengan lebih seksama. "Tidak ada jejak kaki, tidak ada sampah. Seolah-olah lapangan ini tidak pernah digunakan. Ini semakin aneh."
Omega, yang berdiri jauh di sudut, hanya mengamati dengan ekspresi bosan. "Seperti yang aku katakan, kalian terlalu serius. Terkesan mencari sesuatu yang tidak ada."
Alpha menoleh ke Omega dengan ekspresi frustrasi yang semakin terlihat. "Apa yang kau maksud, Omega?"
Omega menatap mereka dengan nada sarkastik, senyum tipis menghiasi wajahnya. "Karena ini semua hanya permainan, Alpha. Kalian terlalu menghayalkan sesuatu yang tidak penting. Lagi pula, ada CCTV yang mati, dan sekarang kalian menganggap ini konspirasi besar?"
Beta mencoba tetap fokus, tidak terganggu oleh komentar Omega. "Ini bukan hanya soal CCTV mati, Omega. Ini lebih besar dari itu. Kita mungkin sedang menghadapi sesuatu yang lebih gelap."
Namun, tiba-tiba Eta bergerak lebih dekat, tanpa rasa panik sedikit pun. Ia tampak sangat yakin dan tatapannya dingin. Tanpa ekspresi panik atau kebingungan, ia mengamati lapangan seolah sudah tahu apa yang sedang terjadi.
"Tentu saja tidak ada yang akan ditemukan di sini," kata Eta, suaranya tenang, penuh kepercayaan diri. "Kita sudah terlambat. Semua sudah dibersihkan."
Suasana menjadi tegang. Alpha menatap Eta dengan rasa curiga yang semakin mendalam. "Kenapa kau bisa begitu yakin, Eta?"
Eta tidak segera menjawab. Ia hanya menatap lapangan dengan tatapan dingin, seolah-olah menyembunyikan sesuatu yang lebih besar di balik kata-katanya.
"Karena mereka yang menghapus jejaknya tahu kapan kita datang," jawab Eta dengan suara yang hampir tidak terdengar. "Dan itu bukan kebetulan kalau kalian tidak menemukan apapun."
Beta menatap Eta dengan kebingungan, sedikit terkejut dengan pernyataan yang begitu pasti. "Bagaimana bisa kau tahu itu, Eta? Apa yang sebenarnya terjadi?"
Eta hanya diam, tidak memberitahukan lebih banyak, namun ekspresinya semakin membuat suasana semakin tegang. Ada sesuatu yang tersembunyi di balik sikap tenangnya, dan itu semakin jelas bagi Alpha dan Beta. Mereka merasa ada yang tidak beres, meski perasaan itu sulit mereka ungkapkan.
Theta memecah keheningan dengan suara tegas. "Kita tidak bisa berhenti mencari. Ini masih bisa jadi petunjuk. Kita harus lanjut ke pusat CCTV di laboratorium komputer."
Mereka semua melangkah mundur dari lapangan, namun Eta tetap berdiri di tempat, matanya penuh perhitungan. Tanpa mereka ketahui, dia sudah mulai merencanakan sesuatu yang lebih besar di balik layar.
Namun, saat mereka kembali ke laboratorium, tidak ada yang baru. Semua rekaman CCTV yang ada di pusat kontrol hanya menunjukkan rekaman biasa tanpa adanya petunjuk signifikan. Mereka kehabisan ide, tak tahu lagi harus mencari di mana.
Di balik layar, Eta sudah memainkan perannya dengan cermat. Segala petunjuk yang mungkin bisa ditemukan sudah dia pastikan tidak ada. Alpha menatap layar komputer dengan frustasi, menyadari bahwa mereka tidak mendapatkan apapun.
"Tidak ada yang masuk akal lagi," keluh Alpha, suaranya rendah dan lelah. "Kita sudah menghabiskan waktu seharian, dan hasilnya? Kosong."
Beta menatap layar dengan ragu, mencoba memecahkan teka-teki yang tampaknya tidak ada ujungnya. "Apakah kita kehilangan sesuatu? Atau ada yang menutupinya?"
Eta, yang duduk dengan tenang di sudut, tersenyum tipis. "Tidak ada yang tertinggal. Kadang, memang begitu cara dunia ini bekerja. Kita hanya perlu menerima."
Omega mendengus, sedikit sinis, namun tidak mengurangi dukungannya. "Jadi ini dia hasil detektif keren kalian? Kalau begini caranya, aku rasa lebih baik aku tetap dengan olahragaku."
Anggota kelompok menatap Omega, perasaan mereka campur aduk—kesal, bingung, dan sedikit terancam. Sementara itu, Eta hanya tersenyum tipis, menatap Alpha seolah ingin menunjukkan bahwa dia adalah yang paling rasional dan tenang di antara mereka.
Namun, di balik senyum itu, sesuatu yang lebih besar sedang disembunyikan. Eta, dengan diam-diam, telah mengatur semuanya agar tidak ada petunjuk yang mengarah ke pihak yang benar.
Di tempat yang jauh dari pandangan mereka, Sigma mengamati dari kejauhan. Dia tertawa pelan, melihat bahwa langkah-langkah detektif muda ini semakin menuju jalan buntu, berkat "bantuan" dari Eta yang diam-diam menggerakkan benang-benang tak terlihat untuk menjaga rahasia tetap tersembunyi.
"Mereka tidak akan pernah tahu siapa yang sebenarnya berkuasa di sini," kata Sigma, tersenyum puas dengan nada penuh ancaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detektif Sekolah : Kasus CCTV yang rusak
ActionAlpha adalah seorang anak dari detektif yang sangat terkenal, namun saat ibunya terbunuh ayahnya yang seorang detektif terbaik pun jatuh depresi. Dia pun bertekad untuk menjadi detektif yang lebih hebat dari ayahnya agar bisa menguak kasus pembunuha...