Setelah dua percakapan yang mengecewakan itu, suasana di dalam ruang kelas semakin mencekam. Semua anggota tim detektif, meskipun ragu, mulai menyadari bahwa mereka berada di jalan yang lebih gelap dan berbahaya daripada yang mereka bayangkan. Keterbatasan dan ancaman yang mereka hadapi semakin terasa nyata, dan keputusan yang mereka ambil kini akan menentukan segalanya.
Alpha menutup telepon dengan frustrasi, napasnya keluar perlahan, berat. Wajahnya terlihat lelah, tetapi masih dipenuhi dengan tekad.
"Kita tak bisa menunggu lebih lama," katanya dengan suara yang rendah, namun penuh tekanan. "Tidak ada yang akan datang menolong kita."Beta, yang dari tadi diam, menatap Alpha dengan tatapan lebih tajam, matanya dipenuhi tekad yang lebih besar.
"Kita harus maju sendiri," ujarnya, suaranya penuh semangat. "Kita sudah berada di titik ini. Jangan mundur sekarang."Omega, yang biasanya santai, kini terlihat serius. Pandangannya tajam dan penuh kewaspadaan.
"Kalau pihak luar tidak peduli, maka kita yang harus mengubah segalanya," katanya dengan nada yang tegas. "Kita bisa menghentikan Sigma sendiri."Eta, yang sempat terdiam panjang, kini menatap mereka dengan mata penuh determinasi. Suaranya, meskipun lembut, penuh ketegasan.
"Setiap langkah yang kita ambil harus hati-hati," ujar Eta, seolah mengingatkan. "Jangan sampai kita terlalu terburu-buru. Ini bukan hanya soal kartel narkoba, ini soal kebenaran yang harus kita ungkap."Langit malam di luar semakin gelap, dan ruang kelas yang biasanya sepi kini dipenuhi ketegangan yang hampir bisa dirasakan. Alpha, Beta, Theta, Omega, dan Eta baru saja membuat keputusan penting untuk terus maju, meskipun mereka tahu bahwa ancaman semakin dekat. Mereka sudah melewati batas, dan sekarang tak ada jalan kembali.
Namun, tak lama setelah keputusan itu, suasana berubah dengan cepat. Suara deru mesin mobil dan langkah kaki yang berat terdengar semakin mendekat, menghantui kesunyian malam. Mereka segera menyadari bahwa mereka sedang dikepung lagi—dan kali ini, pasukan Sigma datang dengan lebih banyak persiapan.
Alpha, yang sudah terbiasa dengan ketegangan, merasakan detak jantungnya semakin cepat. Suaranya rendah, namun penuh ketegangan.
"Ini dia. Pasukan Sigma... mereka pasti tahu kita sedang merencanakan sesuatu."Beta, yang sudah mulai panik, berlari ke jendela, memandangi ke luar dengan cemas.
"Kita tidak punya banyak waktu! Mereka pasti sudah mengurung setiap pintu dan jalan keluar!"Omega, meskipun tak terlihat terkejut, mengerutkan keningnya, ekspresinya dingin dan penuh perhitungan.
"Ini sudah terjadi sebelumnya, mereka pasti sudah mempersiapkan semua ini. Hanya masalah waktu sebelum mereka datang ke sini."Theta, yang sejak awal lebih tenang, melirik ke sekeliling, matanya menganalisis keadaan dengan cepat.
"Kita harus keluar dari sini. Kita butuh jalan keluar, dan cepat."Eta, yang selalu bisa menjaga ketenangannya dalam situasi tegang, kini terlihat sedang memeriksa alat-alat yang dibawanya dengan cermat. Tanpa panik, ia berbicara dengan suara tenang, namun ada rasa urgensi yang jelas.
"Tunggu... kita masih punya sedikit waktu. Saya bisa mengalihkan perhatian mereka sebentar, cukup untuk kalian mencari jalan keluar."Anggota tim saling berpandangan, seolah mempertimbangkan rencana yang baru saja disampaikan oleh Eta. Setiap detik terasa sangat berharga, dan mereka tahu bahwa keputusan yang mereka buat sekarang akan menentukan hidup dan mati mereka. Ketegangan semakin memuncak, dan saat itulah mereka tahu tak ada lagi waktu untuk ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detektif Sekolah : Kasus CCTV yang rusak
AkcjaAlpha adalah seorang anak dari detektif yang sangat terkenal, namun saat ibunya terbunuh ayahnya yang seorang detektif terbaik pun jatuh depresi. Dia pun bertekad untuk menjadi detektif yang lebih hebat dari ayahnya agar bisa menguak kasus pembunuha...