Ruangan kelas yang gelap hanya diterangi oleh cahaya layar komputer dan proyektor, menciptakan suasana tegang yang melingkupi udara. Alpha duduk di depan laptop, wajahnya serius dan tegas. Di hadapannya, kamera ponsel yang terpasang pada tripod siap merekam. Di belakangnya berdiri Beta, Eta, dan Omega, masing-masing dengan ekspresi campuran kecemasan dan tekad.
Alpha memandangi kamera beberapa saat, berusaha menenangkan detak jantungnya yang berdebar. Sorot matanya menunjukkan keyakinan, meski rasa lelah tak bisa sepenuhnya disembunyikan. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu memulai pidatonya.
"Kepada semua yang mendengarkan," Alpha memulai, suaranya lembut namun penuh keyakinan. "Mungkin kalian mengenal kami sebagai klub detektif sekolah biasa, kumpulan siswa yang bermain-main dengan teka-teki. Namun hari ini, kami berdiri di sini bukan hanya sebagai pelajar. Kami adalah suara bagi mereka yang bisu. Kami adalah mata bagi mereka yang buta akan kenyataan."
Dia berhenti sejenak, menatap kamera dengan tajam, seolah-olah berbicara langsung kepada setiap individu yang menonton.
"Kami hidup di dunia yang kebenarannya telah lama tertutup. Sebuah dunia di mana keadilan hanya menjadi kata-kata kosong di atas kertas. Namun kami menolak untuk tunduk. Kami menolak untuk diam. Karena diam berarti menyerah. Dan menyerah berarti menyia-nyiakan nyawa yang telah dikorbankan demi harapan."
Alpha mengangkat flashdisk kecil di tangannya, memegangnya seperti simbol kemenangan kecil yang diperoleh dengan harga mahal.
"Di tangan saya, ada data yang akan mengungkap segalanya. Data yang mengungkap bahwa kartel narkoba yang telah menghancurkan hidup banyak orang dipimpin oleh seseorang yang kita percayai. Seseorang yang berdiri di atas panggung, berbicara tentang keadilan, sambil di belakang layar meracuni masyarakat kita. Ayah Sigma—seorang dewan negara, seorang tokoh politik ternama—adalah dalang dari semua ini."
Suaranya semakin keras, penuh emosi. Beta, Omega, dan Eta yang berdiri di belakangnya tampak mengangguk, mendukung setiap kata yang diucapkan Alpha.
"Ini bukan hanya tentang kartel. Ini adalah sistem. Sistem yang membungkam suara-suara yang berani melawan. Sistem yang mencuri masa depan kita, mengubah sekolah kita—tempat seharusnya kita belajar dan tumbuh—menjadi sarang korupsi dan kejahatan."
Alpha berhenti lagi, kali ini menatap teman-temannya satu per satu, seolah-olah menguatkan mereka dengan pandangannya.
"Kami tahu ini berbahaya. Kami tahu apa yang mungkin terjadi pada kami setelah ini. Tapi kami tidak takut. Karena kebenaran ini lebih besar daripada kami. Ini tentang keluarga-keluarga yang telah kehilangan orang yang mereka cintai. Ini tentang kalian semua, masyarakat yang telah dirampas hak-haknya. Inilah saatnya kita berdiri bersama!"
Dia menunjuk ke kamera dengan keyakinan yang tak tergoyahkan.
"Jangan biarkan pengorbanan teman-teman kami sia-sia. Jangan biarkan darah yang telah tertumpah untuk kebenaran ini menjadi sia-sia. Kalian semua memiliki kekuatan untuk membuat perubahan. Bergabunglah dengan kami. Jadilah suara yang tidak bisa dibungkam. Karena hanya bersama kita bisa melawan kejahatan ini!"
Alpha menekan tombol berhenti merekam, napasnya tersengal. Suasana kelas hening, hanya terdengar suara samar dari alat-alat elektronik di sekitar mereka. Namun hening itu segera terpecah oleh suara Eta yang penuh kepuasan.
"Sudah selesai," katanya sambil menoleh ke laptop lain. Senyumnya lebar, penuh kepercayaan diri. "Videonya sudah disiarkan langsung. Bukan hanya untuk mereka yang kita tuju, tapi untuk seluruh dunia."
Beta tersentak, matanya membelalak. "Eta, apa yang kamu lakukan?!"
Omega menatap Eta dengan ekspresi campuran antara terkejut dan cemas. "Kamu serius? Ini terlalu berisiko! Kalau mereka tahu kita yang melakukannya, kita semua bisa jadi target berikutnya!"
Eta hanya tersenyum kecil, dengan nada cerdas menjawab, "Bukankah ini yang kita inginkan? Kebenaran yang kita ungkapkan tidak akan berarti jika hanya dilihat oleh segelintir orang. Dunia harus tahu apa yang terjadi. Kalau kita takut, maka tidak ada yang akan berubah."
Alpha menatap layar laptop yang memutar ulang siaran mereka. Jutaan orang sedang menonton, berbagi, dan membicarakan video tersebut di berbagai media sosial. Dia menarik napas panjang, menenangkan dirinya sebelum menatap teman-temannya dengan penuh ketegasan.
"Dia benar," katanya perlahan. "Tidak ada jalan mundur lagi. Mereka yang ada di balik semua ini harus bertanggung jawab. Sekarang, kita harus mempersiapkan diri untuk apa yang akan datang."
Ruangan itu hening lagi, tapi kali ini berbeda. Tidak ada lagi keraguan. Hanya ada tekad yang semakin menguat. Di luar, cahaya matahari mulai menyinari sekolah, membawa harapan baru bagi perjuangan mereka.
4o
KAMU SEDANG MEMBACA
Detektif Sekolah : Kasus CCTV yang rusak
AcciónAlpha adalah seorang anak dari detektif yang sangat terkenal, namun saat ibunya terbunuh ayahnya yang seorang detektif terbaik pun jatuh depresi. Dia pun bertekad untuk menjadi detektif yang lebih hebat dari ayahnya agar bisa menguak kasus pembunuha...