Chapter 11 : Mencurigakan

2 0 0
                                    

Sigma berdiri di ujung koridor, menatap ke arah CCTV yang menghadap lapangan olahraga. Matanya menyiratkan pikiran yang dalam dan gelap, ekspresinya tetap tenang namun penuh perhitungan. Dia merenungkan langkah-langkah yang telah diambilnya untuk menjaga agar rahasia kelamnya tidak terbongkar.

Dari arah lain, Omega muncul, membawa beberapa buku di tangannya. Ia melihat Sigma berdiri diam, lalu melangkah mendekat dengan ekspresi penasaran.

"Ada yang menarik di CCTV itu, Sigma?" Omega bertanya, suaranya santai. "Sepertinya kau terlalu sering terlihat di sini belakangan ini."

Sigma tersentak sedikit, namun dengan cepat menguasai diri. Dia berbalik dan memasang senyum tipis.

"Ah, Omega. Hanya memastikan semuanya berjalan lancar. Setelah insiden terakhir, sekolah ini tak bisa mengambil risiko lain, bukan?" jawab Sigma dengan nada ringan.

Omega mengangguk pelan, matanya memeriksa Sigma dengan cermat, namun ia tetap menjaga sikap santainya.

"Benar juga. Kehilangan pengawasan di area itu bisa membuat banyak orang gelisah. Tapi kau memperhatikan detail kecil seperti ini, cukup jarang terjadi," kata Omega.

Sigma tertawa kecil, nadanya mengandung sarkasme yang halus. "Kadang-kadang, menjaga diri dari hal yang tidak diinginkan lebih baik daripada menunggu masalah datang menghampiri. Kau tahu, Omega, tidak semua orang di sini bermain jujur."

Omega mengangkat alis, tertawa kecil seolah pernyataan itu hanya obrolan ringan. "Kau benar, Sigma. Selalu ada seseorang yang punya niat tersembunyi."

Suasana di antara mereka sunyi sejenak, seolah ada perang tanpa suara yang terjadi di mata mereka. Sigma lalu mengalihkan pandangannya kembali ke CCTV.

"Baiklah, sebaiknya aku pergi. Jangan sampai terlalu banyak mengobrol di tempat seperti ini, kan?" kata Sigma.

Omega mengangguk sekali lagi, senyum tipis masih menghiasi wajahnya. Sigma berbalik dan berjalan menjauh, sementara Omega memandangi punggungnya, merasakan ada sesuatu yang lebih dalam di balik obrolan santai itu.

Omega berjalan cepat melewati halaman sekolah, mencari anggota klub detektif lainnya untuk berbagi kekhawatirannya tentang Sigma. Namun, hanya Eta yang terlihat sedang duduk di bangku, sibuk membongkar perangkat elektronik kecil di tangannya.

Omega menarik napas dalam-dalam, lalu melangkah mendekat.

"Eta, ada sesuatu yang harus kau tahu. Aku baru saja berbicara dengan Sigma, dan sikapnya... sangat aneh. Terlalu banyak yang tidak masuk akal di sini," kata Omega dengan nada tegas.

Eta mengangkat alis, seolah terkejut mendengar pernyataan Omega. Ia meletakkan perangkatnya dan menatap Omega dengan ekspresi penuh perhatian.

"Sikap aneh? Kau serius, Omega?" Eta berkata. "Mungkin itu hanya perasaanmu saja. Sigma memang dikenal misterius, tapi itu bukan bukti bahwa dia terlibat sesuatu yang mencurigakan."

Omega mengerutkan kening, merasa seolah kata-kata Eta mengaburkan instingnya. "Aku tahu, tapi kali ini berbeda. Dia terlalu... terfokus pada CCTV dan memberi kesan seolah-olah ada yang dia lindungi."

Eta tersenyum kecil, senyumnya tampak meyakinkan namun menyembunyikan niat tersembunyi. "Omega, kau terlalu memikirkan ini. Sigma mungkin hanya ingin memastikan tidak ada masalah lebih lanjut di sekolah ini. Lagipula, kita punya cukup banyak masalah untuk diselesaikan daripada membuang waktu dengan kecurigaan tak berdasar."

Omega merasa ragu sejenak, pandangannya bergeser dari Eta ke arah bangunan sekolah. Kata-kata Eta terdengar masuk akal, namun ada sesuatu dalam cara Eta mengatakannya yang membuat Omega merasakan keraguan kecil di hatinya.

Omega berdiri di depan Eta, ekspresinya dingin dan penuh teka-teki. Angin sore mengibaskan rambutnya, sementara suara bisikan siswa lain menjadi latar belakang yang nyaris tidak terdengar. Sinar matahari senja yang memudar mewarnai halaman sekolah dengan nuansa oranye yang dramatis.

"Kau tahu, Eta, aku tidak peduli dengan kasus CCTV itu. Bagianku dalam ini semua hanya permainan, dan aku menikmatinya. Tapi, ada sesuatu yang lebih menarik sekarang," kata Omega, nadanya sedikit mengarah pada ancaman.

Eta mengerutkan kening, menampilkan wajah seolah dia tidak mengerti. Namun, hatinya mulai berdebar kencang, seakan merasakan bahwa Omega tahu lebih dari yang seharusnya.

"Menarik?" Eta mencoba terdengar tenang. "Kau membuang waktu kita untuk bicara hal-hal yang tidak jelas, Omega."

Omega tertawa kecil, tawanya sinis dan meremehkan. Ia melipat tangannya di depan dada dan memiringkan kepalanya sedikit. "Oh, aku tidak membuang waktu. Aku hanya memastikan bahwa semua orang tahu siapa yang sebenarnya bermain di belakang layar. Kau terlalu sering muncul dengan solusi instan, Eta. Kau tahu, solusi yang terlalu sempurna kadang-kadang malah mencurigakan."

Wajah Eta berubah sedikit, tapi dia mencoba tetap tenang. Ia menyadari Omega bukan sekadar pengganggu biasa. Omega memiliki naluri tajam meski terkesan egois dan angkuh.

"Tuduhanmu tidak akan mengubah apa-apa, Omega," jawab Eta, menarik napas, lalu tersenyum. "Jika kau ingin menuduh seseorang, pastikan kau punya bukti, bukan hanya kecurigaan kosong."

Omega melangkah mendekat, ekspresinya lebih serius sekarang.

"Oh, aku tidak perlu bukti sekarang, Eta. Aku hanya ingin kau tahu, aku mengawasimu. Dan aku tidak peduli seberapa dalam kau mencoba menyembunyikan dirimu, aku akan tahu," kata Omega dengan nada rendah, namun tegas.

Sejenak, keheningan menggantung di antara mereka. Eta menahan diri untuk tidak menunjukkan ketakutan. Ia harus tetap superior, menjaga agar kesan di depan Omega tidak berubah.

"Kalau begitu, silakan, Omega. Cari tahu sebanyak yang kau mau. Aku akan tetap di sini, bekerja sama untuk menyelesaikan kasus ini, sementara kau bermain detektif tanpa arah," jawab Eta dengan tenang.

Omega hanya menyunggingkan senyum dingin sebelum berbalik, meninggalkan Eta yang diam di tempatnya, mata memancarkan kilatan marah bercampur rasa waspada.

Detektif Sekolah : Kasus CCTV yang rusakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang