Chapter 30 : Konfrontasi HopexDesperate

2 1 0
                                    


Langit malam yang gelap dipenuhi oleh kilatan petir yang menyambar, menambah intensitas ketegangan yang ada di antara tim detektif dan Sigma. Hujan deras memercikkan air ke tanah, menciptakan permukaan licin yang semakin membuat pertempuran ini terasa brutal.

Di tengah lokasi terpencil yang mereka anggap aman, Sigma, yang kini terlihat lebih menyeramkan dari sebelumnya, berdiri dengan sikap penuh dominasi. Matanya yang penuh kebencian memancar dengan kilau merah menyala, membakar apapun yang ada di sekelilingnya. Badannya penuh luka, namun bukan itu yang membuatnya begitu menakutkan—sekarang, dia lebih kuat dan lebih mematikan daripada yang pernah mereka bayangkan.

Tanpa peringatan, Sigma meluncur ke arah Alpha dengan kecepatan yang hampir tidak bisa diikuti oleh mata manusia. Sebelum Alpha sempat menarik napas, Sigma sudah berdiri tepat di depannya, tangannya menyiapkan pukulan mematikan. Dengan gerakan yang secepat kilat, Sigma menghantam Alpha di dada, membuatnya terlempar mundur beberapa langkah.

"Jangan berpikir kalian bisa mengalahkan aku!" teriak Sigma dengan suara serak, penuh kebencian.

Namun, Alpha yang terluka tidak mundur begitu saja. Ia segera bangkit, menggerakkan tubuhnya dengan sigap untuk menghindari serangan berikutnya, meski tubuhnya masih terasa lelah dan nyeri.

Tidak ada kesempatan untuk bernapas. Sigma menyerang tanpa ampun, dengan serangan yang datang bertubi-tubi. Dia bukan hanya kuat—dia juga cepat dan lihai dalam mengelak dan menyerang. Pukulan-pukulannya berdesing seperti angin topan, membuat udara di sekitar mereka terasa tegang. Setiap gerakan Sigma menggetarkan bumi, membanjiri tim detektif dengan ketakutan yang semakin membesar.

Beta berusaha menyarangkan tendangan ke perut Sigma, tapi Sigma menghindar dengan melompat ke samping, hanya untuk menyambut Beta dengan tendangan balasan yang membuatnya terjatuh. Beta mengumpulkan tenaga dan segera bangkit, namun wajahnya tampak pucat, tubuhnya nyeri dan hampir tak bisa bergerak dengan kecepatan yang sama.

Namun, yang membuat pertarungan ini lebih mengerikan adalah bukan hanya fisik Sigma, tetapi juga kata-kata dan caranya bermain dengan pikiran mereka. Sigma tahu bagaimana merusak mental lawan-lawannya, meresap ke dalam hati mereka dan menggoyahkan kepercayaan mereka pada diri sendiri.

"Apakah kalian benar-benar percaya ini tentang 'keadilan'?" kata Sigma dengan senyum sinis, menatap mereka satu per satu. "Keadaan ini bukan tentang siapa yang benar atau salah. Ini tentang siapa yang bertahan. Kalian—kalian semua—terlalu lemah untuk memahami ini."

Setiap perkataan Sigma seolah menohok langsung ke inti moral mereka. Tetapi tim detektif tidak membiarkan kata-katanya menghancurkan mereka. Mereka tahu jika mereka lengah sedikit saja, mereka akan kalah. Namun, keberanian mereka mulai diuji, dan keraguan mulai mengusik.

Setelah beberapa serangan brutal yang membuat Alpha dan timnya terdesak, Sigma kembali menyerang dengan intensitas yang lebih tinggi. Pukulan, tendangan, serta serangan dari berbagai sudut terus datang tanpa henti, menambah tekanan pada tim detektif. Mereka mulai terlihat kewalahan, tubuh mereka penuh lecet dan memar, dan mereka tahu Sigma kini bukan hanya seorang pemimpin kartel—dia adalah monster yang telah melewati batas-batas kemanusiaan.

"Bagaimana rasanya menjadi lemah? Bagaimana rasanya mengetahui bahwa kalian sudah kalah?" Sigma berteriak dengan suara serak penuh kebencian, semakin mendekati mereka.

Meskipun berada di bawah ancaman yang begitu besar, tim detektif tidak menyerah. Alpha, meski terluka parah, masih memimpin dengan kepala tegak. Beta yang penuh strategi mencari celah untuk menyerang balik, sementara Eta, dengan ketenangannya, berusaha untuk menenangkan dan memberi arahan pada tim. Omega, yang sebelumnya tampak lebih takut, kini menunjukkan sisi ketangguhannya yang luar biasa, berusaha mendekatkan diri ke Sigma dengan gerakan cepat dan menyarangkan serangan-serangan tepat.

Namun, Sigma selalu tampak satu langkah lebih maju. Dia bergerak dengan kecepatan luar biasa, menghindari serangan mereka dan membalas dengan pukulan yang bisa mematahkan tulang. Setiap kali tim detektif mencoba untuk menyerang, Sigma bergerak dengan fluiditas yang tak terduga, seolah tubuhnya telah menjadi satu dengan gelap malam dan hujan yang menyiram.

Di tengah kekacauan itu, Alpha, yang terengah-engah, berusaha mengatur strategi. "Kita harus bekerja sama! Ini bukan hanya tentang kekuatan fisik!" katanya, memberi semangat pada timnya yang mulai merasa putus asa.

"Betul," kata Beta dengan suara tegas. "Kita tidak bisa kalah. Jangan biarkan dia menghancurkan apa yang telah kita bangun!"

Namun, Sigma tertawa keras, menganggap mereka sebagai musuh yang tak pantas untuk dihadapi. "Kalian tidak tahu apa yang sedang kalian hadapi. Tidak ada yang bisa bertahan hidup dari kekuatan seperti ini!"

Dan dalam pertarungan yang semakin sengit itu, dengan keringat, darah, dan hujan yang membasahi tubuh mereka, tim detektif sadar satu hal—pertarungan ini belum berakhir, dan mereka harus menemukan cara untuk menghentikan monster yang telah kehilangan segala batas kemanusiaannya.

Detektif Sekolah : Kasus CCTV yang rusakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang