Omega duduk di atas meja, tangannya bergerak cepat saat berbicara, wajahnya serius namun tetap menyimpan sarkasme khasnya. Beta mendengarkan dengan mata menyipit, menganalisis setiap kata yang keluar dari mulut Omega. Alpha berdiri dengan lengan terlipat, mengamati Omega dengan ekspresi penasaran. Sementara itu, Theta duduk bersandar di kursi, tatapannya penuh minat.
"Oke, jadi semalam aku bertemu Eta," Omega mulai dengan nada sinis, suaranya terdengar lebih tajam dari biasanya. "Kau tahu bagaimana dia selalu muncul dengan 'solusi cerdasnya'? Aku mulai merasa dia tahu lebih banyak dari yang dia tunjukkan."
Beta menatap Omega lebih tajam, mencoba menangkap setiap detail. Ia menghela napas pelan, seolah mengukur kebenaran di balik cerita Omega. "Apa yang membuatmu berpikir begitu? Eta mungkin memang pintar, tapi itu belum cukup alasan untuk mencurigainya," jawab Beta dengan nada hati-hati.
Omega menyandarkan tubuhnya, suaranya semakin rendah namun penuh penekanan. "Karena dia terlalu defensif, Beta. Terlalu cepat untuk menyuruhku tidak berpikir macam-macam. Seperti ada yang dia lindungi."
Alpha berpikir dalam-dalam, wajahnya berubah serius. Ia menatap Omega, mencoba mencari tahu apakah ini hanya permainan atau intuisi yang benar. "Kita butuh bukti sebelum membuat tuduhan, Omega. Ini terlalu berisiko jika hanya berdasarkan perasaanmu," kata Alpha dengan tegas.
Theta, yang sedari tadi diam, akhirnya angkat bicara dengan nada riang, mencoba meredakan ketegangan. "Hei, mungkin Omega hanya salah paham. Eta memang terlihat serius, tapi itu bukan berarti dia menyimpan rahasia besar. Tapi kalau ini jadi misi baru, aku siap menyelam lebih dalam!"
Omega menggelengkan kepala, mendekat ke Beta dan Alpha. "Aku tidak meminta kita bertindak gegabah," kata Omega dengan nada lebih pelan, namun penuh penekanan. "Tapi kalau kita ingin menyelesaikan kasus ini dan tahu siapa yang benar-benar bisa dipercaya, kita harus memulai dengan yang ada di depan mata."
Alpha mengangguk perlahan, tatapannya mengisyaratkan bahwa ia mendengarkan dengan serius. Beta terlihat merenung, sementara Theta masih dengan senyum optimisnya, siap menghadapi apapun yang datang.
Omega, dengan raut wajah serius namun tetap mempertahankan sikap angkuhnya, menjelaskan kejadian pertemuannya dengan Sigma kepada Beta, Alpha, dan Theta. Beta mendengarkan dengan mata yang tajam, jari-jarinya mengetuk meja seirama dengan pikirannya yang sibuk. Theta, meski tersenyum cerah, memperhatikan Omega dengan penuh perhatian. Alpha berdiri di sudut kelas, lengan disilangkan, pandangannya terfokus pada Omega, mencerna setiap kata yang keluar dari mulutnya.
Ada ketegangan di ruangan itu, namun Alpha memancarkan ketenangan. Ketika Omega selesai bicara, keheningan meliputi ruangan.
"Jadi, kau merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar kebetulan di sini, Omega?" tanya Alpha, suaranya langsung dan menantang.
Omega mengangkat alis, sedikit terkejut dengan pertanyaan langsung Alpha, tetapi dia menegakkan punggungnya, menunjukkan sikapnya yang tak mau kalah. "Tentu saja, Pemimpin. Kau tahu aku bukan tipe yang terlalu peduli, tapi ini... Ini terlalu rapi untuk diabaikan," jawab Omega dengan nada sarkastis.
Beta melirik Alpha, mencari tanda-tanda keputusan yang akan diambilnya. Theta mengangguk setuju, matanya berbinar dengan antusiasme.
Alpha menghela napas, menggeser pandangannya ke jendela sejenak sebelum kembali menatap teman-temannya. "Kalau begitu, kita harus bertindak. Tapi dengan hati-hati. Jangan biarkan emosi mengaburkan penilaian kita. Kita harus memastikan semua detail sebelum mengambil langkah selanjutnya."
Tiba-tiba, pintu kelas terbuka dan Eta muncul, pandangannya seakan membaca suasana ruangan dengan cepat. Dia menyunggingkan senyum tipis, mencoba menyembunyikan ketegangannya.
"Apa yang sedang kalian bicarakan? Tampaknya menarik," Eta berkata dengan nada santai, meskipun ada ketegangan yang bisa dirasakan.
Alpha menoleh dengan tatapan datar namun penuh pengawasan. "Hanya diskusi biasa, Eta. Tapi mungkin kau ingin bergabung?" jawab Alpha dengan nada terkendali.
Beberapa saat kemudian, Alpha dan Beta berkumpul di ruang belakang sekolah yang sunyi, merencanakan penyelidikan malam hari. Beta dengan wajah serius menggulung peta sekolah dan menandai titik-titik penting.
"Kita harus melakukannya malam ini," Alpha berkata dengan nada rendah namun penuh semangat. "Ini kesempatan terbaik kita untuk mengecek semua kemungkinan tanpa gangguan."
Beta mengangguk, matanya menyala-nyala dengan semangat detektifnya. Namun, di sudut ruangan, Eta yang pura-pura sibuk dengan peralatan teknis, mendengar rencana mereka. Wajahnya berubah sejenak, sorot panik tampak di matanya, tapi ia dengan cepat mengendalikan diri. Eta meraih ponselnya dan dengan tangan gemetar mengetik pesan kepada Sigma.
Pesan di layar ponsel Eta: "Malam ini akan ada penyelidikan di lokasi biasa. Siapkan dirimu."
Pesan itu terkirim, dan Eta kembali menundukkan kepala, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang semakin tumbuh di dalam dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detektif Sekolah : Kasus CCTV yang rusak
ActionAlpha adalah seorang anak dari detektif yang sangat terkenal, namun saat ibunya terbunuh ayahnya yang seorang detektif terbaik pun jatuh depresi. Dia pun bertekad untuk menjadi detektif yang lebih hebat dari ayahnya agar bisa menguak kasus pembunuha...